"Sedang apa?" tanya Kiara saat melihat Raya berada di dapur.Setelah menidurkan Dila dia pun segera ke dapur karena ingin membuat secangkir teh hangat, setiap akan tidur dia merasa ingin minum teh hangat terlebih dahulu.Sebab, itu bisa membuat tidurnya lebih baik."Aku sedang membuat teh hangat," Raya pun menunjukan teh yang sedang dibuatnya."O, begitu," Kiara pun mengangguk mengerti."Ada pekerjaan yang aku bawa pulang, karena laporan ini harus selesai besok siang. Jadi, sepertinya aku akan begadang," jelas Raya lagi."Iya, tapi ngomong-ngomong soal pekerjaan. Kamu kok bisa dapat kerjaan di kantor, Tuan Dion? Aku juga butuh tempat magang. Kira-kira bisa nggak, ya aku masuk di sana?" tanya Kiara."Kamu masih kuliah?" tanya Raya yang tidak mengetahuinya."Iya.""Aku kira kamu cuma kerja aja," kata Raya lagi."Nggak, justru aku kerja buat nyari uang kuliah. Aku juga udah nganggur setelah selesai sekolah, karena harus ngumpulin biaya kuliah dulu," ujar Kiara."Wah, hebat ya, kamu. Mend
Maaf teman-teman semuanya, namanya Mama Dion dari Bunga berubah ke Sarah, kayaknya karena sempat libur nulis jadi kelupaan.Dan, revisi juga belum ada waktu, nulis juga harus nunggu bocil tidur dulu. Kadang kejar-kejaran sambil gendong bayi juga, jadi nama Bunga, di jadikan. Sarah Bunga melati aja, ya, hehehe, love you semuanya. Dan, selamat menantikan kisah cinta yang tak kalah menguras emosi juga air mata. Love you pembaca setia aku.***"Aku nggak ngerti kenapa coba, si tua itu terus ngejar-ngejar aku? Apa aku terlihat sangat tua juga seperti dia, sehingga dia merasa aku dan dia cocok? Jijik banget, sih."Kiara terus saja menatap tampilan dirinya pada pantulan cermin.Sejak tadi dia tak hentinya berbicara pada dirinya sendiri, semua itu karena Chandra Winata.Seorang pria aneh dan menurutnya sangat menjijikkan.Bagaimana bisa dia yang masih muda dan cantik malah di sukai oleh Om-om.Sampai saat ini pun Kiara belum juga bisa menerima itu semua, menurutnya sial sekali jika harus ber
"Aku pikir-pikir kita sudah sangat jauh, bahkan hampir memakan waktu 2 jam perjalanan. Tapi, kenapa belum juga sampai. Sebenarnya kita akan pergi ke mana?" tanya Dion yang akhirnya bersuara.Sebab dia juga mulai bosan, terus berada di dalam mobil yang rasanya tanpa tujuan itu."Kau tidak sedang mengerjai aku?" tanya Chandra yang juga ikut menimpali."Sudah sampai," Niko pun menepikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup sederhana.Dion dan Chandra pun melihat ke arah luar."Kita ke sini?" tanya Chandra yang masih belum mengerti apa-apa."Iya," Niko pun mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Chandra."Ini rumah siapa?" tanya Dion yang tak kalah penasaran."Rumah orang pintar," jawab Niko lagi."Orang pintar?" Chandra dibuat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Niko barusan, "kenapa harus ke sini?" tanya Chandra lagi."Karena, dia bisa membuat, wanita yang kau sukai itu jadi mengejar-ngejar mu!""Apa kita orang bodoh?" Dion pun belum bisa mengerti dengan ini semua, sehin
"Ini ide mu, bodoh! Seharusnya, sejak awal aku tidak percaya!" kesal Chandra."Jangan begitu, namanya juga usaha. Untuk mendapatkan sesuatu yang maksimal itu butuh usaha yang keras, gagal itu biasa. Artinya kau harus lebih keras dalam berjuang," jawab Niko."Berjuang dalam mencari orang pintar lainya?" tanya Dion.Kemudian Dion pun kembali tertawa, bagaimana tidak tertawa. Keadaannya memang aneh, bahkan sampai menemui orang pintar seperti ini.Padahal orang pintar yang mereka temui juga sangat aneh."Dari mana kau punya ide seperti ini? Dasar gila," gerutu Chandra."Ini ide terbaik dari ku, mau lanjut tidak? Namanya usaha, mana tau berhasil," kata Niko dengan wajah serius.Karena tahu Chandra sangat menyukai Kiara, sehingga mungkin saja memilih untuk tetap mencoba hingga akhirnya tuntas."Kalau lanjut kau harus membawa hati semut," Dion pun menimpali, dia hanya sedang mengingatkan apa yang dikatakan oleh orang pintar barusan."Kalau lanjut, artinya kalian siap untuk jadi orang bodoh!"
Kini Niko pun pergi menuju rumah sakit, itu adalah rumah sakit miliknya yang baru saja diresmikan pada beberapa hari yang lalu.Susah payah Niko mendirikan rumah sakit tersebut, dan setelahnya kini merasa begitu lega.Meskipun tidak terlalu besar, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri baginya yang sudah bisa membuat lapangan pekerjaan bagi tenaga kesehatan.Awalnya dia berencana untuk hari ini tidak datang ke rumah sakit, akan tetapi dia pun tak ingin pusing memikirkan keinginan Mamanya untuk menikah.Anggap saja itu hanya angin lalu pikirannya, sebab dia memang tak mau.Ataupun mungkin saja Widia hanya sekedar mengatakan keinginannya tanpa memaksakan kehendaknya.Tok tok tok.Suara ketukan pintu pun terdengar, Niko yang duduk di ruang direktur rumah sakit pun melihat arah pintu.Hingga sesaat kemudian pintu pun di dorong dari luar.Tampak seorang pria yang masuk."Permisi, Dok. Saya boleh masuk?" tanya pria tersebut yang tak lain adalah seorang perawat."Iya, silahkan," Niko pun memp
Niko pun melihatnya, ternyata Widia mengirimkan sebuah gambar yang mana darah tengah mengalir dari tangannya.Sedangkan ada benda tajam juga yang tergeletak asal di dekat Widia.Keadaannya masih sadar, sedangkan wajahnya pun mulai pucat.Niko yang panik pun cepat-cepat menghubungi Widia.Tetapi panggilan tidak di jawab sama sekali, membuat Niko memutuskan segera pulang ke rumah."Niko!" panggil Dion.Dion dan Chandra bingung melihat wajah Niko yang kini berubah panik setelah melihat ponselnya.Bahkan langkah kaki Niko pun tampak sangat terburu-buru."Niko!" seru Chandra juga.Tetapi Niko sudah berlari dan pintu pun tertutup dengan sendirinya."Ada apa dengan dia?" tanya Dion yang benar-benar sangat penasaran akan Niko saat ini."Sepertinya dia sedang ada masalah serius, seperti yang kita tahu selama ini. Dia itu sulit sekali bersikap seperti saat ini. Jika, bukan karena ada sesuatu masalah yang serius," jawab Chandra."Kau benar, tapi aku tidak tahu apa masalahnya. Sebaiknya kita susu
Selama ini hubungan antara Widia dan Niko sangat renggang, semua itu karena keadaan yang memang begitu menyulitkan.Hingga kini Widia ingin memperbaiki semuanya, dia ingin sekali melihat Niko bahagia."Mama, mohon. Kamu harus menikah, Mama tidak menuntut kamu harus menikah dengan siapa. Karena, siapapun pilihan mu. Mama, bisa terima. Yang tidak bisa, Mama terima. Kamu harus hidup sendiri karena, Mama dan Papa," kata Widia.Suara Widia terdengar bergetar, air mata menetes dengan sendirinya dari pelupuk matanya.Perasaan kacau tak dapat dielakkan, hanya ingin membuat putranya Niko sadar bahwa tidak semua pernikahan itu buruk."Yang seharusnya menjadi pertanyaan, Niko. Kenapa, Mama melakukan hal ini? Kenapa, Mama ingin mengakhiri hidup, Mama?" tanya Niko yang ingin tahu dengan jelas alasan Widia, hingga bisa begitu nekat."Mama, malu. Mama, malu sama kamu. Mama, merasa bersalah. Kamu menjadi trauma berumah tangga. Karena, Mama. Tidak seharusnya kamu menjadi seperti ini, Mama berdosa," ja
Bibir Widia bergetar dengan wajah pucat masih tampak jelas, pikiran kacau seiring dengan rasa bersalah yang tak kunjung sirna dari pikirannya.Merasa gagal menjadi seorang Ibu untuk putra semata wayangnya.Menjadikan dirinya dihantui oleh rasa bersalah yang kian semakin hebat.Membuat Niko pun akhirnya menyetujui keinginan Widia untuk menikah.Meskipun sebenarnya Niko juga tidak yakin untuk hal satu ini."Niko, nggak punya pacar, ataupun wanita yang bisa, Niko jadikan istri. Niko, terima saja perjodohan itu. Asalkan menurut, Mama yang terbaik, Niko terima," jawab Niko.Pasrah saja pada keadaan, Niko tak berharap banyak saat ini.Keinginannya hanya ingin melihat Widia tetap hidup tanpa rasa bersalah yang begitu dalam.Widia pun tersenyum lega, sungguh dia sangat bahagia dengan jawaban Niko.Putra tunggalnya itu akhirnya mau untuk menikah juga.Sejujurnya Widia tak mau memaksa putranya untuk menikah dengan wanita pilihannya, akan tetapi Niko yang juga sudah menyerahkan itu semua padanya