Sesilia
Aku sedang di apartemenmu. Ikuti permintaanku jika kamu ingin aku pulang.Rezan mendesah berat membaca pesan itu. Ia melepas jas putihnya, melirik arloji di tangan kiri, kemudian menyampirkan jas navy di tangan. Baru saja keluar dari ruangan kerjanya, pesan baru kembali hinggap di ponselnya.
Sesilia
The Rosemary Restaurant, table number 15. Dont be late, HoneyšRezan melesakkan kembali ponselnya ke saku jasnya. Ia melenggang penuh wibawa menelusuri koridor. Tiba di depan lift, ketika lemari bergerak itu terbuka, beberapa orang yang ada di dalam sana tampak menyapa penuh hormat. Hanya sapaan tanpa kata yang orang-orang itu berikan, Rezan meresponsnya dengan anggukan pelan. Harum tubuh Rezan menguar di dalam lift itu, wanita-wanita yang ada di sana silih senggol tangan dan menggunjing Rezan dengan isyarat tertentu seperti lirikan dan senyum penuh arti. Pesona dokter 34 tahun itu sungguh susah ditampik, sekalipun jutek dan angkuh tapi karismanya masih sangat memabukkan. Mereka rela terjebak di lift itu lebih lama asal bisa menikmati harum maskulin dokter Rezandra.
Sekitar 45 menit kemudian, Rezan tiba di restoran yang dimaksud Sesilia. Pria itu mencari jalan aman agar kakak cerewetnya pergi dari apartemennya. Mengherankan, sudah berapa kali Rezan mengganti sandi pintunya tapi Sesilia selalu tahu. Entah cara apa yang dia lakukan, mungkin karena basic pendidikan Sesilia adalah anak IT selain itu dia pun pernah punya cita-cita menjadi hacker makanya sistem keamanan apartemen Rezan selalu jadi korban keusilan kakaknya.
"Mm-hm, kudengar jadwalmu minggu ini sangat padat tapi kamu masih mau menyempatkan menemuiku, terima kasih."
"Berterima kasihlah pada Sesilia, dia yang membuat saya di sini sekarang," kata Rezan dingin sambil memotong steak pesanannya.
"Ah, iya, nanti aku akan menghubungi kak Sesil. Omong-omong apa kesibukanmu setiap weekend?"
"Olahraga, baca buku, tidur."
"Sepertinya masih cukup lenggang ya, bagaimana kalau akhir pekan ini kitaā"
"Tidak bisa, saya paling tidak suka ada yang mengganggu saya saat me time."
Mengganggu? Ya, kata itu jelas terdengar dan langsung menusuk hati lawan bicara Rezan. Seorang manajer bank cantik yang rela menunggu di sana demi makan malam dengan dokter karismatik ini. Sayang, apa yang dibayangkan tak sesuai dengan kenyataan. Memang benar, sebelumnya wanita itu pernah mendengar bahwa Rezan memang dingin dan irit bicara tapi wanita itu tidak menyangka jika sikap dingin Rezan ternyata separah ini.
"Lalu kapan tepatnya kamu ada waktu senggang?"
"Anda ingin pertemuan kedua?" balas Rezan akhirnya mengajukan pertanyaan setelah sejak tadi lawan bicaranya terus yang memulai topik percakapan.
"Iya, kak Sesil juga sudah setuju agar kitaā"
"Katakan padanya bahwa ini pertemuan pertama dan terakhir kita," tutur Rezan sudah menyimpan alat makannya padahal steak yang masuk ke mulutnya baru sepotong.
"Eh?"
"Jangan buang-buang waktu meladeni kegilaan Sesilia, Nona. Apa yang dia janjikan padamu tidak akan pernah terjadi, bagaimana pun keadaannya. Jadi, saya permisi."
Wanita itu melongo kaget, saat ia tersadar dari kekagetannya, Rezan sudah telanjur menjauh dari jangkauan matanya.
"Dia benar-benar manusia es," komentar wanita itu bergidik.
***
"Enjoy the party, kenapa malah celingukan kayak anak anjing nyari induknya?"
Nayla tersenyum menanggapi ejekan teman-temannya.
"Harap maklum kawan-kawan, ini kali pertama Nayla datang ke party model begini. Jadi wajar banget kalau masih kaku," papar Brenda yang berdiri di samping Nayla.
Acara perayaan ulang tahun Nicole diadakan di sebuah restoran bergengsi di kawasan elite, berlatar pemandangan langit yang penuh bintang dan gemerlap kehidupan Ibu Kota membuat pesta itu terasa menyegarkan dan menyenangkan. membuat nyaman setiap tamu yang datang kecuali Nayla yang belum juga menemukan titik nyamannya.
"Itu pun gara-gara dipaksa empat hari empat malam baru mau ikut," tambah Nicole yang menjadi sang empunya pesta malam ini.
Nayla ini tipikal mahasiswi cerdas dan ambis tapi dia memiliki lingkup pergaulan yang cukup luas. Orangnya sedikit kaku, polos, tapi kalau sudah diajak debat masalah akademis, dia juaranya. Brenda dan Nicole adalah teman satu jurusan Nayla, bahkan satu kelas. Mereka mulai kenal dekat sejak semester dua. Kala itu ketiganya tergabung dalam kelompok yang sama dalam mata kuliah umum. Nayla ditunjuk sebagai ketua kelompok dan keputusan itu membawa kelompok mereka mendapat nilai A+ di mata kuliah yang dosennya terkenal pelit nilai. Brenda dan Nicole mengaku takjub saat itu.
"Kaku sih kaku tapi ya harus bisa menyesuaikan diri juga, dong, masa ke pesta pakai setelan model begitu. Kayak mau ke pasar saja ha ha ha," celetuk salah seorang gadis yang terkenal sebagai biang gosip, hobinya nyinyir sama kehidupan orang lain.
"Daripada bikin kacau suasana, mending lo makan macaron aja deh, Min. Noh, di meja sebelah sana!" tutur Brenda pada sang biang gosip, gadis itu mengedikkan bahu lantas pergi begitu saja dan dengan sengaja menyenggol bahu Nayla.
"Itu orang punya masalah hidup apa sebenarnya, hobi banget nyinyirin Nayla. Lagian buat apa sih, Cole, lo ngundang dia?"
"Buat ngeramein aja, lo tahu kan prinsip hidupnya rekam posting. Jadi pasti dia bakal banyak mengabadikan momen ultah gue terus dia nge-tag gue, banyak yang kepo ke gue, terus insight gue naik, follower gue banyak jadi seleb dadakan deh, ending-nya ke cuan, Nda!"
"Pansos, gitu aja bilangnya, Cole. Enggak usah berbelit-belit."
"Ha ha, itu lo tahu. Kali-kali kita harus manfaatin itu si lambe nyinyir, followers dia kan banyak."
Selagi Brenda dan Nicole membicarakan Mina dan kebiasaan bergosipnya, Nayla tampak memandangi kue ulang tahun Nicole yang sudah dipotong dengan tatapan kosong. Dia belum juga menemukan solusi untuk masalah keuangan keluarganya.
"Heh! Ngelamun aja, Nay, mikirin apa, sih?" tanya Brenda yang heran karena kawannya ini terus hilang fokus di beberapa kesempatan.
"Aku enggak ngelamun kok, Cuma lagi liatin kue ultah Nicole bagus banget."
Nicole dan Brenda saling pandang, tidak percaya dengan alasan Nayla. Namun mereka tidak mau ambil pusing dan melanjutkan obrolan.
"Bentar, bentar, ini mata gue yang siwer atau itu memang bener kak Geva?" Brenda menyoal sambil mengucek matanya.
Nicole tertawa lepas mendengar racauan kawannya itu.
"Beneran itu kak Geva," tegas Nicole mengonfirmasi.
"Hebat banget lo, Cole, bisa ngundang kak Geva dan dia hadir lagi. Minta foto ah nanti."
"Kak Geva siapa?" tanya Nayla dengan polosnya membuat senyum kedua sahabatnya mendatar. Menatap gadis berponi itu gemas.
"Temen lo, tuh, Nda!" cibir Nicole tak bisa berkata-kata.
"Eh, aku salah, ya?" balas Nayla heran.
"Salah, Nay, salah banget! Masa kamu enggak tahu kak Geva, tiga tahun kuliah di kampus ngapain aja, sih?" tanya Brenda ikut gemas.
"Belajar," sahut Nayla lagi singkat.
Brenda dan Nicole angkat tangan, "Sudah nyerah saja, Nda, si Nayla memang ngeselin."
"Hooh, bisa-bisanya dia enggak tahu kak Geva. Masa mudanya suram banget."
"Rezan!!!" teriak Sesilia saat wanita satu anak itu tiba di apartemen adiknya. Sesil mau meminta pertanggung jawaban Rezan atas tindakan tidak sopan pria itu pada sepupu kenalannya. "Geo, bantu Mami cari om Rezan, cari di kolong meja, di bawah karpet, atau di gorong-gorong kalau perlu!" "Kita mau cari om Rezan atau kecoak, Mi?" tanya Geovandi, usia 7 tahun, satu-satunya keponakan Rezanāsetidaknya untuk saat ini. "Om kamu emang udah kayak kecoak, resek, bikin ilfil, nyebelin. Arggh, malu-maluin." "Huhh, tahu begitu tadi aku ikut Papi saja ke gym," gumam Geo yang sudah tidak terdengar maminya karena Sesilia sudah sibuk mencari keberadaan adiknya.
āRatu Anayasa!!!ā teriak Surya setelah menemukan keberadaan Ratu. Gadis itu baru keluar dari ruang ganti untuk memulai pekerjaannya malam ini. Penampilan Ratu terlihat menawan seperti biasanya. Rambut yang hitam lurus nan panjang itu diikat kuda, menggunakan topi berwarna senada dengan seragam yang dikenakannya. Untuk ukuran pakaian kerja di kelab, seragam Ratu lumayan tertutup. Memang pada dasarnya Ratu ini memiliki kelebihan pada fisiknya, sehingga apa pun pakaian yang dia kenakan terlihat cocok dan sempurna. Tingginya 165 cm, kulit kuning langsat, bulu mata lentik, bibir tipis, hidung mancung. Wajar apabila banyak pria yang mendambakannya. āApa, sih, teriak-teriak udah kayak di hutan aja.ā āGue punya kerjaan bagus buat lo.ā
"Sebentar, sebentar Mbak, otak aku lagi ngelag ini," kata Ratu meminta izin untuk ia menyesap minuman segarnya dulu. Apa yang ditawarkan perempuan di hadapannya ini sungguh membuat kepala Ratu pening. Lima miliar? Serius ada orang yang berani membayarnya semahal itu untuk sebuah misi yang menurut Ratu sangat cetek. Rasanya gadis itu masih sulit mempercayainya, apa jangan-jangan Surya sedang berusaha menjualnya? "Kenapa, kurang ya?" tanya wanita itu karena melihat lawan bicaranya temenung cukup lama. "Ah, enggak, enggak, itu udah gede banget Mbak. Aku cuma lagi heran aja, masa Mbak rela bayar aku semahal itu cuma buat menggoda pria." Wanita anggun berwajah tegas di hadapannya ini adalah klien yang diceritakan Su
Kaki Nayla terus bergetar begitu ia sudah memasuki kamar di salah satu hotel yang menjadi tempat janjiannya dengan klien pertama dari situs mateforyou.com. Gadis itu menangkup kedua lututnya lalu ditekan agar ia berhenti bergetar. Ini bukan pilihan yang mudah tapi Nayla benar-benar sudah kehabisan langkah dalam mencari jalan lain. Dia sepakat untuk melayani seorang pria yang dari data dirinya berstatus duda dan sudah cukup berumur. Nayla akan dibayar 200 juta untuk malam pertama ini, sungguh penawaran yang menggiurkan untuk amatir sepertinya. Nominal itu tidak seberapa jika dibanding dengan hutang kedua orang tuanya tapi setidaknya itu lebih besar daripada upah kerja paruh waktu yang selama ini gadis itu terima. Dengan uang itu Nayla bisa membayar tagihan 15 juta/bulan yang ditentukan pak Bandot. Jangan kira hanya karena N
Ratu tetaplah Ratu, seseorang yang akan menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Sosok yang sangat lemah jika sudah dihadapkan pada uang, dan perempuan paling berani untuk menggadaikan harga dirinya demi materi yang menyilaukan. Memang benar, harga diri itu segalanya tapi untuk saat ini uang lebih penting dari harga diri. Terserah orang mau bilang apa, toh mereka hanya bisa berkomentar tanpa mau membantu. Kalau saja ada yang berani melarang sambil memberikan solusi dan kompensasi tentu Ratu akan dengan senang hati mundur dari pekerjaan ini. Sayangnya, zaman sekarang segala sesuatu itu tidak gratis. Tidak ada juga yang akan rela buang-buang uang demi menyangga ketimpangan perekonomian orang lain. Maka inilah yang Ratu lakukan sekarangābertekad menjalankan misi dari Sesilia sebaik mungkin setelah sebelumnya sempat berkeinginan mengundurkan diri. Ratu berjal
Clek! Pintu terbuka, Rezan berdiri di hadapan Ratu di saat posisi gadis itu masih setengah jongkok dan sedikit menungging. Kontan kejadian mendadak dan tak terbaca itu langsung membuat Ratu tersentak, ia memejam miris--merutuki dirinya sendiri yang selalu ceroboh dalam melakukan apa pun. "Ada yang bisa dibantu?" tanya Rezan, kalimatnya memang menunjukkan hal yang lumrah ditanyakan dokter pada umumnya namun ekspresi dan nada suara pria itu seperti ancaman pembunuhan, seram sekali. Ratu segera menegapkan badannya, dia meneguk ludah sebagai penghilang gugup. Gadis itu harus lebih berani menghadapi Rezan kalau mau mendapatkan uang 5 miliar. "Jadilah berani, Tu, lupain kejadian minggu lalu. Pasti dokternya juga udah lupa." "Oh, gini Dok, saya kira ini ruangan teman saya jadi tadi saya agak ngintip-ngintip dikit buat memastikan," dusta Ratu sambil membenarkan posisi kacamatanya. Tangan Rezan menunjuk tanda nama di depan pintu yang j
Mata Nayla terbuka saat sinar mentari menyapa wajahnya. Gadis itu menggeliat, mengedarkan pandangan ke sekitar dan langsung mendapati ruangan asing yang tak ia kenali. Sedetik kemudian gadis itu akhirnya sadar di mana dia berada sekarang. Ya, Nayla mengingat semua kejadian yang terjadi padanya tadi malam. Gadis itu telah menyerahkan mahkota berharganya untuk dinikmati pria asing yang bahkan sampai detik ini belum Nayla ketahui namanya. Tes! Air mata Nayla menetes sebagai tanda penyesalan teramat dalam atas tindakannya semalam. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Nayla tidak bisa menghapus apa yang sudah terjadi pada dirinya. Mau tidak mau Nayla harus menerima bahwa kini dirinya sudah tidak suci lagi. "Sudah bangun," kata sebuah suara yang semalaman memuji serta mengeluark
Percobaan pertama gagal tapi tidak lantas membuat Ratu patah arang. Hari ini, dia akan kembali berjuang menarik perhatian Rezan. Walau kemungkinan berhasilnya hanya 10% tapi dia tetap semangat 45 demi uang lima miliar. Ketika gadis itu lelah dan ingin menyerah maka bayang-bayang segunung uang yang bisa menenggelamkannya berkelebat di kepala gadis itu. Ah, dia jadi tidak sabar untuk merealisasikan angannya itu. "Makan yang banyak, Tu, hari ini lo bakal perang lagi." Ratu menyendok dua centong nasi putih, ditambah ayam serundeng, tumis kangkung, dan sambal super pedas ulekannya. Menu makan siang yang luar biasa nikmat. Saat sedang asyik menikmati makan siangnya, Nayla keluar dari kamar dengan langkah tertatih, Ratu mengernyitkan dahi lalu menatap lekat adiknya itu yang kelihatan pucat. "Kamu sakit, Nay?" tanya Ratu setelah sang adik duduk di kursi yang berseberangan dengannya. "Ah, enggak Kak." "Wajah kamu pucat gitu, kita ke dokter, ya?"
"Ayo dong, mana suara tepuk tangannya? Kok sepi sekali, ini bukan pemakaman, kan?" ujar wanita itu lagi.Kali ini tepuk tangan menggema di setiap penjuru ruangan. Para wartawan bahkan sampai gagal fokus karena tindakansavageRatu barusan."Teman-teman wartawan, kalian jangan bingung, ya. Tadi itu kalian semua kena prank dari kakek Dermawan. Dia sengaja mengumumkan suamiku mau bertunangan dengan Caralyn untuk memberi kejutan pada kalian semua dan juga masyarakat di luar sana. Seperti yang sudah kalian lihat, Caralyn ini adalah gadis baik yang bisa menerima pasangan apa adanya. Usia tak menghalangi cinta mereka, Caralyn sudah mantap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama kakek Dermawan. Mari kita doakan semoga cinta mereka abadi selamanya, amin.""Aminnn," koor seluruh tamu yang datang sembari bertepuk tangan meriah."Woahh ... RATU ANAYASA, LO YANG TERBAIK!" teriak Surya di tempatnya sambil tepuk tangan keras-keras.
Seperti dugaan Rezan, kejanggalan sikap Dermawan pada akhirnya membawa prahara baru yang seharusnya tak pernah muncul dalam kehidupan rumah tangga pria itu. Caralyn, apa maksudnya semua ini? Kenapa pula tiba-tiba saja perempuan itu muncul di depannya. Lantas dikenalkan sebagai calon istri kedua Rezandra Mahadewa di depan seluruh tamu undangan yang hadir ke pesta ulang tahun Derma Group.Ratu bahkan sampai tak mengedip mendengar pengumuman itu. Rezan menatap nyalang kakeknya dengan rahang mengeras. Tidak pernah mereka duga, acara keluarga yang semula diprediksi akan berjalan dengan baik dan lancar justru berlangsung dengan penuh kejutan begini."Oh-My-God!Itu aki-aki t
Masih di hari yang sama pasca Rezan dan Ratu sukses bermesraan di kamar tanpa gangguan Reyandra, siangnya kediaman keluarga Dermawan kedatangan tamu yang cukup mengejutkan seisi rumah. Terutama Rezan dan Ratu, mereka tidak pernah menyangka momen mencengangkan ini akan menimpa mereka. Tak sedikit pun terbersit di kepala keduanya bahwa Dermawan kenal baik dengan kakek Caralyn. Ya, dokter cantik yang mendambakan suami Ratu itu ternyata cucu dari kenalan Dermawan. Seorang pengusaha perusahaan minyak bumi yang cukup terkenal di Timur Tengah sana.Kakek Caralyn sedang melakukan perjalanan bisnis ke Indonesia, dia mendapat kabar bahwa kawan lamanya sedang tidak sehat makanya dia datang untuk menjenguk. Rezan tidak tahu kalau kakeknya sudah mengatur janji dengan kakek Caralyn sejak pria tua itu masih di rumah sakit. Pikiran buruk Rezan terhadap sang kakek kembali menggeliat. Meskipun berdasarkan keterangan Caralyn dia datang ke sana tanpa disengaja namun tetap saja terasa janggal bag
Ratu baru merasakan indahnya penerimaan setelah penolakan panjang yang Dermawan lakukan. Pasca hari itu, segala sesuatunya membaik tanpa ia sangka. Sikap Dermawan pada Ratu sangat baik, bahkan mereka sangat akrab belakangan ini. Ya, tidak terasa hampir satu bulan sudah Rezan dan keluarga kecilnya berada di Jakarta. Cuti yang semula dijadwalkan hanya dua pekan, terpaksa diperpanjang atas permintaan Ratu. Kebetulan Rezan belum pernah menggunakan jatah cutinya sama sekali sehingga ia bisa mengambil cuti panjang kali ini.Kondisi kakek Dermawan pun berangsur membaik, operasinya berjalan lancar dan dia sudah kembali ke rumah sejak pekan lalu setelah hampir sebulan penuh menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selain menghabiskan waktu dengan keluarga suaminya, tak lupa Ratu pun meluangkan waktu untuk bertemu dengan Nayla, Geva, Genaya, dan Surya tentu saja. kurang lengkap rasanya kalau Ratu tidak bertemu dengan kawan gilanya, yang sekarang sudah agak sedikit waras. Masi
Ratu keluar dari ruang perawatan Dermawan dengan mata mengerjap beberapa kali. Perempuan itu tampak seperti orang bingung, Rezan yang sejak tadi harap-harap cemas lantas menghampiri sang istri. Dia menduga kakeknya kembali bicara yang tidak-tidak hingga membuat Ratu seperti itu."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rezan cemas, dia sudah bertekad untuk kembali memboyong keluarganya ke New York. Negara ini memang sudah tidak cocok untuk keluarganya."Mas, aku mimpi enggak, sih?" tanya Ratu masih setengah sadar.Sontak kebingungan berpindah pada Rezan."Kakek berbicara hal yang buruk lagi padamu?"Ratu menggeleng sambil berujar, "Dia menerimaku, Mas."Ratu masih tidak percaya pada ucapannya sendiri. Rezan terkejut namun masih ingin menunggu kelanjutan cerita sang istri.Beberapa waktu lalu ..."Permisi Kek, ini aku,"
Rasanya seperti terkurung dalam ruangan yang menyatukan dua musuh bebuyutan. Keheningan yang tercipta terasa kian mencekam ketika hanya bunyi alat medis saja yang terdengar di sana. Sejak lima menit lalu Rezan diberi kesempatan untuk menghadap kakeknya lebih dulu. Tentu saja itu ide Sesilia, dalang di balik semua rencana konyol ini.Dermawan memperhatikan cucunya dari ranjang sambil berbaring. Rezan semakin tampan, tetap gagah dan berwibawa seperti biasanya. Tidak salah memang, darah Dermawan mengalir deras dalam diri Rezandra Mahadewa. Dia berhak menjadi pimpinan Derma Group, sayangnya pria itu tidak menyimpan ketertarikan pada dunia bisnis.Jauh di lubuk hati pria tua itu, dia sangat merindukan Rezan, ingin kembali akrab dan bercengkerama dengan hangat bersama sang cucu seperti dulu. Namun Rezan terlihat masih sangat marah padanya. Dia bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun sejak memasuki ruang rawat kakeknya.“Sampai kapan kamu akan mendiamkan kakek se
Perdebatan panjang sudah dilalui, menghasilkan satu keputusan yang tak pernah Rezan sangka akan ia ambil. Pria itu dan keluarga kecilnya sudah tiba di Indonesia. Disambut hangat oleh Sesilia, Nayla, dan keluarga yang lain. Setelah mendapat penyambutan yang cukup spesial di bandara, Sesilia tidak langsung mengajak Rezan dan Ratu ke rumah sakit. Berdasarkan penjelasan wanita itu, kakek Dermawan sudah berhasil melewati masa kritisnya. Jadi mereka bisa menjenguk kakek Dermawan nanti. Kediaman megah Dermawan, tempat itulah yang dituju oleh Rezan sekarang. Di sana dia disambut dengan senyuman dan pelukan hangat Restuāsang ayah. Orang tua itu tak henti menciumi pipi Reyandra, cucu yang selama ini hanya bisa dia lihat via panggilan video, akhirnya kini sudah bisa dipeluk langsung. āKakek jangan cium-cium telus, Leyan geli tahuuu,ā protes anak itu cemberut, tak ayal semua orang tertawa karenanya. āKakek rindu kamu, Sayang, wajar dong kalau kakek cium pipi kamu kayak t
“Mas, tolong dengarkan aku dulu, kita harus pulang malam ini juga,” bujuk Ratu, berusaha meyakinkan suaminya tentang semua rencana yang sudah dia atur.“Kamu tidak bisa seperti ini, Ratu, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Bagaimana dengan pekerjaanku di sini?” keras Rezan.Sebenarnya dia tidak begitu memikirkan pekerjaan, yang menjadi pertimbangan utama pria itu adalah perasaan sang istri saat menghadap keluarganya nanti atau lebih tepatnya ketika menghadap Dermawan. Lagi pula Rezan tidak yakin kalau Dermawan benar-benar kritis. Bisa saja berita sakitnya Dermawan adalah skenario yang disusun Sesilia dan kakeknya agar Rezan luluh dan mau pulang. Ingat, Dermawan adalah orang berkuasa yang bisa melakukan apa pun yang dia mau. Berkaca pada pengalaman itu, wajar kalau Rezan meragukan kondisi kakeknya saat ini.“Aku sudah menghubungi atasanmu perkara masalah cuti ini, hanya sebentar Mas. Lagi pula kepala medik juga mengizinkan kamu untuk
Keesokan harinya, Sesilia memasuki ruangan pribadi kakek Dermawan. Pria tua itu memang menjalani perawatan di rumah saja dengan cara memanggil dokter ahli ke rumahnya setiap tiga kali seminggu. Kondisi kesehatan Dermawan memang menurun drastis seperti yang dikabarkan Sesilia kemarin pada adiknya. Dia sangat ingin bertemu dengan cucu dan cicit terkasihnya yang kini tinggal jauh dari jangkauannya. Namun, masih sulit bagi pria tua itu untuk menerima Ratu. Baginya, perempuan itulah yang telah menghancurkan keharmonisan hubungannya dengan Rezan.“Bagaimana Sesilia, apa sudah ada jawaban dari adikmu?”“Dia masih belum menyerah, Kek, entahlah aku harus membujuknya sampai kapan agar dia mau pulang dan menjenguk Kakek.”“Mungkin Kakek harus mati dulu baru dia akan berkunjung ke sini. Kakek sudah tidak punya apa-apa, memangnya salah kalau Kakek ingin bertemu dengan cucu dan cicit kesayangan Kakek?”Sesilia mengela napas berat, ia