Hadyan beralih menatap mantan istrinya dengan tampang kaget. “Kamu ingin liburan, Ilana? Hanya bertiga?” Hadyan tampak terkejut mendengar jawaban dari Helga dan sekarang menatap Ilana tak habis pikir. Cukup tak menyangka dengan sikap Ilana yang semakin ke sini tambah berani masuk ke dalam rumah tangganya.
“Ya, aku ingin kita bertiga liburan,” jawab Ilana dengan sudut bibir ke atas membentuk senyuman. “Karena aku sudah kembali, aku ingin menghabiskan waktu bersama anak dan mantan suamiku. Seperti biasanya, sebelum kamu menikah, kita juga sering menghabiskan waktu berdua, Honey.”Helga melirik begitu panggilan sayang Ilana terlontar dari mulut yang menurutnya sangat nakal dan tidak bersih itu. Sungguh, baginya Ilana adalah seorang wanita yang tidak berakhlak. Dalam hati dia menggerutu, “Baru kali ini aku lihat secara langsung, wanita yang selingkuh, tapi masih mengejar mantan suami.” Helga benar-benar tidak paham dengan konsep hidup Ilana, tidak masuk di kepala dan hKeesokan pagi harinya. Hadyan, Ilana, dan Ivander mulai berangkat pergi berlibur. Ya, mereka pergi tanpa Helga. Helga sendiri sama sekali tidak keberatan, karena kedekatan Ivander dengan Ilana benar-benar dinantikan olehnya.Sebelum tiga manusia yang dulunya berkumpul dalam satu kartu keluarga berangkat, Hadyan sempat bertingkah layaknya pria yang tak rela pergi karena takut merindukan wanitanya. Ia bahkan merayu Helga untuk ikut liburan. Dengan lengan yang merangkul pinggang dari belakang, ia mengamati Helga berdandan dari pantulan cermin.“Ayolah! Ivander akan merindukanmu.”Mendengar Ivander yang dijadikan alasan, Helga tertawa di dalam hati. “Aku tidak bodoh, Ilana ingin memamerkan kemesraan sekaligus tidak ingin mengurus Ivander kalau aku ikut,” batinnya. Helga kini tengah memakai pelembap di wajah.“Kasihan kalau dia ingin tidur, tapi tidak ada kamu yang memeluknya, Helga.”“Hanya dua hari, aku juga sudah memberi pengertian ke Ivand
“Kamu sudah menikah?” tanya Devin pelan.Helga mengangguk dan tersenyum, yang membuat Devin sedikit terkejut. Akan tetapi, pria itu tersenyum paham dan menerima helm yang diulurkan Helga padanya. “Maaf kalau aku belum bisa mengajakmu masuk ke dalam, dan tolong jaga kabar pernikahanku ini, karena hanya kamu yang tahu.”“Baiklah, aku pulang. Sampai jumpa lain waktu.” Devin menyalakan mesin kendaraan yang dia kendarai. “Tunggu Helga!” Helga menatapnya. “Aku sangat senang melihatmu lagi, lain kali kita mengobrol bersama.” Kemudian pergi bersama motornya, sebelum Hadyan memberi peringatan padanya.Helga cepat balik badan dan saat tangannya ingin membuka pagar, Hadyan yang lebih dulu membukakan. Sang suami menatap intens, tetapi Helga tak ambil pusing. Ia melewati Hadyan begitu saja.“Siapa yang mengantarmu tadi? Tidak punya sopan santun.”Mendengar langkah dari belakang, Helga yakin betul Hadyan mengikutinya. “Teman lamaku,” jawabnya. Mendadak
“Bukan, bukan begitu ...,” lirih Helga dengan punggung sedikit mundur. “Kau tahu sendiri, Devin ... aku sudah menikah. Selain itu, kita selama ini cuma teman, maksudku ... aku menganggapmu sebagai teman, Devin, tidak lebih."“Ya. Aku sudah tahu, karena itu aku tidak mungkin memaksamu untuk menerima cintaku.” Devin tampak santai dengan tawa yang kembali keluar dari mulutnya. “Aku hanya mengutarakan isi hatiku yang selama ini tidak pernah kau dengarkan, Helga. Hanya itu, tidak lebih.”“Baiklah, aku menghargai perasaanmu.” Helga merasa sedikit tidak nyaman sekarang. Walaupun dia tidak mencintai sang dosen, dia sendiri bingung bagaimana bersikap pada Devin yang mencintainya. “Terima kasih karena pernah mencintaiku,” jawabnya setelah diam beberapa detik.“Sampai saat ini. Sampai saat ini aku masih mencintaimu.” “Devin, maaf.”“Tidak, tidak! Kamu tidak perlu meminta maaf padaku, Helga. Akulah yang seharusnya minta maaf.” Devin tanpa sadar meng
Dengan spontan, salah satu kaki Helga menendang ke arah Hadyan. Memberi hantaman yang cukup keras pada paha lelaki itu. Membuat pekikan yang disertai ringisan mengudara seketika. “Kau tega sekali! Sakit, Helga!”“Makanya, jangan bicara yang aneh-aneh!” seru Helga memperingatkan. “Tidak aneh, karena itu bentuk pelayanan istri pada suaminya sendiri.”“Minta saja ke Ilana! Memangnya dia tidak bisa memberikan pelayanan untukmu?! Dialah yang paling mahir kalau urusan itu!” Merasa volume suaranya meninggi, Helga menoleh ke kanan dan kiri. Memerhatikan sekitar, lalu berdeham. Berusaha mengatur napas sambil mengalihkan tatapannya pada laptop. “Dia bukan istriku lagi.”“Basi,” lirih Helga dan lelaki di depannya itu hendak membuka mulut. “Kalau masih berisik, pergi dari hadapanku!” Sengaja mengancam dengan volume yang lebih rendah. Helga menyadari kalau dia dan Hadyan mulai menjadi perhatian bagi sebagian orang yang mendengar
Hadyan yang tidak terima dengan ucapan Helga, marah besar. Ia melampiaskan amarahnya dengan menyerang sang istri dengan ciuman. Cukup kasar, sampai Helga kesulitan menolak dan menjauhkan wajah serta tubuhnya darinya.Hadyan yang benar-benar murka setelah mendengar ajakan istri mudanya untuk bercerai itu, tak tahan lagi. Mengangkat tubuh Helga, kakinya mengayun cepat. Keluar dari dapur, tujuannya hanya kamar tidur mereka.Helga yang berada di dalam gendongan Hadyan itu tak berhenti menangis, berusaha sebaik mungkin agar tidak terisak. “Aku tidak akan pernah menceraikanmu! Camkan kata-kataku ini, Helga! Kau tidak akan pernah menjadi janda! Sebelum aku mati, kau tidak akan pernah jadi janda!” sentak Hadyan sebelum bibirnya kembali melumat bibir Helga.Begitu tiba di depan pintu kamar mereka, Hadyan menurunkan Helga. Melangkah masuk sembari mencengkeram erat pergelangan tangan istrinya, menggeretnya, lalu mengunci pintu kamar dan kembali menggendong tubuh ramp
Seketika itu Helga mengambil ponsel dari dalam tas, dan segera memeriksa grup. Helga yang sudah dimasukkan dalam grup gosip tersebut, menatap jeli. Rasa kaget yang sudah menjalar, kini makin membesar saat melihat gambar dirinya yang digendong Hadyan. Dirinya ingat, momen itu terjadi kala mereka sedang berada di butik.“Lihat baik-baik! Itu kau!” pekik Emma masih dengan muka marahnya.Nafa yang begitu kecewa pun menambahkan, “Aku gak nyangka ... ternyata kamu jauh dari kata polos!”“Berlindung di balik buku! Sok-sokan langganan perpustakaan, tapi nyatanya murahan!” teriak mahasiswi lain yang dirinya pun mengenal baik siapa Helga di kelasnya.Bukan hanya foto, tetapi banyaknya berita yang beredar di grup. Ada pemberitaan yang memberi judul ‘Suami dari Model Cantik Ilana Selingkuh’ dan rata-rata menuliskan bahwa dirinya adalah simpanan dari suami Ilana. Begitu banyak juga tangkapan layar dari media sosial lain yang dibagikan ke grup chat.“J
Helga menenggak kopi dinginnya. Sambil menatap Devin, pikirannya lagi-lagi terlempar pada sosok Ivander. Ya, ia sangat belum siap kalau harus membuat anak tirinya itu bersedih.Devin tak bisa menyembunyikan senyum ketika mengamati Helga yang terdiam setelah mendengar jawaban darinya. Pemuda itu yakin, Helga pasti akan setuju dengan sarannya. Sudah beberapa menit mereka tenggelam dalam keheningan, dan Devin tidak bosan menatap Helga dengan senyum lebarnya.Mulut Devin kembali terbuka, dan mulai bersuara lagi. Dengan volume rendah, ia bertanya, “Kenapa melamun? Kurang setuju dengan saranku?”Helga tak langsung menjawab. Ia makin meremas cup berisi kopi dingin yang masih sisa setengah. Dengan ragu, kepalanya mengangguk. “Aku memikirkan Ivander,” katanya sangat amat lirih.“Ivander?”“Ya, anak Hadyan dengan Ilana. Aku takut kalau kepergianku membuatnya sedih, dan yang paling aku takutkan ... membuatnya tumbuh sebagai anak yang kurang kasih sa
“Rujuk katamu?” Hadyan tertawa. Cukup keras dia tertawa, sampai Ilana yang semula menatap nyalang, perlahan-lahan menundukkan kepala. “Kembali padaku?!” sentaknya sembari menggebrak meja. Masih dengan sisa-sisa tawa yang menggelegar, mata elang Hadyan tak beralih sedikitpun.Dipandanginya sang mantan dengan tatapan geli. Bukan karena lucu, tapi Hadyan terkejut karena mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Ilana. Rujuk bukanlah hal yang pernah dibayangkan Hadyan, karena pria itu yakin bahwa mantan istrinya tidak bisa berkomitmen pada satu laki-laki.“Aku serius, Honey. Aku masih mencintaimu ...,” lirih Ilana tanpa mendongak. Bahkan kedua tangannya saling tertaut, bukti bahwa dia tengah mengurangi rasa cemas dan takutnya.“Omong kosong!”“Untuk apa berusaha masuk ke dalam keluargamu kalau bukan untuk rujuk?! Aku benar-benar masih mencintaimu, Gavi!”“Kau bisa mengatakan cinta pada siapa pun. Bahkan pada pria asing yang baru kau temui sa
Hari berganti hari, tetap dilalui Hadyan dan Helga dengan waspada meskipun dua minggu ini Hans tinggal bersama mereka. Selama itu pula mereka tidak melihat adanya kejanggalan, bahkan Hans semakin dekat dengan Ivander.Hal itu juga yang membuat Helga berusaha menerima kebaikan Hans lagi, dan mengesampingkan pikiran negatif tentang sang ayah mertua. Seperti sore ini contohnya, saat ia tengah mengajari Ivander berhitung.Hans yang melihat Helga sibuk mengajar cucunya, tiba-tiba saja membawakan potongan buah apel dan mangga dari dapur.Setelah Sonya memotong kedua buah itu dan memasukkannya ke dalam mangkuk besar, Hans bersikeras membawakannya kepada menantu dan sang cucu.“Wah, apa itu?!” seru Ivander yang melihat langkah Hans mendekat ke posisinya dan Helga duduk.Keduanya tengah duduk di atas karpet bulu sambil bersandar pada sofa yang ada di belakang tubuh mereka. Sementara Hans yang berjalan mendekat itu tersenyum lebar melihat antusias Ivand
Seseorang yang diketahui Hadyan dan Helga sebagai sopir pribadi Hans tiba-tiba mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Ia menyeret koper hitam tersebut dan berjalan menuju Hans.“Papa menyesal. Papa tidak ingin mengganggu kebahagiaan kalian, tapi Papa ingin tinggal serumah denganmu dan menantu Papa, Gavi.”“Semudah itu Papa menyesal?” Hadyan berdecih. “Aku tidak percaya.”Bagaimana bisa dia percaya akan perubahan sang papa yang tiba-tiba? Dia bukan anak kemarin sore yang mudah dibohongi. Terlebih-lebih Hans telah memintanya pergi dari rumah maupun berhenti bekerja di resto. Semua harta milik Hans wajib dikembalikan atas perintah pria itu sendiri, padahal dirinya adalah anak kandung Hans.“Papa sungguh meminta maaf pada kalian berdua, Helga,” balasnya yang membuat Helga berdeham singkat dan melirik Hadyan. “Papa sadar, kebahagiaan yang sebenarnya adalah melihat orang terdekat Papa bahagia dan menemani Papa sampai akhir hidup Papa,
Helga tidak berhenti menatap kagum pada rumah minimalis pemberian Hadyan. Rumah baru mereka tidak besar maupun megah, tetapi tampak asri di bagian depan. Halaman yang tidak terlalu luas itu bisa dipakai untuk memarkir mobil sekaligus motor besar sang suami. Sisi lain halaman rumahnya terdapat taman kecil yang ditumbuhi bunga melati juga kembang sepatu. Helga pun bisa bersantai di taman itu karena tersedia bangku yang terbuat dari kayu beserta meja bulatnya. Walau tidak besar, tapi entah mengapa Helga bisa bernapas lega dan sangat senang ketika memandang rumah itu.“Tidak ada yang bisa mengganggumu lagi,” lirih Hadyan. Sepasang tangannya melingkar di pinggang Helga. Dengan dagu yang diletakkan ke pundak kiri sang istri, ia lanjut berkata, “Maaf, karena aku terlambat mengajakmu pindah kemari, Baby.”“Kita pindah ke sini hari ini saja sudah membuatku senang,” sahut Helga yang membuat pelukan di pinggangnya mengencang.Ivander yang tengah berkeliling
Kini Helga sudah bisa bernapas lega, selain sidang akhir dan yudisium sudah dilaksanakan, waktu untuk wisuda telah ditentukan. Tahun depan istri muda Hadyan tersebut bisa lulus kuliah dengan gelar sarjana. Berkat hobi membaca ditambah dengan jurusan yang digelutinya, Helga bisa menjadi editor di salah satu perusahaan penerbit buku.Meski sibuk bekerja, Helga tidak pernah lupa menyempatkan waktu untuk Ivander. Ia tetap mengantar Ivander ke sekolah seperti biasa. Di hari libur pun Helga mengajak Ivander dan Hadyan berjalan-jalan.Seperti pagi ini contohnya. Tempat untuk menghabiskan waktu bersama yang dipilihkan Helga kali ini berbeda. Bagaimana tidak, Helga mengajak mereka berkemah selama dua hari satu malam.Di wisata perkemahan, ketiganya sampai dengan selamat dan segera memasuki tenda yang sudah disediakan. “Ivander jangan main dulu dong,” kata Helga saat bocah itu hendak bermain dengan mobil-mobilan. “Tolong bantu Mama menyiapkan sosis dan bakso dulu, y
“Mana mungkin!” balas Helga seraya tertawa pelan sebelum rasa mual itu kembali menyerang. Lalu mengelap mulutnya dengan punggung tangan. “Aku pasti cuma kelelahan.”“Kalau begitu kita ke rumah sakit.”“Gak perlu, Pak Hadyan.” Mendengar panggilan menyebalkan itu, Hadyan mencium kilat bibir Helga.Refleks, Helga memukul lengan Hadyan. “Astaga! Gimana kalau Ivander lihat?!” Sonya yang datang kembali bersama Ivander, memberikan minyak angin untuk Helga. Tidak hanya itu, Sonya juga membawakan sebotol air mineral, dan diterima oleh Hadyan. Pasangan itu pun mengucapkan terima kasih.“Mama oke?”“Ya, Mama Helga oke, Ivander. Kita bisa berangkat sekarang!”“Yes!” pekik bocah itu lalu menunjuk motor. “Boleh naik motor, Papa?”Hadyan tak langsung menjawab, tetapi melirik sang istri. Seolah-olah meminta pendapat Helga lebih dulu. Helga yang mengerti arti tatapannya lantas tersenyum.“Aku sama sekali tidak keberatan kalau ha
Beberapa saat kemudian Ilana pergi dari sana sesudah mendapat jawaban dari Helga. Dirinya menahan kesal, karena Helga sama sekali tidak takut dan cenderung menantang. Hal itu membuat Ilana geram, dan memilih pergi dari rumah Hadyan.Akan tetapi, sebelum itu ia telah menunjukkan foto Hadyan yang sudah bersujud di kaki sang ayah. Bukan hanya itu, Ilana juga memperlihatkan foto Hadyan lainnya yang sudah terluka. Ia sempat mengancam Helga. “Silakan saja laporkan ke pihak berwajib. Lakukan visum kalau memang mau, tapi aku juga tidak tinggal diam,” kata Ilana setelah Helga kaget melihat foto Hadyan yang ada di ponselnya. “Aku bisa melaporkan Gavi mengenai perjanjian yang sudah dia sepakati sebelumnya bersamaku. Ada hitam di atas putih sebelum dia menikahimu,” jelas Ilana yang membuat Helga bertanya-tanya setelah kepergian mantan istri Hadyan itu.Helga tentu saja terkejut mendengar penjelasan Ilana mengenai perjanjian antara ibu kandung Ivander tersebut dengan
“Oleh karena dia anakku, aku ingin dia pergi bersamaku. Papa tidak mungkin menyeretmu, Helga. Papa cuma ingin Hadyan yang pergi berlutut di kaki ayah Ilana. Hanya itu saja, agar bisnis kami diselamatkan, Helga.”“Aku tidak butuh bisnis kita, Pa. Aku sudah cukup dengan pendapatan resto dan gajiku sebagai dosen. Itu semua jauh dari kata cukup,” ujar Hadyan. Helga pun turut bersuara. “Iya, Pa. Papa, coba mengertilah. Harta memang tidak selamanya berada di kehidupan kita, kemewahan bisa hilang kapan saja. Aku dan Hadyan sudah cukup dengan semua yang kami miliki, Pa,” kata wanita muda itu yang memberanikan diri untuk menatap Hans lekat-lekat.“Sudah berapa kali aku tegaskan pada Papa, dan aku mohon ... berhenti meracuniku dengan harta ataupun kemewahan, karena aku tidak ingin kehilangan keluarga kecilku.” “Kenapa Papa jadi begini?” tanya Helga sangat pelan dan menatap Hans dengan tatapan tak percaya.Sungguh, tidak pernah ia kira kalau Hans
Seperti janjinya pada Ivander, Helga membantu putranya itu menggarap pekerjaan rumah. Tentunya bukan Helga yang mengerjakan, tapi cuma mengajari bagaimana caranya menulis angka, menuntun jari Ivander sebentar saja setelah itu membiarkan bocah itu yang menyelesaikan sampai tuntas. Bukan hanya itu, tapi Helga juga menemani Ivander mewarnai dua buah mobil di kertas gambar. Sesekali menyuapi Ivander dengan biskuit dan mendengarkan cerita di sekolah dari mulut mungilnya.“Mama Helga minta maaf, ya, karena sudah lama enggak pernah menemani Ivander.”“Iya, Mama.” Bocah itu mengangguk mantap begitu tatapannya dengan sang mama bertemu. Melihat mata ibu tirinya berkaca-kaca, tanpa ragu Ivander merentangkan tangan lalu memeluk leher Helga. “Terima kasih, Sayang.” Dikecupnya puncak kepala Ivander. Rasa rindu yang masih tersisa itu benar-benar menguap setelah beberapa jam dia menatap Ivander dan berinteraksi dengan putranya itu. Mendengar
Hadyan tertawa pelan. Ia mengelus-elus tangan Helga yang melingkar di perutnya kala lampu merah membuat motornya terhenti. Senang sekali rasanya ketika berhasil menggoda sang istri yang sudah beberapa hari ini tidak pernah dilakukan.“Kita tidak akan bercerai, ‘kan?” tanya Hadyan. Pria itu ingin memastikan bahwa Helga tidak punya niat lagi untuk berpisah darinya. “Aku sudah pernah gagal, jadi aku tidak ingin gagal membangun rumah tangga untuk kedua kalinya.”“Sebenarnya keputusan itu ada di tangan Bapak sendiri. Kalau Pak Hadyan tidak berulah dengan masa lalu atau perempuan di luaran sana, aku tidak akan kabur lagi.”“Aku bukan bapakmu atau dosenmu. Saat ini aku suamimu, Helga.”“Iya, Hadyan.”“Panggil aku dengan nama khusus. Beri aku panggilan sayang, Helga ... apa kamu tidak bisa memberikan panggilan sayang untuk suamimu sendiri?”“Hubungan kita belum sedekat itu.”“Aku sudah bilang kalau aku mencintaimu. Apa itu belum