"Mas!" Nia berlari dengan secepat mungkin, tetapi percuma saja. Karena mobil yang dikendarai oleh Dion sudah melesat jauh.Membuat Nia mendesus dan hanya melihat dari kejauhan dengan tatapan nanar.Kecewa dan kesal begitu terasa, sebab sejak beberapa hari ini bahkan untuk bertemu dengan Dion saja begitu sulitnya."Kamu ngapain ngejar suami saya?" Tanya Karina yang berdiri tidak jauh dari Nia.Nia baru menyadarinya, mungkin terlalu fokus pada tujuannya untuk bertemu dengan Dion membuatnya tidak menyadari sekiranya sekalipun Karina."Dion, juga suaminya Nia!" Kata Bunga yang menimpali dengan cepat.Membuat Nia dan Karina pun meliriknya tetapi Bunda terlihat biasa saja."Ma, Dion itu suaminya Karina!" Tegas Karina tidak ingin mengalah sama sekali, bahkan sengaja mengucapkannya agar Nia mendengarnya."Ahahahhaha," Bunga pun tertawa mengejek sebelum akhirnya berlalu pergi.Kini Karina yang beralih menatap Nia, menatap penampilan wanita itu dari atas sampai bawah dengan remeh.Setelah itu K
Perasaan yang tak menentu membuat Nia ingin mencari sedikit ketenangan jiwa, membuat langka kakinya membawanya menuju kamar Dila.Sudah berhari-hari tidak bersama seperti sebelumnya, membuat Nia merasakan rindu yang begitu mendalam.Mungkin hanya sekedar melihat senyuman manis putri sambungnya itu bisa membuatnya sedikit lebih baik.Itulah yang kini diharapkan oleh Nia, lebih baik lagi jika bisa memeluk dengan penuh kehangatan hingga bisa membuat rindunya sedikit terobati.Satu atap namun tak pernah bisa seperti dulu, semuanya karena kembalinya Karina di hidup Dila dan juga Dion."Ada apa?" Tanya Karina.Nia terpaksa menghentikan langkah kakinya saat dirinya bertemu dengan Karina yang baru saja keluar dari kamar Dila tanpa sengaja.Nia hanya diam tanpa kata, melihat daun pintu yang kian tertutup rapat seiring dengan tarikan yang dilakukan oleh Karina.Hingga akhirnya Nia tidak dapat melihat ke dalam sana sama sekali."Anak saya sudah tidur, jangan ganggu dia!" Kata Karina lagi."Tapi-
Kebahagian kini sudah hilang semenjak Karina kembali, Nia seakan tidak lagi berarti. Mengapa semuanya menjadi serumit ini, benar-benar menyayat hati.Posisi Nia benar-benar tersingkir tanpa ada kesempatan apa lagi sebuah kepastian.Jika mungkin dirinya hanya orang lain bagi Dion lantas bagaimana dengan janin di rahimnya, apakah Dion tidak yakin jika itu adalah anaknya.Bahkan Nia tidak menyangka bisa terjebak dalam luka ini lagi.Manisnya kenangan bersama seakan hanya menjadi duri yang siap menusuk setiap langkah kaki yang di pijak.Berhari-hari sudah berlalu, Nia merasa semakin tersiksa.Apakah mungkin dirinya benar-benar tidak berarti sama sekali, jika memang demikian maka mungkin lebih baik Nia pergi saja.Biarkan saja Dion bahagia bersama dengan istri yang dicintainya itu, sedangkan Dila pun sudah tidak membutuhkan dirinya lagi.Nia hanya ibu sambung, kini sudah tidak diinginkan lagi kehadiran lantas untuk apa Nia masih bertahan di rumah itu.Akhirnya siang ini memutuskan untuk me
Nia menahan sesak di dada, di nikahi dengan terpaksa dan harus pergi pula dengan terpaksa. Setelah hari ini Nia berjanji akan menutup hatinya untuk siapapun termasuk Dion.Meskipun Nia sadar tidak mungkin Dion akan mencarinya lagi, semuanya sudah cukup jelas.Perpisahan ini pun akan segera terjadi, berakhir tanpa sisa.Tanpa rasa selain rasa sakit dengan luka yang luar biasa.Datang dengan air mata, pulang juga demikian pula. Semuanya hanya semu, kebahagiaan sesaat yang tidak pernah ada.Seharusnya Nia sadar sejak awal akan dirinya yang hanya orang asing di kehidupan Dion, begitu dengan selanjutnya dan selamanya.Namun apa? Nyatanya Nia malah mudahnya percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion, seakan meyakinkan akan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan kedepannya.Seharusnya Nia bertanya pula apakah ada cinta untuknya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk hidup bersama.Sebelum menghancurkan dinding pembatas di antara keduanya.Namun tidak, Nia malah memutuskan dengan mudahnya,
Setelah sampai di rumah Ibunya, Nia langsung turun dari mobil."Terima kasih Mas."Nia pun langsung turun dari mobil Niko, sementara Nika langsung pergi karena tidak ingin banyak bertanya menimbang Nia yang tampaknya begitu terluka.Bagaimana pun seseorang tentunya membutuhkan waktu untuk sendiri, itulah yang dilakukan oleh Niko.Kecuali Nia sendiri yang membutuhkan, ataupun meminta dirinya untuk mendengarkan sebuah luapan perasaan.Namun tidak, sehingga keputusannya untuk pergi dengan segera adalah hal yang tepat.Sementara setelah Niko pun pergi kini Nia menatap rumah sederhana milik Ibunya, perlahan kakinya melangkah masuk dengan menggedong Zaki dan juga tas yang ada di tangannya berisi pakaian.Nia pun melihat Farah yang sedang menjahit sesuatu di ruang tamu, hingga akhirnya Farah pun tersadar bahwa Nia mendatangi kediamannya.Hanya saja tidak seperti biasanya yang ditemani oleh Dion, bahkan wajah Nia pun tampak begitu murung.Membuat perasaan Farah pun semakin tidak karuan saja.
"Nia, sadar Nia!" Farah memangku kepala Nia, kemudian menepuk-nepuk pipi Nia dengan panik.Sesaat kemudian mata Nia pun terbuka dan melihat Farah."Bu, apa Nia belum mati?""Nia, kamu bicara apa?" Farah menggeleng dan takut kehilangan anaknya.Farah sangat menyayangi Nia, sudah cukup dirinya kehilangan suaminya.Farah tidak lagi bisa kehilangan Nia.Farah sangat takut dengan segala pikirannya yang begitu buruk."Kamu harus tetap kuat demi anak-anak mu, mereka berhak hidup Nia.""Nia udah nggak sanggup Bu, Nia nggak sanggup lagi menahan sakit seperti masa lalu Nia yang penuh penderitaan Bu. Kenapa harus Nia, Bu. Kenapa harus Nia ya g merasakan sakit ini Bu," tanya Nia dengan putus asa.Rasanya tidak ada lagi cahaya kehidupan yang berpihak pada dirinya, mengapa semuanya harus sesakit ini."Nia, kamu tidak boleh bicara begitu. Ada Ibu yang akan selalu mendukung mu, kita hadapi semuanya bersama, ibu mohon jangan begini. Mana Nia ibu yang dulu? Yang kuat, hebat dan pantang menyerah? Kamu b
Akhirnya hari ini Dion pun kembali pulang ke tanah air, namun satu hal yang membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas.Nia telah pergi dari rumah dan penyebabnya adalah Karina.Kemarahan pun tidak dapat ditahan, rasanya begitu lancang mengusir Nia yang tak lain adalah istri sahnya juga."Kenapa kau mengusirnya?" Tanya Dion.Dion kembali ke rumah dengan perasaan rindu terhadap Nia, sebab selama ini dirinya sendiri sibuk dengan pekerjaannya dan juga memikirkan anaknya.Kembalinya Karina membuatnya bingung untuk memilih siapa diantara keduanya, di satu sisi Dion menginginkan Nia tetap bersamanya.Tetapi di sisi lainnya Dion pun melihat Dila yang merasa bahagia setelah Karina kembali di tengah-tengah keluarga mereka yang sudah perlahan membaik karena kehadiran Nia.Sehingga Dion benar-benar berada dalam dilema yang cukup besar, membuatnya sejenak diam dan berusaha untuk menjauhi keduanya berharap ada jalan terbaiknya.Sebab Dion tidak ingin berpihak pada salah satunya, menimbang Karin
"Kenapa sih, kalian semua cuman bisa nyalahin aku? Terutama itu kamu, dari dulu sampai sekarang masih saja sama. Gimana aku mau betah berlama-lama berada di lingkungan keluarga kamu?" Tanya Karina.Karina berharap Dion bisa mengerti akan dirinya yang juga butuh sesuatu yang bisa membuatnya lebih nyaman.Membebaskan banyak hal pada dirinya yang juga lelah jika terus terkurung dalam rumah tangga yang begitu membosankan.Tidak ada waktu untuk bisa menjadi diri sendiri, memanjakan diri.Sementara bukankah tujuan menikah itu adalah untuk kebahagiaan, lantas di mana dengan kebahagiaan yang seharusnya di dapatkannya setelah menikah dengan Dion.Pada kenyataannya dirinya hanya menjadi seorang ibu dan juga mengurus rumah tangga.Sungguh sangat tidak mungkin bagi Karina untuk bisa mengikuti semua aturan tersebut."Apa maksudmu?" Tanya Dion yang mendengar dengan jelas saat Karina seakan menyalakan Bunga yang padahal adalah ibunya sendiri."Aku hanya mengatakan apa yang terjadi, kamu sadar tidak?
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan