Hai! Komentarnya dong biar Othor semangat ngetik. uploud lagi nanti siang ya, Othor mau ngajar dulu. Masihkah ada yang menunggu cerita ini?
Part 108 Aira membuka mata karena merasa ada tangan yang mendekapnya erat sekali. Ia menjerit saat wajah Han berada tepat di depannya, membuat lelaki itu terbangun. “Dek, kamu kenapa, Dek?” tanya Han kaget. Aira sudah melompat dan duduk di pojok kamar dengan wajah ketakutan. “Antar aku ke pondok,” katanya sambil menangis. “Aira, jangan sampai Kakak galak dan jahat sama kamu. Diamlah, Aira! Kalau kamu tidak menurut sama Kakak, maka Kakak akan berubah jadi jahat,” ancam Han. Aira tidak peduli. Ia terus menangis. Han bingung, hendak menyakiti Aira, ia tidak tega. Tetapi ia harus mencari cara untuk mengancam anak itu agar diam. Han melihat pisau kecil yang terletak di atas nampan makanan yang dipesan. “Aira, kalau kamu menangis, Kakak akan bunuh diri,” ancamnya sambil meletakkan pisau di atas pergelangan tangan. Melihat itu, Aira ketakutan, antara takut Han benar-benar bunuh diri dan juga takut ia dibunuh juga. “Mandi, ya? Kakak sudah belikan baju untuk kamu,” kata Han sambil mengu
Part 109 Han memegang kening Aira. Panas sekali. Ia jadi bingung. Lagi, diciumnya lembut pipi gadis kecil itu seraya berkata, “Dek, jangan sakit! Kakak takut. Kakak cari obat dulu, ya? Adek tunggu di sini,” katanya. Ia lalu keluar dan kembali mengunci pintu dari luar. Aira yang tahu Han sudah tidak ada, tertatih bangun hendak menyelamatkan diri. Melihat sekeliling mencari celah untuk bisa meloloskan diri. Bagian kanan tempatnya berdiri adalah kolam renang yang dibatasi tembok yang sangat tinggi. Aira jelas tidak bisa memanjat. Ia mengamati tembok itu lama, lalu menangis. Lampu pada bagian kolam renang bersinar terang. Aira berlari ke arah pintu dan pintunya tertutup rapat tidak bisa dibuka. Ia melihat pada sebuah benda yang dia tahu itu telepon. Aira berlari cepat dan mengangkat gagangnya. Namun, ia tidak bisa mengoperasikannya. Mencoba melihat buku panduan di samping lalu membacanya. Han berjalan cepat menuju kamarnya. Ia sudah menemukan cara kemana membawa Aira agar tetap ama
Part 110Dania duduk termenung di samping jendela kamar kosnya. Menatap hujan yang membasahi jalan samping rumah yang ditinggali. Esok adalah waktunya ia mengambil hasil tes DNA. Selama satu minggu, Cika jarang berkirim kabar dengannya. Dania pun tidak terlalu agresif dengan mengirimkan pesan lebih dulu. Semua dilakukan untuk berjaga-jaga. Berjaga dari kemungkinan yang terjadi.Temaram lampu pinggir jalan menambah hening suasana malam.Cika juga belum tidur. Satu minggu ini ia sibuk menata hatinya untuk menghadapi apa yang akan terjadi esok. Bimbang. Salah satu perasaan yang juga hadir dalam hati. Jika hasil DNA yang keluar menyatakan ia bukan anak Ines dan Han, ia harus berpikir untuk pergi kemana.Pintu kamarnya diketuk pelan. Cika siap siaga. Namun, ia tidak terlalu takut karena pembantunya kini tinggal satu rumah.“Cika ....” Suara Kevin dari luar.Cika bangun dari duduknya dan membukakan pintu.“Kamu tidak memakai hijabmu?” tanya Kevin.Cika menggeleng.“Kenapa?”“Aku bukan santr
Part 111 “Kamu mengumpat, Dan? sama dong kayak aku,” celetuk Nona sambil menguap. “Ini komplek perumahan elit, Dania. Kamu kaya berarti ya punya rumah di sini,” kata Samson. “Bang, nanti aku keluar dan Abang awasi dari dalam mobil ya? Aku akan mengajak Han bertengkar dan kalau di sana ada anak kecil, Bang Samson tugasnya merebut anak kecil itu. Pokoknya Bang Samson rebut dia dan bawa ke mobil. Nona, tugas kamu adalah mengamankan anak itu. Ingat, Bang. Masukkan mobil kasih sama Nona.” Dania memberi instruksi. “Nona bisa turun buat bantuin Bang Samson merebut anak itu kalau memang terjadi perdebatan. Kita tidak sedang melakukan kejahatan. Justru kita sedang menyelamatkan seorang anak,” kata Dania. Saat masuk ke pekarangan rumah dengan perasaan yang takut, Dania kaget karena pintunya sudah dalam keadaan dibuka dengan gergaji. Aira sedari turun dari mobil ketakutan, apalagi Han terlihat beringas. Setelah menelpon orang untuk menggergaji pintu rumah Dania, ia menggendong Aira masuk sam
Part 112Iyan tetap tidak bisa tidur. Ia duduk di teras losmen sambil memandang langit yang hitam pekat. "Rani, apa kamu menyalahkan aku dari alam sana? Rani, bantu aku mencari anak kita," ucapnya lirih.Di rumah Iyan, Nusri dan Hanif masih belum percaya jika cucu mereka diculik oleh Han, keduanya menyalahkan Eka dan Iyan yang terlalu ber-suudzon."Aira palingan lagi diajak jalan-jalan. Mereka saja yang berlebihan," kata Hanif."Biarin lah, Pak, nanti juga kalau Aira balik dan dibelikan banyak barang, Iyan dan Eka malu sendiri," sahut Nusri.*Dania menghentikan mobil secara mendadak membuat dua orang yang duduk di belakangnya, kepala mereka terbentur jok depan."Dan, lu apa-apaan sih?" protes Samson sambil mengusap jidat. Pun dengan Nona yang melakukan hal yang sama."Bang, kok dia ditinggalkan sendiri ya? Aduh, kacau ini, Bang. Harusnya dijaga," kata Dania."Lu gak bilang dari tadi," ucap Samson."Iya, Bang, lupa. Habisnya kalian bertengkar melulu sih," kata Dania."Puter balik!" pe
Part 113 Dania masuk ke kamar. Mengambil beberapa foto dan juga KTP pertamanya dulu, lalu masuk ke dalam kamar tempat Han disekap. "Apa kabar, Tuan?" tanya Dania yang melihat Han sudah terkulai lemas. Senyum jahat tersungging di bibir tipisnya. Lelaki itu masih memakai celana pendek. Di luar perkiraan, Han bangun lebih awal. Dania membuka lakban yang menutup mulut Han. "Ke pa rat kamu, Dania! Apa salahku sama kamu ja lang? Kamu memerasku dan aku sudah menuruti semuanya. Kenapa kamu ikut campur urusanku, Bang sat?" teriak Han dengan sisa tenaga yang masih ada. "Bagaimana rasanya semalam? Enak? Ternyata kamu masih be jat, Tuan Han. Masih sama seperti dulu sebagai predator anak," ucap Dania santai sambil berjongkok dengan satu kaki lebih tinggi. Han menatap penuh amarah pada Dania. Lalu pada Samson yang berdiri di kamar itu juga. "Siapa kamu sebenarnya, Jalang?" tanya Han dengan berteriak. Dania tertawa terbahak-bahak. Tawa yang dibuat-buat. "Bagus kalau kamu bertanya seperti itu,"
Part 114Dania berdiri menatap kepergian mobil polisi. Ia memanggil Samson kembali. “Bang, tolong ikuti Aira dan temani dia di sana. Aku ada urusan dulu sebentar,” perintahnya.“Siap, Dan. Kasihan memang dia, Dan, karena kekejaman dari lelaki itu. sebejat-bejatnya aku, tidak akan tega membayangkan atau berkhayal bersetubuh dengan anak kecil. Tapi dia, orang yang terhormat dan mapan dalam segala hal malah menjatuhkan harga dirinya seperti itu,” ucap Samson.“Ya memang seperti itu kelakuan orang-orang kaya, aneh-aneh,” celetuk teman Samson yang masih ada di sana.Dania lalu masuk ke dalam rumah dan mendapati Cika yang terduduk sambil menangis dengan ditemani sama Kevin. Kevin mengusap punggung Cika yang bergerak naik turun. Saat melihat Dania datang, Kevin melihatnya dengan perasaan iba. Ia ingat surat yang ditemukan di bawah kasur tempat tidur Ines.“Mama,” ucap Kevin karena sadar jika ibunya sedang dalam ancaman pidana karena tindakan yang dilakukan di masa lalu. “Cika, aku harus meli
Part 115 Dania sampai di kantor polisi. Ia memakai masker untuk menghindari awak media. Berjalan menunduk karena tidak mau para pemburu berita tahu kalau dirinya ikut terlibat dalam upaya menggagalkan aksi pencabulan yang dilakukan Han. “Silakan masuk ke ruangan penyidik,” kata seorang polisi. “Bolehkah saya menemui Air adulu? Saya takut tidak bisa bertemu dengan Aira setelah ini. Apa dia sudah ada keluarga yang dihubungi?” “Ayahnya memang ada di kota ini sedang mencari dia dan sekarang mereka sudah bertemu,” jawab polisi yang masih muda itu. “Baik, saya boleh kesana?” “Mari, tapi sebentar saja, anda sedang ditunggu untuk memberikan keterangan.” “Iya,” jawab Dania lalu gegas jalan mengikuti polisi yang akan mengantarkannya menemui Aira itu. Terlihat Aira memeluk seorang lelaki erat. Ia berada di pangkuan Iyan dan menyembunyikan wajahnya di dada sang ayah. “Aira,” panggil dania. Aira mendongak dan menghapus air matanya. “Tante,” ucapnya. Dania tersenyum. “Syukurlah kamu sudah