"Sampai kapanpun, Edd. Menantu yang kuakui hanyalah Lissa seorang!" putus Cassandra.
Henry tertegun. Tidak menyangka jika hati neneknya begitu keras, melebihi baja. Sedangkan Navier dan Edgar, sudah terlampau kebal dengan perkataan seperti itu. Bagi mereka, tak masalah jika itu hanya ucapan, asal jangan sampai dengan tindakan.Bahkan tindakan dari Cassandra pun sudah pernah Navier rasakan."Kalau memang Mom menginginkan Lissa menjadi bagian dari keluarga kita, kenapa tidak biarkan dia menikah dengan Dad? Bukankah akan lebih baik jika aku punya dua mama? Satu yang melahirkanku, dan satu yang memberiku kasih sayang," ucap Edgar ngawur!Navier hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ide jahil sang suami. Sejak dulu, selera humor suaminya memang tidak tahu tempat jika bersama keluarga seperti itu."Kau pikir ibumu ini mau dimadu?""Mom pikir aku mau pindah ke lain sandaran? Sudah cukup Navier yang sekarang masih terlihat mudaSejak awal, Edgar sudah curiga jika dirinya mendapatkan hal yang asing di tubuhnya. KEsehatan yang melemah, tetapi tidak berani untuk dia ungkap kepada publik, dan gerakan yang tidak lagi seagresif dulu. Karena itu, dia sama sekali belm pernah mengenalkan Henry pada dunianya. Edgar selalu menunggu Navier datang kembali padanya. Dia tahu jika Navier bukanlah wanita yang lemah. Jadi, dia yakin jika istrinya datang, itu berarti persiapannya sudah matang. Selama ini, Edgar sama sekali tidak pernah ragu akan firasatnya. Terbukti, Navier benar-benar datang dengan kekuatan. Hanyasekali lihat saja dia sudah bisa menebaknya. Dengan datangnya Navier, itu berarti Henry siap untuk dilepas. "Kau tidak lelah menunguiku?" tanya Edgar. Malam sudah larut, tetapi Navier masih tetap terjaga. Henry sudah memejamkan mata di sofa ruang itu. Sedangkan Edgar, kembali terbangun setelah beristirahat sebentar. Ulu hatinya terasa ngilu melihat posisi tidur anak
Nyatanya, Henry sama sekali tidak tidur. Dia dengan jelas mendengar percakapan orang tuanya saat ini. Di mana Edgra yang meminta Navier untuk memberikan Henry pengajaran sepertinya dulu.'Sebenarnya apa yang akan kuhadapi?' batin Henry.Selama ini yang dia tahu adalah bersenang-senang menikmati masa mudanya, tanpa disibukkan hal apa pun. Hanya sesekali saat dia libur saja, ayahnya akan memintanya mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan.Henry mengira, itu adalah awal untuknya menjadi penerus ayahnya."Kenapa tidak kau lakukan sendiri saja, Edd?"Itu suara ibunya. Dengan keheningan malam, membuatnya mendengar jelas meski mereka berusaha untuk merendahkan suaranya."Kau tahu aku dalam pengawasan ibu dan wanita itu. Kalau saja mereka tidak menempatkan beberapa orang di belakangku, tentu aku bisa melakukan banyak hal. Termasuk melatih dan memperkenalkan dunia kita padanya.""Tapi ... apa kita tidak t
"Kau siap?" tanya Navier pada Henry. Mereka bersiap pagi buta untuk mencari celah lengahnya Cassandra. Kalau tidak, mereka akan mendapat halangan yang tidak terduga. Sebelumnya, Edgar telah menceritakan garis besar keluarganya pada Henry. Pemuda itu terkejut, tentu saja. Tidak menyangka jika latar belakang sang ayah yang terlihat seperti pengusaha biasa, ternyata memiliki sisi kelam. Terutama sang ibu yang terlihat baik-baik saja. Ibunya sama sekali tidak terlihat memiliki hal yang seperti itu. Siapa yang menduga jika wanita yang selama ini menjadi porosnya, ternyata malah pewaris utama sebuah organisasi gelap terbesar? Meski pada kenyataannya searang tampuk kekuasaan itu bukanlah dipegangnya secara langsung. "Ma, aku siap atau tidak, itu tidak akan mengubah apa pun, kan?" "Tentu saja. Itulah kenapa aku tidak menyarankan kau membawa apa pun selain dompet dan ponselmu!" "Aku tahu." Mereka berencana untuk pergi tanp
Tiada yang lebih panik selain Navier saat ini. Edgar yang kembali drop karena mendengar kabar itu, tidak bisa berbuat apa-apa. Kesadarannya terenggut setelah dokter terpaksa memberinya penenang dalam dosis yang rendah. Cukup lama untuk Edgar bisa memejamkan matanya."Bagaimana bisa kalian kehilangan jejak Henry!"Navier berkata dengan nada rendah pada anak buahnya lewat ponsel. Dia sama sekali tidak menyangka mereka akan kehilangan putranya secepat itu. Padahal, mereka telah meningkatkan kewaspadaan."Tiba-tiba ada yg menghalangi mobil kami, Nyonya. Begitu kami bisa lolos, yang ada hanya kendaraan, ponsel, dan dompet tuan muda yang ditinggalkan.""Tidak ada jejak yang bisa kalian dapatkan?""Tidak, Nyonya.""Kamera pengawas?""Lokasi kejadian bebas dari lingkungan pengawas, Nyonya. Tidak ada yang bisa kami dapatkan sedikitpun.""Sial!"Navier geram. Dia tidak menyangka jika ada yang akan menyabotase ren
"Navier tidak salah! Jangan menyudutkannya terus," ucap Edgar lemah.Pengaru obat penenang yang diberikan dokter begitu kuat hingga dia mati-matian menahan kantuk yang mendera.Jika dia tidak angkat bicara, maka orang tuanya akan terus menerus menyudutkan istrinya. Terutama sang ibu yang selalu ingin menjatuhkan Navier. Memang awalnya itu adalah rencana mereka yang tidak terealisasikan, tetapi bukan berarti dia bisa teang. Seseorang jelas mengetahui rencana mereka."Kau masih melindungi orang yang berusaha mencelakakanmu? Mulia sekali hatimu!?" sarkas Cassandra."Mencelakakanku? Apa Mom bercanda? Navier yang melindungiku, bukan wanita yang Mom pilihkan! Tidakkah Mom tahu itu?""Kenapa kau membawa nama Lissa dalam hal ini? Dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian ini! Lagi pula, apa kau tidak curiga? Dia datang dan semua hal buruk atang begitu saja! Apa itu tidakk cukup untuk menunjukkan jika dia pembawa sial?""Semua terjadi di luar ken
"Apa kau masih ingin diam saja seperti orang yang bisu, Hen? Kau tidak tahu kan, bagaimana aku bisa lepas kendali jika perintahku tidak dituruti?!" Wanita itu membantak remaja pria yang kini duduk dengan keadaan tubuh terikat. Wajah dan tubuhnya dipenuhi beberapa memar dan luka kecil yang tidak terlalu dalam. "Memang, apa yang bisa kau lakukan padaku? Kau bisa saja dihabisi orang tua atau kakek dan nenekku jika mereka tahu bagaimana kelakuanmu! Ah, kau juga tidak bisa menahan diri lebih lama, ternyata. Apa kau sudah kehabisan kesabaran, Nona Lissa?" Henry menyeringai senang saat melihat raut wajah Lissa yang mulai berubah. Wanita itu merasa geram karena Henry tidak melakukan perlawanan dengan semua siksaannya. Yah ... entah apa yang merasuki pikiran Lissa sampai dia merencanakan hal untuk menculik Henry. Dia melakukannya dengan spontan saat melihat remaja beranjak dewasa itu pulang seorang diri. Dengan semua koneksi yang ia
"Hey, Nyonya. Kau pasti pernah menerima pernyataan cinta dari seorang pria, kan? Dan itu berlangsung lama. Tapi sayangnya kau terlalu fokus pada ayahku, kan? Sedangkan ayahku sama sekali tidak memberimu kepastian. Ayah masih saja menunggu ibu, sedangkan ibu bisa saja mencari yang lain," tutur Henry.Lissa masih saja terdiam dan mencerna kata demi kata yang Henry ucapkan.Memang benar di hidupnya, ada orang yang selalu menawarkan cinta padanya.Orang yang tidak perah menyerah bahkan ketika dia dengan terang-terangan menolak, atau mencemooh keadaannya yang seolah tidak tahu malu. Namun, pria itu tetap tidak menyerah. Pria itu tetap menawarkan kasih sayang padanya.Lissa sudah merasa jika apa yang dikatakan Henry benar.Jika ditinggalkan Edgar, atau meninggalkan, Navier masih bisa mencari yang lain. Lissa sudah melihat bagaimana keadaaan Navier saat ini. Wanita itu terlihat begitu muda dan masih energik. Dia tidak akan heran jika ada banyak pria muda
"Nyonya, tuan muda mengirimkan sinyal darurat. Lokasinya sudah terekam dan kita bisa ke sana segera!" lapor Felix pada Navier.Dia hanya bisa melapor lewat ponsel, karena Cassandra yang mulai mencurigainya. Selama ini, Felix berusaha untuk menghindari kontak apa pun dengan Cassanra karena peringatan dari Jonathan. Juga, Felix yang sekaran sudah diberi mandat untuk mendengarkan perintah Navier juga."Aku tahu. Pemberitahuan baru saja masuk ke ponselku juga. Hanya tiga detik, tapi itu cukup untuk menunjukkan di mana dia berada."Diam-diam, Navier dan Edgar memang pernah memberikan alat pelacak pada Henry. Alat yang tersembunyi dan tidak bisa dideteksi oleh musuh. Hanya Edgar, Navier, dan Henry yang tahu di mana alat itu disimpan. Selain praktis dan kecil, alat itu juga bisa menghindari deteksi.Karena itulah Navier memberi sebuah pengalihan berupa alat yang mudah ditemukan, dan ditanam di ponsel Henry. Musuh bisa saja terkecoh dengan alat yang sdah ditemuka
Selama ini Yuni tidak pernah merasa menyesal telah menyakiti Navier.Dia merasa selama ini Navier-lah yang membuatnya menderita. Ibunya merebut suami yang dia cintai, dan membagi rasa sayang yang dulu didapatkan secara penuh. Karena itulah ketika Elle meninggal, Yuni masih sanggup untuk menyiksa anak kecil itu.Hati Yuni sudah mati rasa untuk memberi rasa kasih untuk anak tirinya.Hingga Navier yang mulai membantu mencari penghasilan pun, Yuni tetap pada pendiriannya. Dia dengan kejam mampu meminta semua pendapatan Navier untuk diberikan pada putranya.Akan tetapi, perlahan rasa itu mulai terkikis.Yuni merasa bersalah saat melihat Navier tidak sadarkan diri dengan berbagai alat untuk menopang kehidupannya.'Sebenarnya aku bahkan tidak tahu alasan untuk membencimu,' batin Yuni.Dia memandang sendu, tak percaya dengan beberapa waktu yang lalu, di mana dia tidak sadar telah mencelakakan nyawa anak tirinya."Ib
"A-aku tidak menyangka jika kau bisa merencanakan semua ini pada Navier, Yun." Yuni terpekur. Dia sama sekali tidak menyangka jika suaminya akan mendengar perdebatannya dengan Navier, dan sedang saat mengungkit malam kelam itu. Tak hanya itu, Yuni juga menangkap raut kekecewaan yang terlalu kentara. "Aku sudah merawatnya sejak kecil! Kau pikir mudah membesarkan anak dari wanita yang menjadi madu di dalam rumah tangganya? Pikirkan itu, Lex! Ah, ya. Kau yang hanya membawa masalah mana paham hal yang seperti ini!" Di seumur mereka menikah, belum pernah dia mendengar nada kecewa dari Yuni hingga seperti itu. Dia tak tahu jika selama ini, istri pertamanya menyimpan luka dan melampiaskannya pada anaknya. Dulu, Alex mengira jika Yuni bisa menerima Navier selayaknya putri sendiri, karena Elle telah tiada. "Kukira kau menerimanya sebagai anak kandungmu sendiri, Yun. Kalau tahu kau setega itu padanya, kenapa tidak kau katakan saja padaku? Aku
"Kau!!! Kau masih punya muka untuk kembali ke sini!?" bentak Yuni.Navier tidak mengindahkan peringatan Edgar agar tidak kembali ke sana. Dia bersikukuh untuk kembali ke rumah tempatnya dibesarkan. Bagaimanapun juga, tempat itu berisi banyak kenangan yang tak bisa dia lupakan."Ibu, jangan lupa aku pernah kau besarkan. Aku pernah kau asuh dan kau beri makan," lirih Navier."Lalu dengan apa kau akan membayarnya? Bukankah saat itu kau sudah memiliki kesempatan, tetapi malah membuangnya? Kau!!! Bukannya membayar jasaku, malah meninggalkan semua kesulitan itu!?"Navier menunduk. Dia tetap berdiri di pintu gerbang halaman dan tidak diizinkan untuk masuk oleh Yuni.Sejak awal, Navier tidak tahu jika Yuni sedang libur bekerja. Namun, dia juga tidak berharap penuh jika Yuni sedang tidak ada.Dia hanya ingin beritikad baik dengan meluruskan kesalahpahaman di antara mereka."Aku memang tidak bisa membalasnya dengan keadaan saat itu, Ibu. Tapi ketahuilah! Aku juga melalui masa yang sulit. Aku ti
"Ada hal yang bisa kau gunakan untuk membela diri, Sayang?" tanya Edgar.Dia menatap tajam sang istri yang kini tengah berdiri dengan senyum seperti anak kecil yang ketahuan telah melakukan kesalahan. Di samping kiri sang istri, ada putra semata wayangnya yang sedang menunduk.Edgar merasa kesal karena mendapati wajah istrinya babak belur, dan puntranya tidak apa-apa. Padahal sebelumnya dia telah berpesan untuk menggantikannya menjaga satu-satunya wanita di keluarga mereka. Edgar tak ragu, karena dia sudah tahu bagaimana kemampuan Henry. Sayang sekali ekspektasinya terlalu tinggi."Jangan salahkan Henry, ya. Dia sudah melakukan hal yang kau pinta sebaik mungkin. Tidak ada hal sebaik Henry. Hanya saja dia datang terlalu terlambat untuk menjemputku," bela Navier."Jadi, ini semua adalah salahmu, begitu?""Tentu saja!""Lalu, apa yang bisa kau lakukan untuk menggantikan hukuman yang akan Henry dapatkan, Sayang?"Badan Navier bergidik nge
"Yun, hentikan!"Bukannya berhenti, Yuni justru semakin gencar mencerca Navier dengan kata-kata yang buruk. Suaminya sama sekali tidak dipedulikan lagi. Dia seolah buta dan tuli untuk semua hal.Yuni buta akan kebaikan yang selama itu Navier lakukan untuk keluarganya. Bagaimana dia yang harus berhenti untuk belajar, dan justru mencari pekerjaan sebanyak mungkin, dan membantu memenuhi semua hal yang diinginkan kedua adik tirinya.Dan tuli, akan segala perkataan suaminya."Bu, kau boleh menyalahkanku atas semua kesalahan yang terjadi di keluarga kita. Tapi kumohon untuk tidak menyudutkanku. Waktu sudah banyak berubah, dan aku juga tidak ingin mengingat masa lalu lagi. Aku akan melupakan semua yang telah kau lakukan padaku, dan mari untuk hidup lebih baik," pinta Navier.Yuni menggeleng. Air matanya mengalir semakin deras. Dia memandang ke arah suaminya yang kini sudah tidak sesempurna dulu. Memandang putra sulungnya yang juga tidak bisa mendapat kehi
"Dav, hentikan!!!" tegur ayah mereka.Keduanya masih saling beradu dan tidak menggubris teguran ayahnya. Sesekali Navier membalas pukulan adiknya, dan sisanya dia akan menghindar. Gerakan Davian begitu acak, menandakan bagaimana pria itu dididik dengan otodidak, bukan oleh ahilnya."Ternyata kau belajar cukup banyak, ya? Tidak seperti dulu yang hanya bisa berlindung di bawah ketiak ibu," sindir Navier."Diam kau! Kau tidak tahu masalah apa yang sudah kau tinggalkan untuk kami! Kau sama sekali tidakkk punya hati!"Navier mendecih sinis. Tidak punya hati? Bukankah kata-kata itu lebih patut dikatakan untuk Yuni, dan bukan dirinya?Setelah itu, dia memancing Davian untuk berkelahi di luar ruangan, dan masih mengundang pekikan ayahnya. Hanya sang adik yanag terkesn menuntut untuk menyerang, sedangkan Navier lebih tenang dan menghindar. Karena itu, ayah mereka benar-benar khawatir. Ia takut jika Davian melukai kakak perempuannya."Kalau begitu kau
"Apa tidak apa-apa jika ibu tahu aku akan datang?" tanya Navier.Setelah mereka berbincang, Navier memutuskan untuk ikut ayahnya pulang ke kediaman mereka yang dulu. Ayahnya takut jika Yuni datang dan tidak mendapati di mana pun. Karena bahan persediaan di rumah mereka telah habis, jadi Navier hanya bisa menurut.Sebenarnya dia bisa saja meminta Edgar atau Henry untuk mengantar bahan makanan itu. Terutama Edgar yang telah mengetahui di mana lokasinya. Sayang, Navier menolak dengan tegas. Dia tidak ingin suaminya turun tangan langsung, atau semuanya akan kacau."Tidak apa-apa, dia pasti sangat senang kau datang. Bukankah sudah lama kalian tidak bertemu?"'Yah ... itu sih kalau Ibu tidak dendam padaku,' batin Navier.Dia meringis saat mengingat masa lalu. Di mana dia yang kabur dan meninggalkan banyak masalah untuk ibunya.Tidak bisa dikatakan dia yang meninggalkan masalah untuk mereka, sebenarnya. Melainkan Yuni sendiri yang telah mengambil r
"Jadi, kini hanya Ayah yang biasa mengerjakan pekerjaan rumah. Rumah itu telah sepi semenjak kau pergi, dan bertambah sepi setelahnya."Navier menggigit bibir bawahnya. Tidak menyangka jika hidup mereka yang dia tinggalkan, begitu menyedihkan.Ayahnya lumpuh sebelah karena kecelakaan kerja. Karena itu, ayahnya dipensiunkan dini. Ibunya mengambil alih mencari nafkah setelah uang tunjangan ayahnya habis, dan kedua adiknya berhenti sekolah karena malu. Kemudian mereka bekerja sebagai buruh kasar di pasar.Dari yang diceritakan ayahnya, Navier mendapat beberapa informasi. Adik pertamanya, Davian, telah menikah dan seorang wanita yang merupakan putri dari pemilik tempatnya bekerja. Setelah istrinya melahirkan di usia pernikahan mereka yang baru enam bulan, satu bulan kemudian mereka bercerai dan membawa anak itu bersamanya.Ayahnya menduga jika wanita itu menikahi Davier hanya untuk menutupi aib karena hamil terlebih dahulu dengan mantan pacarnya yang tidak ma
"A-Ayah!"Navier hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Ayah yang sejak dirinya lahir hingga dijemput Edgar menemaninya, dan tidak pernahlagi mereka bertemu setelah dijual Yuni, ada di hadapanynya.Wajah yang sudah tua termakan usia, dan tidak lagi semuda dulu membuat hati Navier menjadi trenyuh. Ayahnya itu tidak pernah melakukan tindak kekerasan seperti yang Yuni lakukan. Dan hingga hari terakhirnya di kota itu, Navier belum sempat untuk perpamitan.Pun dengan pernikahannya dengan Edgar, sang ayah pastilah tidak pernah tahu akan hal itu. Tidak akan ada kabar yang didengar jika Edgar sudah memutuskan untuk menutup rapat semua yang berpotensi untuk menyebar berita.Kepergiannya kala itu memang terjadi karena terpaksa."Kau putriku, Navier?"Navier mengangguk. Matanya sudah hampir dibanjiri air mata jika tidak dia tahan."Aku merindukan Ayah," lirih Navier. Dia menghambur ke pelukan ayahnya yang kini sudah tidak sempur