Ekspresi perempuan itu terlihat sinis dan terlihat jijik. Weston ingin mencoba menggoda Quella, tetapi diabaikan oleh perempuan itu. Dia berkata dengan santai, “Maaf, aku nggak akan bicara dengan orang jelek.”Ucapan Quella membuat emosi Weston melonjak. Perempuan itu memasang maskernya setelah selesai berkata seperti itu. Apakah dia benar-benar sejelek itu? Dia hanya ada luka bekas goresan pisau yang terlihat sedikit lebih menyeramkan. Tetapi Weston tetap merasa dirinya bisa memberikan rasa aman untuk perempuan.Lindsey menertawakan Weston dengan puas, kemudian dia memasang sikap sok ganteng sambil berkata, “Cantik ….”“Maaf, kamu juga jelek. Sebaiknya aku pergi dari sini saja,” potong Quella kemudian bangkit dari duduknya.Lindsey hanya bisa melongo diam di tempatnya. Meski dia bukan tipe lelaki yang terlalu percaya diri, tetapi Lindsey merasa dirinya cukup tampan dan dia memercayai hal itu. Tapi ternyata dia dihina dengan begitu parahnya oleh Quella.Dia seperti tersambar petir di s
Igor memandangi Weston dan Lindsey dengan tak acuh, kemudian dia duduk di kursi dengan tenang tanpa ada emosi sama sekali.Di bagian tengah tampak memegang sebuah pedang dan berpakaian baju kuno. Usianya sekitar 30 tahun dan dia berjalan sambil melipat kedua lengannya. Sorot mata lelaki itu terlihat tajam hingga membuat orang yang melihatnya merasa waspada.Hanya berdiri saja dia sudah mampu membuat orang ketakutan. Weston dan Lindsey menghirup napas dalam-dalam. Keduanya melihat lelaki itu memegang pedang dan menebak sepertinya orang itu adalah Juggernaut.Orang yang paling terakhir adalah seorang pemuda. Ekspresi wajahnya terlihat datar dengan tangan yang mengelus senapan seolah-olah senapan itu adalah istrinya. Dari awal dia masuk, senapan tersebut tidak pernah terlepas dari tangannya.Lindsey pernah melihat senapan tersebut. Senapan itu merupakan senapan yang paling bagus dari semua senapan yang lain. Pemuda itu mengenakan seragam tentara dengan banyak peluru di tubuhnya. Di atas k
Weston dibuat terkejut oleh cara berpikir Lindsey, dan seketika itu juga dia menyanjung-nyanjung Lindsey. Lindsey juga sudah pernah bertemu dengan ketiga orang itu, dan dia merasakan ada sesuatu yang spesial dari mereka. Dia yakin upayanya kali ini pasti akan berhasil. Sementara itu …. Blake yang baru saja kembali sedang kebingungan bagaimana dia harus menghadapi Dragon Queen. Dia juga mendapat kabar bahwa Four Apocalypse dari Wieland sudah mulai beraksi. Blake tahu betul sekuat apa Four Apocalypse. Cukup satu dari mereka saja sanggup menghadapi sepuluh Ultima, apalagi jika mereka maju bersama. Awalnya Blake mengira cukup satu dari Four Apocalypse saja yang turun untuk menghabisi Toby, tapi ternyata mereka berempat malah turun tangan sekaligus. Sekuat apa pun Toby, dia pasti tidak akan bisa selamat dari serangan kali ini. Musuh suku adalah musuhnya juga. Meski kali ini bukan Blake sendiri yang beraksi, setidaknya mereka punya satu musuh yang sama, yaitu Toby. Tak peduli siapa pun
Toby tahu mereka memang bukanlah orang yang bisa dihadapi dengan mudah, tapi dia berusaha untuk tetap tenang karena jika dia semakin panik, masalahnya juga akan semakin besar. “Kalian ngumpet dulu di kamar, biar aku yang urus mereka. Kalau sampai kenapa-napa, bawa mereka pergi dari sini,” kata Toby kepada Helena. Kemudian Toby juga melirik Yeny sekilas. Dia percaya pada Yeny karena Yeny ahli dalam menggunakan racun. Yeny juga merupakan yang terkuat di antara mereka bertiga, jadi dia masih bisa memberikan perlawanan dalam situasi terburuk. Yeny pun tahu kalau Toby sedang terlibat dalam masalah besar, makanya situasi jadi sampai seperti ini. “Oke, toh masalahnya juga sudah sampai segini. Aku bakal berusaha sebisaku,” ujarnya. Setelah Yeny membawa Tella dan Helena pergi, Toby kembali duduk di sofanya dengan tenang. Namun ada satu hal yang membuat dia heran. Mengapa Four Apocalypse masih tidak masuk juga? Saat itu ,mereka berempat sedang berdiskusi siapa yang akan masuk duluan. Seray
“Rusak berarti harus ganti, masa gitu saja nggak ngerti?” ledek Toby. “Ganti? Sudah mau mati saja masih pusing soal duit,” sahut Igor seraya menatap balik Toby. Tatapan matanya seakan sedang melihat seorang idiot. “Oke, kalau begitu, coba kasih tahu kenapa kamu mau bunuh aku.” Toby sangat penasaran mengapa Four Apocalypse mau menerima tugas ini. Dia tidak tahu apa yang diberikan oleh orang-orang itu sampai Four Apocalypse mau turun tangan. Namun yang jelas, Toby tahu kalau Igor ini bukanlah orang yang mudah untuk ditaklukan. “Oi, bocah, karena kamu sudah mau mati, aku kasih tahu satu hal. Muridku jadi Ultima gara-gara kamu bunuh dia. Aku datang untuk balas dendam,” kata Igor. “Kayaknya nggak bakal segampang itu,” sahut Toby yang hanya menganggap ucapan Igor sebagai bualan belaka. Percaya nggak percaya, terserah kamu,” balas Igor sinis. Sontak, Igor pun melancarkan serangannya yang kuat itu dengan mantap. Namun, untung saja Toby cukup cepat untuk menghindari serangannya. Jika tid
“Dasar, bacot doang bisanya. Sini, biar aku yang maju, bakal langsung kubunuh dia,” kata Bullseye. “Oke, bunuhnya yang cepat, ya,” balas Igor. “Eh, jangan. Dia jangan sampai mati. Awas saja kalau sampai kamu bunuh dia,” sahut Quella. “Kalau begitu aku cukup tembak kakinya saja,” sahut Bullseye pasrah. Sebenarnya dia juga takut sekali dengan Quella, makanya dia mengalah. “Itu juga nggak boleh. Kalau kamu tembak, nanti dia sudah nggak sempurna lagi.” Igor hanya memutar bola matanya saat mendengar ucapan Quella. Dia sungguh tak habis pikir apa yang ada di pikirannya Quella. Namun, Igor juga hanya bisa membiarkannya karena dia tahu Quella bukanlah orang yang mudah untuk dihadapi. “Kalau begitu biar aku saja yang maju,” ujar Juggernaut. Dia pun langsung maju tanpa banyak bicara lagi. Quella mengepalkan tangannya dengan erat dan bersumpah akan membuat Juggernaut kapok kalau sampai dia berani menyakiti Toby. Quella langsung tertarik kepada Toby sejak pertama bertemu dengannya. Jika di
Juggernaut tidak ahli dalam pertarungan tangan kosong, makanya situasi seperti ini benar-benar membuatnya gusar. Toby yang menyadari kekalutan lawannya pun berkata, “Sekarang aku kasih kamu kesempatan untuk pergi dari rumah ini.” Tanpa senjata kesayangan di tangannya, Juggernaut bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat. Dia tidak pernah merasa dihina seperti ini. Dia pun langsung kabur karena telah kehilangan rasa percaya diri setelah dikalahkan telak oleh Toby. Seketika Juggernaut keluar, Igor langsung merasa jauh lebih tenang. Untung saja Juggernaut juga kalah, karena kalau dia menang, mau ditaruh di mana muka Igor? “Cih, siapa yang kalah? Aku cuma ngikutin kemauannya Quella,” ujar Juggernaut beralasan. Di saat itu juga, Juggernaut melayangkan pandangannya kepada Quella, tapi dia langsung menarik kembali matanya ketika Quella balik menatapnya. “Haha, cuma segitu doang? Aku kira kamu jauh lebih kuat,” sindir Quella. Mereka semua hanya diam membisu dan membatin, kalau saj
Toby segera mengendalikan perasaannya. Dia pun bisa lihat wanita ini pasti bermasalah, karena itu dia langsung menarik kembali tatapan matanya dari tubuh wanita tersebut. Dia sungguh terpukau dengan kemolekan tubuh Quella, tapi saat ini dia tidak terlalu memikirkan hal itu. “Jangan tegang begitu, dong. Kamu harus berterima kasih sama aku, lho. Kalau bukan berkat aku, kamu sudah mati dari tadi,” kata Quella. Toby menatap Quella kebingungan karena tidak mengerti apa maksud dari perkataannya. Dia bahkan sampai mengira kalau Quella sudah gila. Mereka datang kemari untuk membunuh Toby, tapi Toby malah disuruh berterima kasih. “Oh, kenapa memangnya?” tanya Toby. “Masa kamu masih nggak sadar? Kalau bukan karena aku, mungkin kamu sudah mati di tangan Juggernaut atau Bullseye.” Seketika itu barulah Toby tersadar. Pantas saja dia tidak melihat Bullseye beraksi, ditambah lagi Juggernaut yang tidak bertarung secara serius. Sekarang Toby baru mengerti apa alasan di balik semua itu. “Oh, kalau