Ponsel Niko terus saja berdering, tapi pria itu masih terlelap di bawah selimut yang sama dengan istrinya.Waktu sudah siang tapi keduanya masih begitu lelap.Bahkan tak ada yang terusik sama sekali karena deringan yang cukup keras dari ponsel Niko.Wajar saja, karena keduanya kelelahan setelah memeras keringat dalam memadu kasih.Hingga satu jam kemudian Ranti pun terbangun, dia melihat jendela yang masih tertutup tirai sudah di tembus cahaya yang sangat terang.Ranti menyimpulkan bahwa hari sudah siang.Dengan rasa penasaran dia pun melihat jam dinding.Ternyata sudah pukul 12:30 wib.Sungguh sangat mencengangkan sekali bukan?Dia bangun di saat hari sudah siang, jadi wajar saja perutnya sudah keroncongan dan minta untuk di isi.Mungkin juga selain karena sinar matahari pagi dia juga merasa terganggu dengan perutnya yang kelaparan itu.Kemudian dia pun melihat Niko yang masih terlelap di sampingnya.Dia bisa mengingat dengan jelas saat mereka saling berbagi kehangatan, rasanya kini
"Kamu kenapa?" tanya Niko saat melihat wajah Ranti yang sangat pucat.Kini Ranti duduk di ranjang sambil memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing itu."Lapar banget," Ranti memegangi perutnya terus-menerus dia benar-benar merasa tak baik-baik saja. Kelelahan bercampur kelaparan hingga membuatnya menjadi demikian.Seharusnya tak perlu lagi Niko bertanya setelah melihat wajah Ranti yang sepertinya cukup pucat itu.Karena penyebabnya adalah Niko sendiri."Kita makan dulu," Niko pun melihat jam dinding.Wajar saja Ranti kelaparan karena ini sudah lewat waktu siang.Sebab saat mandi pun cukup memakan waktu yang panjang.Lagi-lagi Niko yang menjadi penyebabnya, entah mengapa sejak merasakan kenikmatan itu kini dia menjadi candu dan menginginkan terus menerus.Sampai-sampai lupa jika Ranti juga butuh makan."Aku nggak kuat jalan, aku lapar sekali," kata Ranti lagi."Tunggu di sini kalau begitu."Tidak mungkin Niko membiarkan Ranti kelaparan, lagi pula wanita itu bisa jatuh sakit nantin
Kini sudah sampai dikediaman Dion, setelah memarkirkan mobilnya Niko pun melihat ke sampingnya.Ranti sudah terlelap di sana.Membuat Niko tak tega untuk membangunkan wanita itu.'Setelah hari ini kamu akan terus ikut kemanapun aku pergi, aku tidak mau punya keluarga yang hancur seperti keluarga ku,' batin Niko.Dia demikian karena ingin memiliki rumah tangga yang harmonis, tak membuat anaknya kelak merasakan yang dia rasakan.Hingga Niko pun turun dari mobil kemudian dia membuka pintu mobil kembali bermaksud untuk mengangkat Ranti yang masih terlelap, dia tak tega membangunkannya.Sehingga ini adalah keputusan tepatnya.Namun saat itu Ranti pun terjaga, membuat Niko pun mengurungkan niatnya untuk mengangkat Ranti."Kamu sudah bangun?""Iya, aku bisa jalan. Malu tau, kalau diliatin orang," jawab Ranti."Ya, sudah," Niko pun mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Ranti."Seharusnya aku tidak perlu ikut, untuk apa aku ke sini. Lebih baik tidur di rumah saja," gerutu Ranti.Sebab, Rant
Degh!Raya pun mematung di depan pintu, dia hendak keluar dari rumah untuk membelikan obat untuk Nia seperti yang diperintahkan oleh Niko.Namun, saat kakinya hendak melangkah keluar malah melihat seseorang yang cukup membuatnya menjadi trauma.Reza.Reza berdiri di sana menatap Raya juga.Raya yang shock pun menjatuhkan kunci mobilnya, dia bahkan lupa mengambilnya kembali."Reza," kata Barra yang baru saja menginjakkan kakinya di ambang pintu.Reza pun kini beralih melihat Barra yang menyebutkan namanya."Om," Reza pun tersenyum sambil sedikit menundukkan kepalanya."Kamu sudah bebas?" tanya Barra lagi.Sebenarnya dia tak perlu lagi untuk bertanya, karena tentu saja dia sudah tahu.Karena dia yang sebenarnya membebaskan Reza, itupun karena perintah dari Dion.Sedangkan Dion melakukannya karena kasihan pada Bunga yang terus saja memikirkan Reza yang sudah cukup lama berada di balik jeruji besi.Awalnya Dion sudah membebaskan Reza, tapi Reza menolak karena merasa dirinya pantas untuk m
Kini baru Reza tahu sakitnya saat anaknya sendiri tak mengetahui siapa Ayahnya sendiri.Lagi-lagi Reza meyakinkan dirinya bahwa hukuman ini sangat pantas dia dapatkan untuk seorang Ayah yang sudah menjadi penjahat untuk anaknya sendiri.Andai pun suatu hari nanti Zaki tahu siapa dirinya, Reza yakin anaknya akan sangat menyesal karena memiliki Ayah sejahat dirinya.Menyedihkan?Tentu, seiring dengan penyesalan yang tidak hentinya.Kini Reza pun melihat Nia yang juga terus melihatnya sejak tadi.Nia melihat Reza dengan perasaan was-was, dia takut Zaki kembali menjadi korban.Apa yang dilakukan oleh Reza meninggalkan rasa trauma yang begitu mendalam di hati Nia.Sehingga, dia tak bisa melupakan semuanya dengan begitu saja."Nia, aku benar-benar minta maaf. Aku tahu ucapan maaf ku tak akan bisa membuat keadaan menjadi baik-baik saja. Tapi, aku sungguh menyesal. Dan, Zaki tidak akan pernah tahu siapa aku yang sebenarnya. Aku juga tidak mau dia malu karena memiliki Ayah seorang narapidana,"
Nia tidak tahu mengapa bisa Bunga malah memohon seperti ini pada dirinya yang tidak ada hak untuk memberikan keputusan.Dirinya merasa hanya orang lain, sekalipun menantu di keluarga tersebut.Tetap saja tidak ada kekuatan yang membuatnya mengambil keputusan untuk hal seperti ini.Lantas mengapa bisa Bunga mintanya untuk membuat Reza tetap tinggi di rumah itu?Ini sangat diluar pikiran Nia selama ini."Mama, ayolah. Jangan begini."Nia pun mencoba untuk membuat Bunga tidak memohon padanya.Tetapi sulit sekali, karena Bunga tetap saja memohon padanya tanpa hentinya.Membuat Nia semakin merasa tidak enak hati saja."Mama mohon Nia," pinta Bunga tidak ada hentinya.Nia pun melihat raut wajah Dion, dia tak tahu apa yang kini di pikiran suaminya tersebut.Tapi dia benar-benar merasa takut, apa lagi Bunga mengatakan ingin menghabiskan masa tua bersama keluarganya.Dia sudah menganggap Bunda sama dengan Ibu kandungannya Farah.Sehingga sulit sekali saat keadaan yang seakan siap membuatnya ha
Suasana malam ini benar-benar berbeda dari biasanya.Tentunya karena kini semua sudah berkumpul kembali.Terutama Bunga yang tak hentinya tersenyum melihat wajah-wajah keluarganya yang kini tengah duduk di kursi meja makan untuk menikmati makanan malam ini setelah lama tidak seperti ini.Tapi tiba-tiba saja wajah Reza tampak seperti ada kesedihan yang mendalam.Padahal sebelumnya terlihat baik-baik saja.Tangannya hanya memegang dua sendok makan.Terdiam dengan pikirannya yang jauh melayang entah kemana."Reza."Panggilan itu membuat Reza pun tersadar dari lamunannya.Melihat wajah wanita paruh baya yang baru saja memangginya.Tampak jelas Bunda begitu menyayangi dirinya, padahal Papanya hanyalah anak angkat.Mungkin pada dasarnya Bunga memang memiliki hati yang baik dan lembut."Ya, Oma," jawab Reza."Kamu tidak bahagia berkumpul dengan Oma ataupun yang lainya?" tanya Bunga.Reza pun meletakkan sendok di tangannya agar berfokus melihat Bunga.Karena itu sangat tidak mungkin, Reza bah
Raya masih terdiam duduk di dapur, pikirannya hanya ada kekacauan yang melanda.Mengingat Reza sudah kembali ke rumah tersebut, lantas bagaimana dengan dirinya yang masih berada di sana?Raya tak mungkin terus berada di rumah itu, bagaimana mungkin tinggal satu atap dengan pria yang sudah akan berpisah.Keputusan terbaiknya adalah pergi secepat mungkin.Hingga Raya pun tersadar dari lamunannya saat melihat ada seseorang yang duduk saling berhadapan dengan dirinya.Raya pun tertegun melihat pria yang tak lain adalah Reza.Tapi apakah yang akan dibicarakan oleh Reza?Dirinya yang tak tahu malu?Dirinya yang diminta untuk segera meninggalkan rumah ini?Adakah kalimat cacian yang nantinya dia dengar?Entahlah.Raya akan menunggu dan mendengarkan semua yang akan dikatakan oleh Reza, dia tak akan berdebat sama sekali.Lelah rasanya terus berdebat dalam masalah yang tidak ada hentinya, berdamai dengan keadaan adalah solusi untuk hidup lebih tenang.Jika pun ada kalimat cacian maka itu tidakl
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan