"Sebentar, sebentar Mbak, otak aku lagi ngelag ini," kata Ratu meminta izin untuk ia menyesap minuman segarnya dulu.
Apa yang ditawarkan perempuan di hadapannya ini sungguh membuat kepala Ratu pening. Lima miliar? Serius ada orang yang berani membayarnya semahal itu untuk sebuah misi yang menurut Ratu sangat cetek. Rasanya gadis itu masih sulit mempercayainya, apa jangan-jangan Surya sedang berusaha menjualnya?
"Kenapa, kurang ya?" tanya wanita itu karena melihat lawan bicaranya temenung cukup lama.
"Ah, enggak, enggak, itu udah gede banget Mbak. Aku cuma lagi heran aja, masa Mbak rela bayar aku semahal itu cuma buat menggoda pria."
Wanita anggun berwajah tegas di hadapannya ini adalah klien yang diceritakan Surya semalam. Mereka mengatur janji temu di sebuah ruang privasi salah satu restoran guna mendiskusikan kerja sama di antara mereka. Wanita itu meminta Ratu melakukan sesuatu yang aneh, benar kata Surya, misi yang diembankan padanya kali ini sungguh berbeda dari misi-misi yang selalu Ratu jalankan selama tiga tahun terakhir.
"Masalahnya pria yang bakal kamu goda bukan pria biasa, Ratu. Dia adalah definisi dari manusia super nyebelin yang pernah ada di muka bumi. Tugasmu enggak akan mudah buat menaklukkan dia. Itulah mengapa aku menjanjikan bonus yang besar buat kamu. Kalau kamu setuju, sebagai uang muka aku bakal ngasih 500 juta dulu ke kamu."
Ratu dan Surya saling pandang dengan kelopak mata mengerjap beberapa kali. Mereka tidak mimpi, kan?
"Saya harap kamu setuju, berdasarkan informasi yang saya dapat dari teman saya dan juga mas Surya, katanya kamu ahli dalam bidang ini," ungkap wanita itu penuh harap, tangannya menggenggam tangan Ratu yang tadi tersimpan di atas meja.
"Ah, iya Mbak, saya setuju. Mbak tenang aja, pokoknya serahin masalah pria itu sama saya."
Sesilia mengembangkan senyum puas.
"Ini, data diri dan backround pria yang akan jadi target kamu. Pelajari betul-betul semua informasi yang ada di sana. Kalau kamu butuh apa-apa hubungi saya saja, nomor kontak saya ada di mas Surya."
Ratu menerima amplop itu dengan gesit, ia bahkan tak membiarkan Surya mengintip isinya meski sedikit.
"Berarti sekarang kita sudah bisa memulai proses tanda tangannya kan sebagai tanda sahnya kerja sama ini?" kata Surya yang disetujui oleh Sesilia dan Ratu.
Masing-masing pihak membaca tiap pasal dan poin yang ada di lembar kerja sama, setelah paham dan sepakat dengan isinya, kedua orang itu pun membubuhkan tanda tangan mereka di sana. Surya pun ikut menandatangani sebagai saksi.
"Baik, saya rasa pertemuan kita cukup untuk hari ini. Saya akan segera mengirim uang mukanya, tolong kamu kirim nomor rekening kamu ke kontak ini, ya."
"Ah, iya Mbak, terima kasih."
Sesilia berdiri kemudian diikuti Ratu dan Surya. Mereka saling berjabat tangan dan bertukar senyum.
"Semoga berhasil ya, Ratu. Saya menaruh harapan besar sama kamu."
"Iya, Mbak, terima kasih atas kepercayaannya. Saya janji akan berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan misi ini."
Selepas kepergian Sesilia, Ratu termenung agak lama, ia bahkan sampai mencubit pipinya sendiri untuk memastikan apakah ini benar-benar nyata atau hanya imajinasinya.
“Lo enggak mimpi, Tu. Si Mbaknya aja yang kelewat gila mau bayar semahal itu buat hal yang enggak jelas kayak gini,” jelas Surya yang mulai jengah melihat ekspresi keterkejutan Ratu yang berlebihan.
“Astaga, mujur banget hidup gue, ngebayangin dapat duit 5 miliar bikin otak gue beku. Lo kenal dari mana sih Ya sama mbak Sesil?”
“Dia kenalan teman gue, jadi ceritanya gini ... mbak Sesil itu lagi ada problem sama adiknya yang katanya super bermasalah. Dia seorang dokter, usianya sudah 34 tahun tapi masih jomlo. Nah, si mbak Sesil mau adiknya itu segera nikah cuma semua rencana perjodohan yang dia atur selalu berbuah kegagalan. Padahal cewek-cewek yang dikenalin ke adiknya itu kelas wahid semua.”
“I see, tapi menurut gue keputusan mbak Sesil tetap di luar nalar. Setajir apa sih orangnya sampai gampang banget mau bayar 5 miliar, sudah kayak mau beli permen.”
“Ah, banyak tanya lo. Harusnya lo bersyukur, ini kan kerjaan yang lo mau? Gampang, enggak ribet, aman tapi hasilnya banyak.”
“Iya juga, pokoknya nanti kalau gue dapat uang 5 miliar, 3 miliar gue bayarin utang, sisanya buat foya-foya, ha ha.”
Surya melempar gulungan tisu ke arah Ratu, otak gadis itu memang sulit diluruskan. Baru beberapa hari lalu Ratu uring-uringan memikirkan masalah hutang, sekarang dia sudah mulai menyusun rencana untuk menghabiskan uang yang bahkan wujudnya saja belum terlihat.
“Bangsul! Jijik banget, bekas upil lo, kan, itu?!”
“Daripada lo terus ngoceh enggak jelas, mending lo buka amplop itu, baca profil target baik-baik abis itu pikirin rencana buat ke depannya mau kayak gimana."
Ratu mendengus tapi ia tetap mengikuti perintah Surya, dengan gumaman pelan ia mengoceh, “Halah, ketimbang godain cowok doang mah gampang. Enggak perlu pakai strategi khusus, wajah sama tubuh bohai gue juga sudah cukup.”
Rasa percaya diri Ratu seperti aroma sayuran busuk yang tercampur air got bagi Surya, pria itu ingin muntah mendengarnya.
“Nah, come to Mommy sayang, mari kita lihat sebuluk apa dokter 34 tahun yang hobi menjomlo ini,” kata Ratu lagi sambil mengeluarkan selembar kertas dan beberapa lembar foto dari dalam amplop.
“Hm, namanya Rezandra Mahadewa, anjir berat banget namanya. Sudah dewa pakai maha lagi. Tipe nama orang songong, nih.”
“Cocok sih sama mukanya, ganteng gini. Ketiban durian runtuh lo, Tu. Lagi kelilit deadline utang eh dapat proyekan gede, targetnya cogan pula.”
Surya menggilir foto-foto Rezan, mulai dari yang memakai jas dokter, pakaian casual, sampai yang memakai suits mahal nan mentereng dari ujung rambut sampai ujung kaki—ala-ala CEO di kisah romansa. Ratu merampas selembar foto dari tangan Surya, ia penasaran dengan wajah targetnya. Begitu dilihat, ternyata Surya benar, pria bernama Rezandra itu memang tampan. Kening Ratu otomatis mengernyit, merasa sangat familiar dengan wajah tampan itu.
“Kok rasanya gue pernah lihat cowok ini, tapi di mana ya?”
“Perasaan lo kali.”
“Enggak Kuya, serius, wajahnya familier banget. Coba, sini foto-foto yang lain!” Surya langsung memberikan apa yang Ratu minta.
Ketika Ratu menerima satu potret Rezan menggunakan jas dokter, ingatan Ratu langsung terbang pada kejadian satu minggu lalu di rumah sakit Citra Medika. Adegan saat Ratu melompat, memeluk, dan bahkan sampai mencium paksa pria itu terputar jelas dalam benak Ratu. Mulut gadis itu menganga, matanya melotot lebar, jantung Ratu seketika berdebar tak karuan.
“Mampus, tamat riwayat gue, Ya!”
Surya yang tak mengerti hanya mampu merespons, “Kenapa?”
“Enggak bisa, Ya. Gue enggak bisa menerima pekerjaan ini.”
“Hah, maksud lo?”
“Enggak, enggak, pokoknya gue enggak mau berurusan sama cowok ini. Gue enggak mau ketemu dia, kita batalin saja kerja sama dengan mbak Sesilia.”
“Iya, tapi kenapa Ratu, jangan bikin gue bingung gini.”
Ratu yang panik lalu menatap Surya dengan pandangan dilema sekaligus miris.
"Image gue udah hancur di mata dia, Ya. Mana bisa gue godain dia buat tertarik sama gue.”
“Lo kenal dokter Rezandra?”
“Enggak kenal tapi gue sama dia udah ... ahhh, kenapa mesti dia sih targetnya, kenapa Kuya, kenapa???”
Kaki Nayla terus bergetar begitu ia sudah memasuki kamar di salah satu hotel yang menjadi tempat janjiannya dengan klien pertama dari situs mateforyou.com. Gadis itu menangkup kedua lututnya lalu ditekan agar ia berhenti bergetar. Ini bukan pilihan yang mudah tapi Nayla benar-benar sudah kehabisan langkah dalam mencari jalan lain. Dia sepakat untuk melayani seorang pria yang dari data dirinya berstatus duda dan sudah cukup berumur. Nayla akan dibayar 200 juta untuk malam pertama ini, sungguh penawaran yang menggiurkan untuk amatir sepertinya. Nominal itu tidak seberapa jika dibanding dengan hutang kedua orang tuanya tapi setidaknya itu lebih besar daripada upah kerja paruh waktu yang selama ini gadis itu terima. Dengan uang itu Nayla bisa membayar tagihan 15 juta/bulan yang ditentukan pak Bandot. Jangan kira hanya karena N
Ratu tetaplah Ratu, seseorang yang akan menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Sosok yang sangat lemah jika sudah dihadapkan pada uang, dan perempuan paling berani untuk menggadaikan harga dirinya demi materi yang menyilaukan. Memang benar, harga diri itu segalanya tapi untuk saat ini uang lebih penting dari harga diri. Terserah orang mau bilang apa, toh mereka hanya bisa berkomentar tanpa mau membantu. Kalau saja ada yang berani melarang sambil memberikan solusi dan kompensasi tentu Ratu akan dengan senang hati mundur dari pekerjaan ini. Sayangnya, zaman sekarang segala sesuatu itu tidak gratis. Tidak ada juga yang akan rela buang-buang uang demi menyangga ketimpangan perekonomian orang lain. Maka inilah yang Ratu lakukan sekarang—bertekad menjalankan misi dari Sesilia sebaik mungkin setelah sebelumnya sempat berkeinginan mengundurkan diri. Ratu berjal
Clek! Pintu terbuka, Rezan berdiri di hadapan Ratu di saat posisi gadis itu masih setengah jongkok dan sedikit menungging. Kontan kejadian mendadak dan tak terbaca itu langsung membuat Ratu tersentak, ia memejam miris--merutuki dirinya sendiri yang selalu ceroboh dalam melakukan apa pun. "Ada yang bisa dibantu?" tanya Rezan, kalimatnya memang menunjukkan hal yang lumrah ditanyakan dokter pada umumnya namun ekspresi dan nada suara pria itu seperti ancaman pembunuhan, seram sekali. Ratu segera menegapkan badannya, dia meneguk ludah sebagai penghilang gugup. Gadis itu harus lebih berani menghadapi Rezan kalau mau mendapatkan uang 5 miliar. "Jadilah berani, Tu, lupain kejadian minggu lalu. Pasti dokternya juga udah lupa." "Oh, gini Dok, saya kira ini ruangan teman saya jadi tadi saya agak ngintip-ngintip dikit buat memastikan," dusta Ratu sambil membenarkan posisi kacamatanya. Tangan Rezan menunjuk tanda nama di depan pintu yang j
Mata Nayla terbuka saat sinar mentari menyapa wajahnya. Gadis itu menggeliat, mengedarkan pandangan ke sekitar dan langsung mendapati ruangan asing yang tak ia kenali. Sedetik kemudian gadis itu akhirnya sadar di mana dia berada sekarang. Ya, Nayla mengingat semua kejadian yang terjadi padanya tadi malam. Gadis itu telah menyerahkan mahkota berharganya untuk dinikmati pria asing yang bahkan sampai detik ini belum Nayla ketahui namanya. Tes! Air mata Nayla menetes sebagai tanda penyesalan teramat dalam atas tindakannya semalam. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Nayla tidak bisa menghapus apa yang sudah terjadi pada dirinya. Mau tidak mau Nayla harus menerima bahwa kini dirinya sudah tidak suci lagi. "Sudah bangun," kata sebuah suara yang semalaman memuji serta mengeluark
Percobaan pertama gagal tapi tidak lantas membuat Ratu patah arang. Hari ini, dia akan kembali berjuang menarik perhatian Rezan. Walau kemungkinan berhasilnya hanya 10% tapi dia tetap semangat 45 demi uang lima miliar. Ketika gadis itu lelah dan ingin menyerah maka bayang-bayang segunung uang yang bisa menenggelamkannya berkelebat di kepala gadis itu. Ah, dia jadi tidak sabar untuk merealisasikan angannya itu. "Makan yang banyak, Tu, hari ini lo bakal perang lagi." Ratu menyendok dua centong nasi putih, ditambah ayam serundeng, tumis kangkung, dan sambal super pedas ulekannya. Menu makan siang yang luar biasa nikmat. Saat sedang asyik menikmati makan siangnya, Nayla keluar dari kamar dengan langkah tertatih, Ratu mengernyitkan dahi lalu menatap lekat adiknya itu yang kelihatan pucat. "Kamu sakit, Nay?" tanya Ratu setelah sang adik duduk di kursi yang berseberangan dengannya. "Ah, enggak Kak." "Wajah kamu pucat gitu, kita ke dokter, ya?"
“Sesil, apa maumu sebenarnya? Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak mau ikut campur urusan keluargamu lagi!” tegas Rezan yang sudah lelah dengan desakan Sesilia untuk mengikuti semua keinginan wanita itu. “Keluargaku juga keluargamu, bodoh! Tolong Rezan, aku sedang tidak minat bertengkar denganmu hari ini. Pokoknya kamu harus datang ke acara ulang tahun kakek nanti, kakek yang memintanya langsung, loh. Sudah tiga bulan kamu tidak mengunjunginya. Dia selalu menanyakanmu, dia juga bilang kamu jarang menerima panggilannya, dasar cucu durhaka! Ibu pasti sedang menangis di atas melihat tingkah kurang ajarmu ini.” Rezan mendesah berat, dia baru pulang kerja, rasa lelah masih bergelayut pada tiap sendi tubuhnya dan keletihan itu semakin bertambah begitu mendapati kakak menyebalkannya ada di tempat yang seharusnya bisa menjadi pelepas semua keletihan itu. Haruskah Rezandra pindah apartemen lagi? Mentang-mentang suami Sesilia sedang di luar negeri, wanita satu ini teramat b
Beberapa saat sebelumnya ... Pesta ulang tahun kakek Rezan berlangsung meriah dan formal. Tamu yang hadir berasal dari kalangan pebisnis dan kerabat sang empunya hajat. Ratu mengenal kakek tua itu, beberapa kali ia sempat melihat potret sang kakek bertengger sebagai pebisnis tersohor yang diakui eksistensinya. Kalau tidak salah, orang tua itu juga masuk ke dalam jajaran 10 pengusaha terkaya di Indonesia. Entah urutan ke berapa, Ratu lupa. “Pantas saja mbak Sesil enggak ragu ngeluarin duit 500 juta buat gue, cucu sultan ternyata,” komentar Ratu sambil menyapu sekitar dengan pandangannya, mencari orang yang menyuruhnya datang ke tempat itu. Ratu tiba di sana sejak 15 menit lalu. Sesuai perintah, gadis itu datang dengan jemputan mewah yang diberikan Sesili
“Geo, malam ini kamu mau tidak menginap di rumah kakek?” tanya Restu pada cucunya, anak itu mendongak pada ibunya seperti meminta izin namun Sesil menggelengkan kepala tanda tidak boleh. “Maaf, Yah, Geo sudah janji mau pulang ke rumah orang tua mas Dirga,” balas Sesil dingin. Restu tampak kecewa namun ia berusaha untuk memakluminya. “Ya, sudah tidak apa-apa, lain kali saja.” Sesil tidak menjawab, ia mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk dan bibir yang semula datar itu langsung mengembang begitu mendapati kehadiran adiknya di depan sana. “Akhirnya dia datang,” kata Sesil mengalihkan perhatian yang lain. Dermawan tersenyum lebar, ia menyambut Rezan dengan suka cita. Tangannya pria itu lentangkan—mengharapkan sebuah pelukan dari cucu kesayangannya. Pasangan cucu dan kakek itu pun akhirnya berpelukan, tidak lama namun cukup dalam. “Kamu semakin tinggi saja, Zan.” “Kakek semakin tua,” balas Rezan, pada dasarnya pria ini memang u
"Ayo dong, mana suara tepuk tangannya? Kok sepi sekali, ini bukan pemakaman, kan?" ujar wanita itu lagi.Kali ini tepuk tangan menggema di setiap penjuru ruangan. Para wartawan bahkan sampai gagal fokus karena tindakansavageRatu barusan."Teman-teman wartawan, kalian jangan bingung, ya. Tadi itu kalian semua kena prank dari kakek Dermawan. Dia sengaja mengumumkan suamiku mau bertunangan dengan Caralyn untuk memberi kejutan pada kalian semua dan juga masyarakat di luar sana. Seperti yang sudah kalian lihat, Caralyn ini adalah gadis baik yang bisa menerima pasangan apa adanya. Usia tak menghalangi cinta mereka, Caralyn sudah mantap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama kakek Dermawan. Mari kita doakan semoga cinta mereka abadi selamanya, amin.""Aminnn," koor seluruh tamu yang datang sembari bertepuk tangan meriah."Woahh ... RATU ANAYASA, LO YANG TERBAIK!" teriak Surya di tempatnya sambil tepuk tangan keras-keras.
Seperti dugaan Rezan, kejanggalan sikap Dermawan pada akhirnya membawa prahara baru yang seharusnya tak pernah muncul dalam kehidupan rumah tangga pria itu. Caralyn, apa maksudnya semua ini? Kenapa pula tiba-tiba saja perempuan itu muncul di depannya. Lantas dikenalkan sebagai calon istri kedua Rezandra Mahadewa di depan seluruh tamu undangan yang hadir ke pesta ulang tahun Derma Group.Ratu bahkan sampai tak mengedip mendengar pengumuman itu. Rezan menatap nyalang kakeknya dengan rahang mengeras. Tidak pernah mereka duga, acara keluarga yang semula diprediksi akan berjalan dengan baik dan lancar justru berlangsung dengan penuh kejutan begini."Oh-My-God!Itu aki-aki t
Masih di hari yang sama pasca Rezan dan Ratu sukses bermesraan di kamar tanpa gangguan Reyandra, siangnya kediaman keluarga Dermawan kedatangan tamu yang cukup mengejutkan seisi rumah. Terutama Rezan dan Ratu, mereka tidak pernah menyangka momen mencengangkan ini akan menimpa mereka. Tak sedikit pun terbersit di kepala keduanya bahwa Dermawan kenal baik dengan kakek Caralyn. Ya, dokter cantik yang mendambakan suami Ratu itu ternyata cucu dari kenalan Dermawan. Seorang pengusaha perusahaan minyak bumi yang cukup terkenal di Timur Tengah sana.Kakek Caralyn sedang melakukan perjalanan bisnis ke Indonesia, dia mendapat kabar bahwa kawan lamanya sedang tidak sehat makanya dia datang untuk menjenguk. Rezan tidak tahu kalau kakeknya sudah mengatur janji dengan kakek Caralyn sejak pria tua itu masih di rumah sakit. Pikiran buruk Rezan terhadap sang kakek kembali menggeliat. Meskipun berdasarkan keterangan Caralyn dia datang ke sana tanpa disengaja namun tetap saja terasa janggal bag
Ratu baru merasakan indahnya penerimaan setelah penolakan panjang yang Dermawan lakukan. Pasca hari itu, segala sesuatunya membaik tanpa ia sangka. Sikap Dermawan pada Ratu sangat baik, bahkan mereka sangat akrab belakangan ini. Ya, tidak terasa hampir satu bulan sudah Rezan dan keluarga kecilnya berada di Jakarta. Cuti yang semula dijadwalkan hanya dua pekan, terpaksa diperpanjang atas permintaan Ratu. Kebetulan Rezan belum pernah menggunakan jatah cutinya sama sekali sehingga ia bisa mengambil cuti panjang kali ini.Kondisi kakek Dermawan pun berangsur membaik, operasinya berjalan lancar dan dia sudah kembali ke rumah sejak pekan lalu setelah hampir sebulan penuh menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selain menghabiskan waktu dengan keluarga suaminya, tak lupa Ratu pun meluangkan waktu untuk bertemu dengan Nayla, Geva, Genaya, dan Surya tentu saja. kurang lengkap rasanya kalau Ratu tidak bertemu dengan kawan gilanya, yang sekarang sudah agak sedikit waras. Masi
Ratu keluar dari ruang perawatan Dermawan dengan mata mengerjap beberapa kali. Perempuan itu tampak seperti orang bingung, Rezan yang sejak tadi harap-harap cemas lantas menghampiri sang istri. Dia menduga kakeknya kembali bicara yang tidak-tidak hingga membuat Ratu seperti itu."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rezan cemas, dia sudah bertekad untuk kembali memboyong keluarganya ke New York. Negara ini memang sudah tidak cocok untuk keluarganya."Mas, aku mimpi enggak, sih?" tanya Ratu masih setengah sadar.Sontak kebingungan berpindah pada Rezan."Kakek berbicara hal yang buruk lagi padamu?"Ratu menggeleng sambil berujar, "Dia menerimaku, Mas."Ratu masih tidak percaya pada ucapannya sendiri. Rezan terkejut namun masih ingin menunggu kelanjutan cerita sang istri.Beberapa waktu lalu ..."Permisi Kek, ini aku,"
Rasanya seperti terkurung dalam ruangan yang menyatukan dua musuh bebuyutan. Keheningan yang tercipta terasa kian mencekam ketika hanya bunyi alat medis saja yang terdengar di sana. Sejak lima menit lalu Rezan diberi kesempatan untuk menghadap kakeknya lebih dulu. Tentu saja itu ide Sesilia, dalang di balik semua rencana konyol ini.Dermawan memperhatikan cucunya dari ranjang sambil berbaring. Rezan semakin tampan, tetap gagah dan berwibawa seperti biasanya. Tidak salah memang, darah Dermawan mengalir deras dalam diri Rezandra Mahadewa. Dia berhak menjadi pimpinan Derma Group, sayangnya pria itu tidak menyimpan ketertarikan pada dunia bisnis.Jauh di lubuk hati pria tua itu, dia sangat merindukan Rezan, ingin kembali akrab dan bercengkerama dengan hangat bersama sang cucu seperti dulu. Namun Rezan terlihat masih sangat marah padanya. Dia bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun sejak memasuki ruang rawat kakeknya.“Sampai kapan kamu akan mendiamkan kakek se
Perdebatan panjang sudah dilalui, menghasilkan satu keputusan yang tak pernah Rezan sangka akan ia ambil. Pria itu dan keluarga kecilnya sudah tiba di Indonesia. Disambut hangat oleh Sesilia, Nayla, dan keluarga yang lain. Setelah mendapat penyambutan yang cukup spesial di bandara, Sesilia tidak langsung mengajak Rezan dan Ratu ke rumah sakit. Berdasarkan penjelasan wanita itu, kakek Dermawan sudah berhasil melewati masa kritisnya. Jadi mereka bisa menjenguk kakek Dermawan nanti. Kediaman megah Dermawan, tempat itulah yang dituju oleh Rezan sekarang. Di sana dia disambut dengan senyuman dan pelukan hangat Restu—sang ayah. Orang tua itu tak henti menciumi pipi Reyandra, cucu yang selama ini hanya bisa dia lihat via panggilan video, akhirnya kini sudah bisa dipeluk langsung. “Kakek jangan cium-cium telus, Leyan geli tahuuu,” protes anak itu cemberut, tak ayal semua orang tertawa karenanya. “Kakek rindu kamu, Sayang, wajar dong kalau kakek cium pipi kamu kayak t
“Mas, tolong dengarkan aku dulu, kita harus pulang malam ini juga,” bujuk Ratu, berusaha meyakinkan suaminya tentang semua rencana yang sudah dia atur.“Kamu tidak bisa seperti ini, Ratu, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Bagaimana dengan pekerjaanku di sini?” keras Rezan.Sebenarnya dia tidak begitu memikirkan pekerjaan, yang menjadi pertimbangan utama pria itu adalah perasaan sang istri saat menghadap keluarganya nanti atau lebih tepatnya ketika menghadap Dermawan. Lagi pula Rezan tidak yakin kalau Dermawan benar-benar kritis. Bisa saja berita sakitnya Dermawan adalah skenario yang disusun Sesilia dan kakeknya agar Rezan luluh dan mau pulang. Ingat, Dermawan adalah orang berkuasa yang bisa melakukan apa pun yang dia mau. Berkaca pada pengalaman itu, wajar kalau Rezan meragukan kondisi kakeknya saat ini.“Aku sudah menghubungi atasanmu perkara masalah cuti ini, hanya sebentar Mas. Lagi pula kepala medik juga mengizinkan kamu untuk
Keesokan harinya, Sesilia memasuki ruangan pribadi kakek Dermawan. Pria tua itu memang menjalani perawatan di rumah saja dengan cara memanggil dokter ahli ke rumahnya setiap tiga kali seminggu. Kondisi kesehatan Dermawan memang menurun drastis seperti yang dikabarkan Sesilia kemarin pada adiknya. Dia sangat ingin bertemu dengan cucu dan cicit terkasihnya yang kini tinggal jauh dari jangkauannya. Namun, masih sulit bagi pria tua itu untuk menerima Ratu. Baginya, perempuan itulah yang telah menghancurkan keharmonisan hubungannya dengan Rezan.“Bagaimana Sesilia, apa sudah ada jawaban dari adikmu?”“Dia masih belum menyerah, Kek, entahlah aku harus membujuknya sampai kapan agar dia mau pulang dan menjenguk Kakek.”“Mungkin Kakek harus mati dulu baru dia akan berkunjung ke sini. Kakek sudah tidak punya apa-apa, memangnya salah kalau Kakek ingin bertemu dengan cucu dan cicit kesayangan Kakek?”Sesilia mengela napas berat, ia