Di sebuah restoran berbintang, Steven sedang duduk makan siang bersama Selena. Steven memakan makanannya dengan tenang dan elegan. Selena yang duduk berseberangan dengannya berusaha memulai perbincangan. Selena mengangkat gelas anggurnya dan mengangkatnya."Mari bersulang, Sayang..."Steven mengangkat gelasnya, tapi bukan gelas yang berisi anggur. Dia mengangkat gelas berisi air minum dan menjentikkannya pada gelas Selena sebelum meminumnya."Kenapa kamu tidak meminum anggurnya?" Tanya Selena setelah menyesap anggurnya."Aku masih harus kembali bekerja. Aku tidak pernah minum saat bekerja, Selena, kau tahu itu." Jawab Steven santai."Baiklah... Sayang, aku dengar perusahaanmu akan mengadakan pesta tahunan besok?""Hmmm...""Apa aku boleh mendampingimu di pesta besok?""Kamu tidak ada acara?""Aku tidak ada jadwal besok.""Hmmm..." Steven bergumam pelan."Sayang... Kenapa aku merasa sepertinya kamu berubah?""Kenapa denganku?""Sepertinya kamu tidak senang makan siang denganku?" Tanya
Brianna duduk diam di dalam mobil tanpa suara dan melihat keluar jendela. Steven sesekali melirik Brianna, namun pada akhirnya dia tidak mengajaknya berbicara. Saat tiba di pusat rehabilitasi, Brianna langsung turun dari mobil dan berjalan tanpa menunggu Steven.Steven turun dari mobil dan langsung berlari menyusul Brianna."Brie... Ada apa denganmu?" Tanya Steven sambil menarik tangan Brianna."Aku tidak apa-apa, tidak perlu mengurusiku, urus saja kekasihmu itu!""Apa kamu marah?" Steven melihat Brianna dengan menyipitkan mata."Tidak. Apa yang membuatku marah?" Jawab Brianna dengan suara meninggi.Brianna meninggalkan Steven di belakang dan berjalan menuju kamar Samantha. Saat Samantha melihat kedatangan putrinya, senyum di wajah Samantha mengembang. Tapi kata-kata pertama yang ditanyakannya adalah,"Dimana Steven?""Aku disini Bu..." Terdengar suara maskulin Steven dari belakang Brianna. Steven masuk ke dalam kamar selang beberapa detik setelah Brianna. Samantha dapat melihat kete
Steven mengenakan setelan jas rompi dan celana panjang hitam, yang membuatnya tampak gagah dan elegan. Selena memakai gaun merah seksi yang memamerkan kakinya yang jenjang. Dia menggandeng mesra tangan kiri Steven sambil memamerkan senyuman lebar di wajahnya.Mereka berjalan bersama memasuki ruangan acara, seperti pengantin yang berjalan diatas karpet menuju altar. Brianna melihat mereka berjalan dengan mata yang pedih. Dia memegang gelas sampanye dengan tangan gemetar. Matanya tidak sanggup lagi melihat suaminya menggandeng tangan wanita lain. Brianna mencari alasan untuk permisi dan meninggalkan keramaian itu. Saat wanita itu berbalik pergi, mata Steven tertuju padanya dan melihat punggungnya semakin menjauh.Brianna mengambil gelas anggur dan berjalan menuju sudut ruangan dan menyendiri di sana meminum anggurnya."Halo Nona... Boleh aku berkenalan denganmu?" Seorang pria datang menghampiri Brianna. Brianna membalas pria itu dengan sopan santun."Hai... tentu saja." Balas Brianna
Sebuah bayangan dengan cepat melesat, memukul Peter sampai terjatuh. Pria itu tidak punya kekuatan lagi untuk bangun. Arron yang ada di sampingnya, melihat lawannya itu jatuh dengan tatapan terkejut.Namun yang membuatnya terkejut bukan hanya itu saja. Dia mendongakkan kepala melihat siapa orang yang berhasil mukul jatuh lawannya tadi. Itu adalah James Rooney!Siapa yang tidak kenal dengan James? Dia adalah asisten pribadi yang selalu berada di sisi Tuan Pierce. Orang-orang menjulukinya James Bond karena wajahnya yang tampan dan penampilannya yang klimis, tapi ekspresinya selalu terlihat dingin. "Terima kasih, tuan Rooney!" kata Arron dengan sopan.Namun kata-katanya segera tercekat saat pria itu melihat hal yang sangat mencengangkan! Dia melihat Steven berjongkok dan mengangkat tubuh Brianna, menggendong wanita itu dengan kedua tangannya!Arron segera bereaksi dengan spontan. Pria itu mendekati dan mencoba mengambil Brianna dari tangan Steven."Tuan Pierce, biar saya saja yang mengg
"Kenapa? Kamu pikir aku pria lain?" Tanya Steven dengan tatapan tajam."Tidak! Aku lega karena itu kamu!" Jawab Brianna sambil mengangkat tangan menutupi wajahnya dengan perasaan lega.Steven berjalan mendekat pada Brianna yang sedang duduk di ranjang memeluk selimutnya. Pria itu menutup jarak diantara mereka dan menekan wanita itu di bawahnya."Jadi kamu senang ini aku, hah?" Katanya dengan suara serak dan seksi.Steven tidak memberi Brianna kesempatan untuk menjawabnya, dan langsung membungkamnya dengan ciuman yang menuntut. Brianna mendesah pelan karena ciuman pria itu.Hormon endorfin yang keluar dari tubuh Steven setelah dia berolahraga membuat suasana hatinya sangat baik. Dan melihat Brianna yang terlihat seksi saat baru bangun tidur membuat pria itu bergairah."Jangan lagi kamu berani minum dengan pria lain!" Kata Steven tanpa ingin dibantah."Aku mengerti." Jawab Brianna sambil mengangguk pelan.Brianna tidak bisa membayangkan apa jadinya dia kalau Steven tidak menolongnya. Mu
Brianna membawa Samantha ke beberapa butik eksklusif, dan membeli beberapa pakaian untuk Samantha, walaupun Samantha menolaknya, tapi Brianna bersikeras membelikannya untuk ibunya. Dia membayarnya dengan kartu hitam yang diberikan Steven padanya.Beberapa detik setelah Brianna melakukan pembayaran, ponsel Steven menerima pesan masuk informasi pemakaian kartu. Steven melihat pesan itu dan tersenyum kecil, kemudian menelepon Brianna."Dimana kamu, Brie?" Tanya Steven dengan suara lembut."Aku sedang di mal dengan ibu." Jawabnya segera dengan nada yang ceria.Steven seperti dapat membayangkan Brianna sedang tersenyum berseri-seri."Oh ya, Steven, aku menggunakan kartu yang kamu berikan untuk membelikan ibu beberapa pakaian." Lanjutnya lagi."Hmm, aku tau. Kamu juga belilah beberapa.""Aku tidak perlu. Lemari di rumah masih dipenuhi banyak baju darimu yang bahkan belum terpakai.""Tidak masalah menambah beberapa lagi.""Tidak. Aku akan membelinya untukmu. Warna apa yang kamu suka? Aku sel
Brianna segera mendorong Samantha yang tidak sadarkan diri masuk ke dalam pusat rehabilitasi, dan memanggil para suster dan dokter untuk memeriksa ibunya. Samantha segera ditangani oleh dokter di ruang penanganan khusus. Brianna menanti di luar ruangan dengan cemas."Dokter, bagaimana keadaan ibu saya, dok?" Tanya Brianna saat melihat dokter keluar dari dalam ruangan.Dokter keluar dengan wajah yang muram. Tangannya dimasukkan kedalam saku jas putih yang melekat di tubuhnya, dan menghela nafasnya dengan kasar."Keadaan nyonya Samantha tidak baik." Kata dokter sambil menggelengkan kepalanya pelan."Saat ini kondisi nyonya Samantha sedang kritis. Kita berdoa saja semoga beliau bisa melewati masa kritis ini."Kaki Brianna menjadi tidak bertenaga menopang tubuhnya. Brianna berpegangan pada pegangan di tembok rumah sakit untuk membantunya agar tidak terjatuh."Apa masih ada harapan, Dokter?" Tanya Brianna dengan suara lemah dan bergetar.Dokter menggelengkan kepala pelan sebagai jawaban ya
Brianna terdiam... Seluruh badannya membeku saat menajamkan telinganya mendengar alarm peringatan rumah sakit."Kode biru... VIP 1... Kode biru..." Bunyi alarm begitu kencang hingga terdengar sampai ke atap tempat Brianna berdiri saat ini.Itu adalah kamar Samantha! Brianna tersentak dan segera berlari menuruni tangga dengan cepat disusul oleh Steven. Saat mereka sampai di kamar Samantha, dokter dan suster sudah berada di dalam kamar."Maaf, anda tidak boleh masuk kedalam." Seorang suster menghalangi Brianna saat wanita itu mencoba menerobos masuk ke dalam kamar itu."Bagaimana keadaan ibu saya , suster?" Tanya Brianna dengan suara panik."Dokter sedang menanganinya. Sekarang anda tunggu diluar dulu." Steven maju mendekati Brianna dan menarik wanita itu kedalam pelukannya. Steven membawa Brianna keluar dari kamar dan menunggu di luar. Brianna merasa kepalanya berkunang-kunang, dia memegang kepalanya yang pusing."Brie, kamu baik-baik saja?" Tanya Steven merasa khawatir."Aku baik-bai