Adipati lalu kembali ke dalam mobil dan meninggalkan Sarah sendiri disana, meratap seorang diri."Selamat pagi, Bu Presdir," sapa seorang dalam kelompok yang tengah berjalan masuk ke dalam gedung. Kemudian mereka pun berbisik, sepertinya melihat kejadian tadi."Pagi," lirih Sarah yang mungkin sudah tidak dapat mereka dengar lagi."Kamu tidak apa-apa?" Suara Arjuna mengejutkan dirinya. Segera Sarah celingak-celinguk memastikan sang suami sudah keluar dari area gedung kantornya.Arjuna menatap iba, dia yakin, telah terjadi sesuatu padanya juga Adipati barusan."Ikut denganku," lirih Sarah kemudian memasuki gedung dengan Arjuna yang mengekor bak pengawal pribadi.Sesampainya di dalam ruang kerjanya, Sarah segera mengunci pintu dan memburamkan otomatis kaca jendela ruangannya. Arjuna menatap bingung. Dia tidak ingin mengatakan apapun dan menunggu Sarah selesai untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.Setelah puas memastikan semua aman, Sarah langsung menuju kursi kebesarannya. Dia berd
"Lihat saja nanti!" Ancam Linda.Raut wajah Linda tidak dapat menyembunyikan kemarahannya. Tidak banyak bicara lagi, dia langsung putar balik meninggalkan Layla yang masih berdiri di depan pintu. Layla membuang napas lega, karena biang pembuat onar telah pergi. Kini waktunya Layla kembali bermain dengan cucunya.****Suasana sarapan pagi ini semakin terlihat kaku. Biasanya putrinya dan sang menantu akan saling melempar canda dan bermain bersama bayi mereka pun bersama. Ini malah sebaliknya, mereka tidak bertegur sapa. Tatapan Adipati sangat dingin, begitu juga bahasa tubuhnya. Jika ingin bermain dengan Reyhan, Adipati lebih sering memilih membawa anaknya menjauh dari keberadaan Sarah.Sedangkan Sarah, dia hanya membisu, dan beberapa kali Layla menangkap putrinya melirik ke arah Adipati namun seperti enggan menyapa."Sudah cukup." Layla meletakkan kembali sendok dan garpunya.Beberapa pasang mata yang duduk sarapang pagi bersama menatap sejurus pada Layla."Ada apa Layla?" tanya Ali
"Bro, kita ke cafe dulu yuk beli kopi. Aku sendirian nih.""Siap."Pria itu melepaskan gagang pintu dan melenggang pergi bersama rekannya. Sarah membuang napas lega. Setelah merasa cukup mengambil bukti, Sarah mengembalikan semua tampilan sistem dan monitor seperti semula agar tidak menimbulkan kecurigaan. Di ruang kerjanya, Sarah berpikir apakah yang akan dilakukan selanjutnya. Apa sebaiknya mengabari suaminya lebih dulu atau langsung saja menegur Arjuna. Tok tok tok.Sarah mengangkat kepalanya. Sarah yakin, orang dibalik pintu itu adalah Arjuna. Jika diingat, selama ini Arjuna sangat sering keruangannya. Selalu saja ada alasan untuk menemuinya.Tok tok tok.Arjuna di luar mengetuk kedua kalinya. Sarah segera menutup ponselnya dan mengembalikan posisi duduknya agar terlihat berwibawa."Masuk." Sarah mempersilahkan.Klek. Arjuna segera masuk. Dia mengulas senyum manisnya kemudian melangkah menghampiri meja Sarah. Sarah hanya membalasnya dengan senyum tipis. Berusaha menahan amarah
"Maaf Nyonya atas ketidaknyamanannya. Berikut tanda pengenalnya, Anda bisa langsung masuk ke lantai 45 dimana Tuan Adipati berada." Teman resepsionis lain yang tadinya hanya acuh dan bermain ponsel pun seketika berdiri dan menyambut."Terima kasih." Sarah langsung mengambil tanda pengenal tamu untuk naik ke ruangan suaminya.Glek."Selamat siang, Nyonya," sapa Romi.Sarah tidak menjawab dan langsung menghampiri suaminya. "Paman, aku benar-benar membawa buktinya. Lihatlah."Sarah memberikan sebuah ponsel yang digunakan untuk merekam masing-masing video dari seluruh bukti. Adipati mengambilnya, lalu melihat video tersebut. "Paman. Lihatlah, Paman Roger sengaja menjebakku. Aku tidak mengada-ngada. Dan untuk foto itu, dia sudah merencanakannya."Adipati masih bergeming. Dia mengamati setiap potongan rekaman cctv itu dengan teliti. Kejadian demi kejadian dianalisis dengan mata telanjangnya. Sampai pada akhirnya, Adipati percaya pada sang istri."Apa kamu tahu dimana kasino Roger?" tanya
"HAHAHA."Tawa Roger menggema di seluruh ruangannya. Pria itu malah semakin congkak. Menurut Roger, Adipati masihlah anak kemarin sore yang belum mampu menghadapi kegilaannya."Jadi, kau ingin berurusan denganku?" tanya Roger angkuh.Adipat menyeringai. "Tentu tidak."Roger tersenyum puas. Mengira nyali Adipati menciut."Melainkan, aku akan langsung menghabisimu agar tidak ada hama sepertimu lagi di dunia ini."Roger menatap Adipati dengan tatapan nyalang. Dia menepis tangan Adipati yang mencengkraman kerah kemeja mahalnya. Mereka masih saling menatap tajam. Seolah suara genderang peperangan sedang dimainkan."Hama? Sebaiknya kau lihat dulu istrimu dan keluarganya. Merekalah hama yang sesungguhnya. Jangan sampai dia menikahimu hanya untuk menggerogoti hartamu saja.""Apa kau iri?" balas Adipati santai.Roger menaikkan sebelah alisnya. "Iri? Untuk apa aku iri padamu?"Adipati tersenyum meledek, "Tentu saja karena aku hidup bahagia bersama wanita yang ku cintai. Sedangkan kau, menjadi
Suatu batang yang besar itu menggelepar keluar sarangnya.Sarah tersenyum nakal menatap sang suami yang kemudian Sarah membuka lebar mulut kecilnya, dan melahap semuanya sehingga membuat mulutnya terasa penuh."Argh. Yes baby," lenguh Adipati sembari memejamkan mata dengan mendongak ke atas.Sarah bermain selayaknya profesional. Dulunya Sarah memang polos untuk masalah ranjang. Namun sejak menikah, dia tidak lagi polos. Tuntutan untuk menjaga keutuhan rumah tangganya membuatnya seperti sekarang. Menurutnya, hubungan ranjang adalah salah satu kunci langgengnya rumah tangga.Jika suami puas dengan pelayanan istri di ranjang, Sarah yakin, suaminya akan betah di rumah. Dan jika dia sedang pergi jauh, itu akan membuat para suami merindukan istrinya dan akan bergegas untuk pulang.Lenguhan Adipati kembali berulang. Kali ini Sarah berhasil membuat suaminya memuncak. Namun bukan Adipati namanya jika langsung lemas.Batangnya masih tegak berdiri. Menunggu ronde permainan berikutnya. "Berbari
"Apakah benar, tidak ada sedikitpun rasa cinta yang tersisa di dalam hatimu untukmu?" Kali ini Arjuna hendak memastikan untuk bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.Sarah mengangguk mantab. "Aku tidak punya perasaan seperti itu lagi untukmu, Jun. Kau layak bahagia."Tampak raut kesedihan di wajah Arjuna. Penyesalan memang selalu datang terakhir kali. "Seandainya dulu aku lebih memprioritaskan hubungan kita dan menikahimu lebih cepat. Mungkin saja,""Mungkin ini adalah takdir kita, Jun. Kita harus menerimanya dengan lapang dada. Aku tahu, kau adalah pria baik. Kau pasti menemukan seseorang yang tepat untuk menemani hari-harimu hingga menua nanti."Tatapan lembut Arjuna meneduhkan. Bibir tipisnya mengulas senyum, kemudian dia memohon diri untuk melanjutkan pekerjaannya."Jun," panggil Sarah. Arjuna menghentikan langkahnya yang sudah hampir melewati pintu.Sarah melempar senyum tulusnya. "Kau adalah sahabat terbaikku."Arjuna mengulas senyum. Tanpa menjawab, dia melanjutkan langka
Pergulatan indahnya mengarungi nirwana di dalam kolam renang pun tak terhindari. Sarah pasrah, atas hujaman kenikmatan yang bertubi-tubi hingga menjelang malam."Paman, kita mau kemana? Kenapa aku harus memakai gaun seperti ini?" tanya Sarah yang penasaran akan tujuan mereka. Sarah tampak anggun dengan balutan gaun sederhana berwarna putih. Dia juga mengenakan riasan ringan yang membuat dirinya semakin memukau."Nanti kau akan tau," jawab Adipati sembari mengenakan penutup mata untuk Sarah.Sarah pun menurut. Saat penutup mata sudah terpasang, diam-diam Sarah menaikkan sedikit kainnya untuk mengintip. Sayangnya, ulahnya ketahuan oleh Adipati. "Kalau curang, kita tidak akan segera berangkat," tegur Adipati sembari menutup kembali kain penutup mata Sarah."Baiklah," pasrah Sarah yang kemudian mengaitkan tangannya ke lengan sang suami.Adipati berjalan perlahan menuntun Sarah, memastikan sang istri tidak tersandung saat berjalan."Hati-hati, ada meja di depanmu." Buru-buru Sarah sedik