"Mbak Asih, ada, Mas Barra!" seru Nilam."Ya, ampun, Nilam. Bisa tidak berbicara dengan suara pelan?"Asih sedang sangat pusing, mencari keberadaan ponselnya di tambah masalah yang ada.Dan Nilam juga seperti mengajaknya untuk berperang dengan mengeluarkan suara nyarinya.Sungguh membuat Asih semakin stres saja."Hehe, maaf. Tapi, di luar ada, Mas Barra.""Untuk apa dia kesini?""Mengembalikan ponsel milik mu," Barra pun muncul di belakang Nilam.Nilam pun segera pergi karena ternyata Barra sudah masuk ke ruangan tersebut."Ponsel?" Asih pun terdiam sambil menatap ponselnya yang berada di tangan Barra."Terjatuh di mobil.""Terima kasih, aku juga sedang mencarinya. Aku kira dimana, terima kasih sudah mengantarkan," Asih pun berjalan ke arah Barra dan mengambil alih ponsel miliknya dari tangan Barra.Asih merasa sedikit lebih baik, karena sudah menemukan sesuatu yang sangat dia sayangi tersebut.Tapi, Asih bingung apakah Barra melihat isi ponselnya?Ah, sepertinya tidak, karena ponselny
Asih benar-benar tidak mengerti dengan keadaan ini, jika terus saja sikap Barra seperti ini bagaimana dia bisa meminta untuk segera bercerai.Rasanya Asih sudah sangat kehabisan tenaga untuk menghadapi semuanya, cara pertama dia sudah menyerah karena melihat kemarahan Barra yang begitu mengerikan.Sekarang dia memakai cara keduanya, dan malah reaksi seorang Barra pun berbeda.Sedangkan di sisi jalan sana sepertinya ada seorang pria yang melihat ini semua.Sebelumnya saat di lampu merah pria itu penasaran kemana Asih dan Barra akan pergi."Kurang ajar wanita itu, dia malah ke sini dengan suaminya itu," Sandi yang mengikuti sampai di rumah orang tua Barra pun merasa kesal.Sebab, merasa dirinya seakan di bodohi habis-habisan oleh seorang wanita seperti Asih.Saat ini mereka ada janji bertemu, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.Asih memilih untuk pergi bersama dengan Barra dari pada dengan dirinya.Sandi pun langsung saja menghubungi Asih melalui sambungan telepon seluler miliknya, d
Awalnya Asih berpikir jika Barra hanya sekedar berbasa-basi, ternyata tidak. Karena, benar saja. Beberapa saat kemudian Barra kembali dengan membawa secangkir teh hangat untuknya."Minumlah, aku merasa kamu sedikit pucat. Mungkin setelah ini bisa menjadi lebih baik."Asih pun mengangguk lemah, kemudian meneguk teh yang di berikan Barra padanya.Ini benar-benar di luar akal sehat seorang Asih, dia sepertinya tidak habis pikir dengan Barra yang menjadi begitu baik padanya."Apa, sudah lebih baik?" tanya Barra.Lagi-lagi Asih hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala saja, perlakukan Barra sulit untuk bisa di terima dengan akal sehat.Namun, bagaimana pula menepis keadaan ini."Asih, bisa tidak aku sedikit meminta kepada mu untuk tidak memanggil nama ku di depan, Bunda. Karena, dia tidak suka dengan gaya seperti itu," kata Barra lagi.Asih pun menatap wajah Barra, tampaknya dia sedikit bingung dengan maksud dari suaminya tersebut.Suami?Ya, suami yang terpaksa harus terjadi karena adan
Selesai makan malam Asih pun bergegas untuk membersihkan meja makan, tapi saat itu tiba-tiba saja ada tangan yang mencegahnya."Biar, Bibi atau Ranti saja yang membereskannya," kata Barra.Asih pun cepat-cepat melepaskan tangannya dari tangan Barra."Tapi, aku suka melakukan pekerjaan ini," kata Asih."Tidak perlu, biarkan, Ranti aja, Kak. Pengantin baru nyantai aja," Ranti pun menimpalinya.Asih semakin tidak karuan, rasanya tidak mudah untuk dimengerti. Tapi, keadaannya saat ini benar-benar tidak karuan."Sudah-sudah, jangan di pikirkan. Ada, Bibik," kata Tias yang juga akhirnya berbicara, "kamu, istirahat saja," lanjut Tias lagi."Lebih baik kalian istirahat, sekalian. Bunda, biar cepat punya cucu," kata Tias sambil cekikikan.Asih pun tersenyum kikuk mendengar apa yang dikatakan oleh mertuanya itu.Cucu?Waw, membuat tegang saja."Ayo, kalian ke kamar aja. Ranti, juga nggak sabar pengen punya ponakan," celetuk Ranti sambil cekikikan.Wajah Asih benar-benar memerah karena tak dapat
"Hay," sapa Kiara saat melihat wajah Asih."Kamu udah lama nyampe?" tanya Asih."Baru aja, kamu dari mana? Kayaknya baru dari luar?" tanya Kiara."Iya, semalam aku tidur di kosan, Nilam," jawab Asih.Asih tak mungkin mengatakan jika dirinya semalam tidur di rumah orang tua Barra.Karena itu sangat membuat pertanyaan besar nantinya, lagi pula itu hal yang masih dia tutupi sampai saat ini.Dia juga tidak tahu harus berbohong seperti apa lagi pada Kiara.Hingga Barra pun memarkirkan mobilnya, sesaat kemudian pria itu pun turun dari mobilnya."Selamat, pagi," sapa Kiara yang kini malah melihat Barra."Iya, pagi," jawab Barra.Kiara terus saja tersenyum pada Barra, sedangkan Asih kini membaca pesan yang di kirimkan oleh Sandi."Kiara, aku langsung ke toko dulu. Ya," pamit Asih.Kemudian dia pun beralih melihat Barra, tersenyum kecil pada pria itu.Asih turun dari mobil Barra saat di persimpangan jalan, kemudian terlebih dahulu sampai di rumahsedangkan Barra menyusul menuju rumah setelah m
Setelah pulang dari taman kota bertemu dengan Sandi, Asih langsung menuju toko.Dia tampaknya tak bersemangat dalam melakukan hal apapun, bahkan saat ini pun dia hanya duduk diam sambil menatap pas bunga di hadapannya.Pikirannya yang melayang jauh seakan ikut membawanya pergi juga, bersama banyaknya masalah yang tengah di hadapinya.Ting!Ponselnya pun bergerak, dia pun melihat nama Barra di sana.Mungkin ini adalah untuk pertama kalinya dia menerima pesan dari pria yang tak lain adalah suaminya.Mungkin tepatnya, suami rahasia.Tapi Asih pun langsung saja membaca isi pesan tersebut.[Kamu sedang apa? Aku jemput ke toko, kita makan siang bersama. Untuk ucapan terima kasih, karena, kamu sudah mau menginap di rumah, Bunda tadi malam] Barra.Asih pun menggaruk alis matanya, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.Tapi, semakin lama sikap Barra semakin jauh berbeda.Pria itu terlihat sangat baik dan membuatnya semakin kebingungan saja.Tapi, sesaat kemudian Asih pun memilih untu
"Ketawa aja terus, kamu seneng banget kayaknya kalau ngebully aku!" "Sedikit.""Nah, 'kan? Udah, ah. Mendingan aku nambah.""Kamu, nggak takut lebih gemuk dari ini? Makan banyak sekali," kata Barra."Nggak papa, yang penting sehat dan aku kenyang. Sama, satu lagi. Aku nggak gemuk. Aku itu montok!" papar Asih."Kamu itu gemuk, banyak lemak yang terdapat di tubuh mu!" "Nggak, aku montok. Body bohay, rasa aduhai," jelas Asih sambil memperlihatkan bentuk tubuhnya pada Barra.Kemudian dia pun kembali duduk."Ya, ya, terserah kamu saja, aku ngalah," jawab Barra tanpa ingin membantah sama sekali."Itu bukan mengalah, tapi aku mengatakan yang sebenarnya!""Iya, aku bilang aku ngalah. Aku waras," kata Barra lagi dengan santainya."Maksudnya aku nggak waras?" kini Asih yang menatap Barra dengan kesal."Hehe," Barra pun terkekeh melihat wajah kesal Asih, "aku tidak bilang begitu, itu kamu yang ngomong."Membuat Asih pun memilih untuk kembali fokus pada makannya.Karena, sulit sekali untuk memb
Ting!Barra pun melihat ponselnya yang berbunyi, kemudian di pun tersenyum saat melihat sebuah foto yang dikirimkan padanya.[Kau lihat? Itu istri mu] Sandi.Barra tersenyum membaca pesan yang dikirimkan berikut dengan foto Asih dan Sandi yang berpegangan tangan dengan eratnya.Barra pun membalasnya dengan mengirimkan sebuah foto yang tak kalah mencengangkan, tepatnya saat menginap di rumah Bundanya.Diam-diam Barra mengambil foto Asih saat sedang tidur, bahkan dengan dirinya yang juga berada dalam selimut yang sama.Sesaat kemudian Barra pun langsung melihat panggilan masuk.Dia benar-benar merasa lucu, sebab Sandi langsung saja ingin berbicara dengan dirinya.Barra pun memilih untuk menjawabnya, meskipun merasa sangat tidak penting."Aku akan membuktikan bahwa, Bunda mu akan mati perlahan, setelah tahu kamu dan Asih hanya berpura-pura menjadi suami istri!" kata Sandi secara langsung dari seberang sana."Benarkah?" tanya Barra dengan santainya.Lagi pula bukankah Tias sudah tahu seja