Di aula, Helga dan Ivander beserta anak-anak panti bermain bersama setelah berdoa dan membagikan makanan dan pakaian baru. Helga sengaja meminta pengurus panti untuk memutar lagu anak-anak dan berjoget bersama. Sedang Hadyan, melihat sang istri dari kejauhan sambil memakan cokelat.
Pria itu masih khawatir dengan nasibnya ke depan. Ia cemas jika Helga mengingat perbuatannya bersama Hans yang menyebar foto pernikahan, juga artikel tentang keharmonisannya dengan Ilana. “Bagaimana nanti malam kalau tidak dapat santapan?” batinnya sembari melirik ke bawah.Di tengah kekhawatirannya akan kemarahan Helga yang bisa datang kapan saja, ponsel di saku sebelah kiri berbunyi. Dengan cepat tangannya merogoh, dan dilihatnya nama sang ayah. “Halo? Mengapa menelepon?”“Kau sedang di panti asuhan bersama Helga dan Ivander?”“Benar. Ada apa?”“Tidak. Aku baru saja mendapat panggilan dari pengurus panti, dan dia mengatakan terima kasih padaku karena putrakuSesudah perbincangan pasangan suami istri beda usia itu di balkon, Helga memaksakan diri untuk keluar dari pelukan suami. Dia memilih masuk dan memilih untuk tidur di kamar Ivander. Namun, Hadyan buru-buru menarik pergelangan tangannya setelah menutup pintu balkon. Hadyan menahan tangan Helga. “Baiklah, aku tidak akan menyentuhmu. Kita hanya tidur seranjang.”“Kalau kau berani menciumku, aku pindah ke kamar Ivander,” tegas Helga seraya menarik tangannya dari genggaman sang suami. Kemudian melepaskan kimono berbahan satin dari tubuh, menyisakan gaun tidur tipis yang membuat pandangan Hadyan berlari ke arah bagian menonjol.“Minimal memeluk, bukan?”Helga yang melangkah ke arah ranjang sengaja mempercantik cara jalannya. Ia teringat akan ucapan Hadyan saat di panti asuhan yang mengatakan bahwa pinggulnya menggemaskan. Terbesit di pikiran untuk berlaku sedikit nakal.Begitu hendak naik ranjang, Helga menoleh dan mengatakan, “Kalau Pak Hadya
“Aku tidak butuh dirimu.” Helga yang berada di dalam air itu selalu menghindar saat suaminya mendekat, tapi masih berada di atas. Ilana berada di balik tembok, mengintip pasangan suami istri yang kini sedang berjauhan. Senyum puasnya tersungging, merasa menang telah menciptakan jarak bagi mantan suami bersama istri barunya. “Dasar wanita kecil ... tidak akan kubiarkan dirimu mendapatkan hati ayah dari anakku,” bisiknya sebelum beranjak dari sana.Hadyan yang duduk di pinggir kolam renang, mengamati pergerakan sang istri muda dengan perasaan tidak enak. Ada rasa bersalah di dalam hati saat dirinya tidak mampu menolak ciuman Ilana. Mendengar ucapan Helga itu, dia semakin tak enak hati.“Malam ini Ilana terpaksa menginap di sini.”Helga menjawab saat ia memilih menepi sejenak dan kini meraup wajahnya. “Apa pun alasanmu, kau salah.” “Aku tahu, tidak seharusnya membawanya ke mari, tapi dia hanya ingin bermalam saja.”Senyum wanita muda i
Hadyan beralih menatap mantan istrinya dengan tampang kaget. “Kamu ingin liburan, Ilana? Hanya bertiga?” Hadyan tampak terkejut mendengar jawaban dari Helga dan sekarang menatap Ilana tak habis pikir. Cukup tak menyangka dengan sikap Ilana yang semakin ke sini tambah berani masuk ke dalam rumah tangganya.“Ya, aku ingin kita bertiga liburan,” jawab Ilana dengan sudut bibir ke atas membentuk senyuman. “Karena aku sudah kembali, aku ingin menghabiskan waktu bersama anak dan mantan suamiku. Seperti biasanya, sebelum kamu menikah, kita juga sering menghabiskan waktu berdua, Honey.”Helga melirik begitu panggilan sayang Ilana terlontar dari mulut yang menurutnya sangat nakal dan tidak bersih itu. Sungguh, baginya Ilana adalah seorang wanita yang tidak berakhlak. Dalam hati dia menggerutu, “Baru kali ini aku lihat secara langsung, wanita yang selingkuh, tapi masih mengejar mantan suami.” Helga benar-benar tidak paham dengan konsep hidup Ilana, tidak masuk di kepala dan h
Keesokan pagi harinya. Hadyan, Ilana, dan Ivander mulai berangkat pergi berlibur. Ya, mereka pergi tanpa Helga. Helga sendiri sama sekali tidak keberatan, karena kedekatan Ivander dengan Ilana benar-benar dinantikan olehnya.Sebelum tiga manusia yang dulunya berkumpul dalam satu kartu keluarga berangkat, Hadyan sempat bertingkah layaknya pria yang tak rela pergi karena takut merindukan wanitanya. Ia bahkan merayu Helga untuk ikut liburan. Dengan lengan yang merangkul pinggang dari belakang, ia mengamati Helga berdandan dari pantulan cermin.“Ayolah! Ivander akan merindukanmu.”Mendengar Ivander yang dijadikan alasan, Helga tertawa di dalam hati. “Aku tidak bodoh, Ilana ingin memamerkan kemesraan sekaligus tidak ingin mengurus Ivander kalau aku ikut,” batinnya. Helga kini tengah memakai pelembap di wajah.“Kasihan kalau dia ingin tidur, tapi tidak ada kamu yang memeluknya, Helga.”“Hanya dua hari, aku juga sudah memberi pengertian ke Ivand
“Kamu sudah menikah?” tanya Devin pelan.Helga mengangguk dan tersenyum, yang membuat Devin sedikit terkejut. Akan tetapi, pria itu tersenyum paham dan menerima helm yang diulurkan Helga padanya. “Maaf kalau aku belum bisa mengajakmu masuk ke dalam, dan tolong jaga kabar pernikahanku ini, karena hanya kamu yang tahu.”“Baiklah, aku pulang. Sampai jumpa lain waktu.” Devin menyalakan mesin kendaraan yang dia kendarai. “Tunggu Helga!” Helga menatapnya. “Aku sangat senang melihatmu lagi, lain kali kita mengobrol bersama.” Kemudian pergi bersama motornya, sebelum Hadyan memberi peringatan padanya.Helga cepat balik badan dan saat tangannya ingin membuka pagar, Hadyan yang lebih dulu membukakan. Sang suami menatap intens, tetapi Helga tak ambil pusing. Ia melewati Hadyan begitu saja.“Siapa yang mengantarmu tadi? Tidak punya sopan santun.”Mendengar langkah dari belakang, Helga yakin betul Hadyan mengikutinya. “Teman lamaku,” jawabnya. Mendadak
“Bukan, bukan begitu ...,” lirih Helga dengan punggung sedikit mundur. “Kau tahu sendiri, Devin ... aku sudah menikah. Selain itu, kita selama ini cuma teman, maksudku ... aku menganggapmu sebagai teman, Devin, tidak lebih."“Ya. Aku sudah tahu, karena itu aku tidak mungkin memaksamu untuk menerima cintaku.” Devin tampak santai dengan tawa yang kembali keluar dari mulutnya. “Aku hanya mengutarakan isi hatiku yang selama ini tidak pernah kau dengarkan, Helga. Hanya itu, tidak lebih.”“Baiklah, aku menghargai perasaanmu.” Helga merasa sedikit tidak nyaman sekarang. Walaupun dia tidak mencintai sang dosen, dia sendiri bingung bagaimana bersikap pada Devin yang mencintainya. “Terima kasih karena pernah mencintaiku,” jawabnya setelah diam beberapa detik.“Sampai saat ini. Sampai saat ini aku masih mencintaimu.” “Devin, maaf.”“Tidak, tidak! Kamu tidak perlu meminta maaf padaku, Helga. Akulah yang seharusnya minta maaf.” Devin tanpa sadar meng
Dengan spontan, salah satu kaki Helga menendang ke arah Hadyan. Memberi hantaman yang cukup keras pada paha lelaki itu. Membuat pekikan yang disertai ringisan mengudara seketika. “Kau tega sekali! Sakit, Helga!”“Makanya, jangan bicara yang aneh-aneh!” seru Helga memperingatkan. “Tidak aneh, karena itu bentuk pelayanan istri pada suaminya sendiri.”“Minta saja ke Ilana! Memangnya dia tidak bisa memberikan pelayanan untukmu?! Dialah yang paling mahir kalau urusan itu!” Merasa volume suaranya meninggi, Helga menoleh ke kanan dan kiri. Memerhatikan sekitar, lalu berdeham. Berusaha mengatur napas sambil mengalihkan tatapannya pada laptop. “Dia bukan istriku lagi.”“Basi,” lirih Helga dan lelaki di depannya itu hendak membuka mulut. “Kalau masih berisik, pergi dari hadapanku!” Sengaja mengancam dengan volume yang lebih rendah. Helga menyadari kalau dia dan Hadyan mulai menjadi perhatian bagi sebagian orang yang mendengar
Hadyan yang tidak terima dengan ucapan Helga, marah besar. Ia melampiaskan amarahnya dengan menyerang sang istri dengan ciuman. Cukup kasar, sampai Helga kesulitan menolak dan menjauhkan wajah serta tubuhnya darinya.Hadyan yang benar-benar murka setelah mendengar ajakan istri mudanya untuk bercerai itu, tak tahan lagi. Mengangkat tubuh Helga, kakinya mengayun cepat. Keluar dari dapur, tujuannya hanya kamar tidur mereka.Helga yang berada di dalam gendongan Hadyan itu tak berhenti menangis, berusaha sebaik mungkin agar tidak terisak. “Aku tidak akan pernah menceraikanmu! Camkan kata-kataku ini, Helga! Kau tidak akan pernah menjadi janda! Sebelum aku mati, kau tidak akan pernah jadi janda!” sentak Hadyan sebelum bibirnya kembali melumat bibir Helga.Begitu tiba di depan pintu kamar mereka, Hadyan menurunkan Helga. Melangkah masuk sembari mencengkeram erat pergelangan tangan istrinya, menggeretnya, lalu mengunci pintu kamar dan kembali menggendong tubuh ramp