'Haruskah aku memberitahu Steven?' Pikir Brianna sambil menaiki tangga menuju kamarnya dan Steven. Ini adalah pertama kalinya dia akan tidur di kamar ini, bersama dengan Steven. Namun setelah situasi canggung diantara mereka di meja makan tadi, membuatnya ragu sejenak.Akhirnya dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.'tok... tok...'Tidak terdengar jawaban dari dalam kamar.'Mungkin dia masih marah...'Brianna mengurungkan niatnya untuk menemui Steven dan kembali ke taman mencari udara segar. Saat Brianna hendak melangkah menjauhi kamar, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Steven meraih tangannya."Apa yang kamu lakukan dengan mengetok pintu? Ini kamarmu, kamar kita!" Steven menyeret Brianna ke kamarnya. Terdengar sedikit nada kesal dari kata-katanya.Steven hanya mengenakan handuk yang melilit menutupi tubuh bagian bawahnya. Rambut hitamnya masih basah, meneteskan air ke dadanya yang bidang. Melihat Steven yang setengah telanjang, wajah Brianna memerah. "Kaa...Kamu telanjang..."
Keesokan paginya, saat Brianna bangun, Steven sudah tidak ada di sisinya.'Tok... tok...'"Nyonya, apa kamu sudah bangun?" Terdengar suara Sylvia membangunkan Brianna."Ya aku sudah bangun, Bibi Sylvia.. Masuklah..." Sahut Brianna dengan suara serak.Kepala Pelayan Sylvia membuka pintu dan masuk ke dalam kamar sambil membawa kotak besar dan panjang berwarna merah, diikuti oleh beberapa pelayan lain yang membawa kotak merah yang lebih kecil. "Selamat pagi Nyonya... Tuan Steven menyiapkan hadiah untukmu. Dia menyuruhmu memakai ini untuk difoto nanti." Brianna tercengang saat membuka kotak merah yang paling besar diantara yang lain. Di dalamnya terlipat gaun pengantin putih yang indah. Gaun berpotongan lurus panjang dengan leher V dan renda pada bagian lengannya. Sederhana namun cantik. Dan kotak lainnya berisi sepatu putih dan sepasang anting-anting kristal berbentuk air mata. Semuanya disiapkan Steven dalam waktu semalam. Brianna benar-benar takjub dibuatnya."Selamat pagi Nyonya Pi
"Selamat Tuan dan Nyonya Pierce..." Tepuk tangan mengiringi ucapan selamat dari semua orang yang menyaksikan janji pernikahan mereka. Mereka adalah Sylvia, James, dan beberapa pelayan. Mereka menyebarkan kelopak mawar merah ke pengantin baru.Dan seorang wanita dengan kursi roda didorong mendekati Steven dan Brianna. Samantha menatap mereka berdua dengan tatapan bahagia."Brianna... Putriku..." Samantha berkata dengan suara bergetar."Ibu... Kamu disini?" Brianna terkejut melihat Samantha berada di sini. Dia mengira upacara ini disiapkan untuk mengambil foto saja. Tapi ternyata Steven juga membawa ibunya datang. Pantas saja Steven mempersiapkan acara ini seperti sungguhan."Akhirnya aku bisa melihatmu dalam balutan gaun pengantin. Aku sangat bahagia. Terima kasih Brie sudah mewujudkan keinginanku." Kata Samantha sambil memeteskan air mata bahagia. Lalu dia meraih tangan Steven dan menggenggamnya erat-erat. "Terima kasih Steven...""Ibu tidak perlu sungkan. Aku berhutang pesta pernik
Malam hari, Steven membangunkan Brianna yang masih tertidur pulas. Dia membelai kepalanya, "Brianna, bangun... Aku menyiapkan makan malam untukmu. Ayo makan, kamu tidak boleh melewatkan waktu makan."Brianna membuka matanya dengan berat. Seluruh tubuhnya sakit, rasanya seperti habis kerja 24 jam tanpa jeda. Dia bangkit dan duduk bersandar di kepala tempat tidur kasur.Matanya tertuju pada Steven yang setengah telanjang. Pikirannya diingatkan tentang apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, wajahnya menjadi panas dan merah. Brianna menundukkan kepala dan membungkus tubuhnya yang telanjang dengan selimut."Apa yang kamu tutupi?" Steven tiba-tiba menggoda Brianna karena melihatnya malu. Steven memegang dagu Brianna mengangkat wajahnya, lalu meliriknya dengan tatapan menggoda."Aku sudah melihat semuanya.." Ucapnya lagi dan mencium bibir Brianna dengan lembut dan disambut oleh Brianna yang sudah kecanduan ciuman Steven. "Kamu harus makan dulu. Malam kita masih panjang." Bibir Steven mel
"Oh... Brie, bagaimana Steven memperlakukanmu?" Brianna bertanya dengan rasa ingin tahu."Dia sangat baik padaku, Bu." Tanpa sadar, bibirnya membentuk senyuman."Ibu senang mendengarnya kalau begitu. Brie, kamu harus menjaga suamimu baik-baik." Samantha lega karena Brianna telah menemukan suami yang baik."Brie, kamu juga harus melayani suamimu dengan baik. Jangan sampai... Tahu kan, pria tampan dan kaya seperti Steven pasti banyak wanita yang rela melakukan apa saja untuk bisa bersamanya. Aku takut..." Samantha tidak dapat melanjutkan kalimatnya."Sebaik apapun istri melayani suami, jika suaminya tidak setia, tetap akan tergoda juga. Bahkan jika dia bosan padaku dan meninggalkanku suatu saat, aku sudah mempersiapkan diri."Brianna sudah mempersiapkan diri jika suati saat Steven akan mencampakkannya jika pria itu menemukan orang yang dia cintai."Kenapa kamu berkata seperti itu, Brie?" Samantha terkejut mendengar pemikiran Brianna."Siapa yang bisa tahu bagaimana masa depannya, Bu? Ba
"Baiklah, aku tidak akan mendesakmu." Kata Brianna kepada James.Tanpa sadar, James mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya, dan merasa lega karena Brianna tidak mempertanyakan lebih lanjut.Wanita itu diam sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Setelah mandi Brianna merebahkan dirinya diatas ranjang. Dia memejamkan mata mencoba untuk tidur, tapi tidak juga kunjung mengantuk.Waktu menujukkan pukul 12 malam, dan Steven belum juga pulang. Brianna menanti Steven sampai dini hari sebelum akhirnya dia kelelahan dan tertidur saat pagi mulai datang.Brianna hanya tidur 2 jam, dan bangun dengan sedikit sakit kepala. Dilihatnya Steven belum juga pulang dari malam. Hari ini adalah hari pertamanya akan bekerja di perusahaan The Pearce. Brianna bangun dan bersiap-siap berangkat kerja. Dia melewatkan sarapannya dan buru-buru berjalan menuju halte bus. Jarak antara kediaman Pierce dan halte bus cukup jauh, butuh tiga puluh menit berjalan kaki. Ketika dia tiba di perusahaan Pierce,
"Hai, kamu Brianna, kan?"Tepat ketika Brianna hendak membalas pesan Steven, seorang pria muda bernama Arron Smith datang dan menyapanya."Aku Arron." Kata pria muda itu sambil mengulurkan tangannya."Halo... Aku Brianna." Brianna menyambut tangan pria itu dan menjabatnya."Mau makan siang bersama?""Ah, maaf... Siang ini aku sudah ada janji." Brianna menjawab dengan nada menyesal."Dengan pacar?" Tanya pria itu tanpa basa-basi."Bukan." Brianna menjawab cepat."Jadi... apa kamu tidak punya pacar? Gadis semanis kamu tidak mungkin tidak punya kekasih." "Aku sungguh tidak ada pacar." Jawab Brianna dengan tawa sopan. Tidak salah Brianna menjawab demikian, dia memang tidak punya pacar, tapi dia punya suami! Kemudian datang lagi seorang wanita muda menghampiri Brianna."Halo, aku Lili. Senang berkenalan denganmu." "Aku Brianna, senang berkenalan denganmu juga." Balas Brianna."Bagaimana kalau malam ini kita adakan pesta penyambutan untuk Brianna?" Kata wanita itu dengan bersemangat, da
"Ayo bersulang untuk Brianna.. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik..." Ini adalah pertama kalinya mereka mengadakan pesta karyawan baru di klub mewah seperti ini. Mereka makan dan minum, bernyanyi dan bersenang-senang. Arron mengangkat minumannya, mengundang semua orang untuk minum. Sebagai anggota baru dan paling junior, Brianna dicekoki terus menerus dengan alkohol.Brianna terus berusaha menolak, namun pada akhirnya ia meminum sebotol bir sendiri. Brianna permisi untuk pergi ke kamar mandi, tapi sebenarnya dia sedang mencari Alice. Segera dia menemukan temannya di konter bar."Alice." Dia memanggil Alice dengan senyum lebar."Brianna..." teriak Alice girang saat melihat sahabatnya yang telah hilang selama beberapa minggu."Dari mana saja kamu, Brie? Bagaimana kabarmu?" Alice bertanya sambil memeluk Brianna."Aku baik, Al." Dia menjawab dengan senyum terima kasih."Terakhir kali melihatmu pingsan, aku sangat khawatir, Brie.. Apa yang terjadi padamu waktu itu?""Hanya anemia,
Seorang wanita muda menyeret kopernya berjalan di sepanjang lorong kedatangan bandara menuju pintu keluar. Angin segar segera menyapa dan menerpa wajahnya, menyibakkan rambut bergelombang yang menutupi wajahnya yang mempesona. Dia mengenakan celana hitam yang ketat dan jaket kulit berwarna senada, memamerkan postur tubuhnya yang sempurna. Beberapa orang melirik terpana akan kecantikan dan kemolekan wanita itu. Bukan hanya pria, wanita pun berdecak kagum akan dirinya.Dengan sebelah tangannya yang bebas, wanita itu menyisir rambutnya, yang berantakan dengan jari-jarinya yang panjang dan lentik. Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara Old Coast untuk pertama kalinya, sebelum kemudian menghembuskannya lagi perlahan. Perasaan hangat menyebar mengisi hatinya, namun sesaat kemudian jantungnya berdebar kencang! Ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di negara ini, rasa semangat menjalar di tubuhnya. Tanpa sadar, bibirnya melengkung mengembangkan senyuman tipis.Netranya yang t
Lima tahun kemudian. Dua orang pria berdiri diatas ring tinju, saling menyerang dan bertahan. Sudah satu jam mereka berada disana. James mulai kewalahan menghadapi serangan pukulan Steven yang sedang melampiaskan emosinya. Ya... Sejak kehilangan Brianna, pria itu selalu menjadikan James sebagai 'sak tinju' nya saat dia merasa sedih dan merindukan wanita itu. "Sudah berlalu lima tahun, mengapa sangat sulit mencari seorang wanita??" Seru Steven sambil melayangkan pukulannya ke arah James, dan berhasil mengenai perut asistennya itu. James pun bukan pria lemah. Dia sudah terbiasa bertarung dengan Steven, terlebih lima tahun belakangan ini. Pria itu dengan cepat membalas menendang Steven. Steven terpental dan menabrak tali pembatas arena tinju, lalu terjatuh. "Karena kau tidak bisa menerima kenyataan! Brianna sudah mati, Steven! Dan kau harus bisa menerima kenyataan!" Kata James dengan suara menggeram. Di dalam kantor, James adalah asisten pribadi Steven. Namun di luar pekerja
"Bagaimana keadaan keponakanku, dokter?" Tanya Sonya cemas saat melihat dokter keluar dari ruang operasi. "Operasi berjalan dengan baik. Pendarahan di otaknya berhasil ditangani. Kami juga sudah mengeluarkan cairan di parunya dan mengobati semua luka-lukanya. Namun pasien masih dalam kondisi koma." "Oh..." Sonya menutup mulutnya dengan tangan, tenggorokannya tercekat tidak dapat menemukan suaranya. Timothy meremas lembut bahu istrinya dan berterima kasih kepada dokter. Brianna dipindahkan ke ruang VIP dan Sonya dengan setia menjaganya. Sudah beberapa hari berlalu sejak Brianna keluar dari kamar operasi, namun wanita itu belum kunjung sadar. Tidak hentinya Sonya berdoa agar keponakan yang baru ditemuinya itu segera sadar. Di satu sisi, Sonya ingin keponakannya sadar, sehingga mereka berkesempatan mengenal satu sama lain. Di sisi yang lain, dia ingin keponakannya segera sadar, karena hanya melalui keponakannya itulah harapan satu-satunya untuk dia dapat bertemu dengan Sophia
"Berarti wanita ini sungguh anak dari Sophia..." suara Sonya bergetar dan matanya berkaca-kaca melihat Brianna yang terbaring. Dia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Brianna. "Dua puluh tiga tahun aku dan Sophia berpisah, dan kini aku dapat melihat keponakanku... Tapi dimana Sophia?" Air mata akhirnya jatuh mengalir di pipinya. Sanders mendekati Sonya, dan meletakkan tangannya pada bahu istrinya, dan membelainya dengan lembut, mencoba menenangkan wanita itu. "Mari kita pikirkan keselamatannya terlebih dahulu.. Kau akan ada kesempatan bertanya langsung padanya saat dia sadar." Mendengar kata-kata suaminya, Sonya menghapus air matanya dengan cepat. "Benar! Keselamatannya lebih penting. Tunggu apa lagi? Segera lakukan operasi padanya, dokter! Tolong selamatkan keponakanku..." "Kami akan berusaha melakukan yang terbaik." Brianna segera di dorong ke ruangan operasi. Tim dokter berusaha yang terbaik untuk menolongnya. Sementara itu di sisi sungai Valca, di Old Coast, Steven mas
"Kalung ini..."Letnan Sanders mengambil kalung itu dan memperhatikannya dengan seksama. Dia merasa akrab dengan benda itu. Kemudian netra pria paruh baya itu membesar melihat liontin giok berwarna hitam yang bentuknya menyerupai koin.Pria itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur dimana Brianna terbaring dan melihat wajah Brianna dengan seksama. Wajah wanita itu tampak pucat dan dipenuhi dengan luka. Bahkan hampir separuh wajah sebelah kirinya terluka parah. Pandangan Letnan Sanders beralih ke daerah wajah yang hanya terdapat luka kecil. Beberapa saat kemudian Letnan Sanders terperajat!"Wanita ini...""Ada apa dengan wanita ini Tuan? Apa anda mengenalnya?" Tanya ajudan Lee yang heran melihat ekspresi Letnan Sanders.Letnan Sanders tidak menjawabnya, melainkan meminta ponselnya dari ajudan Lee, kemudian menelepon istrinya, Sonya Lewis."Halo..." Terdengar suara lembut wanita menyahut diujung telepon."Sonya, apa kamu kehilangan kalungmu?" Tanya Sanders namun tatapannya tidak pern
"Steven.." Terdengar suara Brianna yang panik dan ketakutan."Steven tolong aku..." Brianna berteriak dari dalam sebuah mobil.Tiba-tiba mobil itu meledak dan api menelan tubuh Brianna. "Aaahhh..." Teriakan Brianna membuat Steven tersentak membuka matanya. Steven menemukan dirinya terbaring di sebuah kamar rumah sakit. "Brianna!" Sontak pria itu bangun dari ranjang, namun tangan James menahan bahunya."Dimana Briana? Sudah ada kabar tentang Brianna?" Tanya Steven dengan penuh kecemasan."Belum." Jawab James. "Polisi sudah mengevakuasi tempat kejadian. Selena ditemukan di salam mobil, sedangkan Roy ditemukan satu kilometer dari tempat kejadian. Tapi Brianna... masih belum ditemukan..." "Mengapa belum ketemu?? Cari terus!" Perintah Steven."Tim khusus sudah di kerahkan untuk mencari Brianna, dan Jo juga mengerahkan anak buahnya mencari Brianna. Kami akan terus mencarinya sampai ketemu, kau tenang saja.""Bagaimana aku bisa tenang?" Steven berkata lirih."Sial! Mengapa aku disini?" St
"Cepat Roy!! Mereka akan mengejar kita!"Roy mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar tidak terkejar oleh mereka. Mereka mengebut di jalan tebing yang sangat berbahaya. Jalan tebing yang berkelok-kelok dan minim cahaya. Dibawah mereka membentang sungai terbesar dan terpanjang di dunia. "Roy, kita pasti akan tertangkap oleh mereka!" Teriak Selena panik.Roy kehilangan konsentrasi karena suara Selena, dan menyerempet pembatas jalan, sebelum akhirnya dengan cepat berhasil mengendalikan kembali kemudinya."Hati-hati, Roy! Kita akan mati lebih dulu sebelum mereka menangkap kita!""Kau diamlah, Selena!" Bentak Roy. "Kita tidak akan berhasil Roy...""Dia tidak akan berani macam-macam... Wanitanya ada ditangan kita."Sementara itu, Steven mengejar mobil Roy tertinggal beberapa ratus meter dibelakang. Steven menggunakan mobil butut milik Roy, sementara Roy menggunakan mobil Steven, yang walaupun bukan mobil sport edisi terbatas, tapi mobil itu bisa melaju dengan kecepatan tinggi.Beberapa
"Steven... Aku tahu kamu masih peduli padaku!" Seru Selena dengan senyuman lebar. Matanya berbinar saat melihat Steven yang duduk dibelakang setir mobil menunggunya.Baru beberapa hari di penjara, Selena sudah tidak tahan dengan perlakuan narapidana lain terhadapnya. Saat dirinya sedang bertugas membersihkan kamar mandi, tiba-tiba seorang penjaga menghampirinya dan menariknya, dan membawanya keluar dari penjara.Penjaga itu menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke jalan yang sunyi dan gelap, dimana ada sebuah mobil lain yang menunggunya. Saat mendengar suara pria itu, barulah Selena menyadari bahwa orang itu adalah James, dan orang yang menunggunya di mobil lain itu adalah Steven!Steven tidak menjawabnya, bahkan pria itu tidak melirikkan matanya sedikitpun pada Selena. "Masuk!" James dengan kasar mendorongnya masuk ke dalam mobil, duduk di jok penumpang belakang. Pria itu memborgol satu tangannya, dan borgol sebelahnya lagi dipasang di pegangan tangan mobil."Hei, apa-apaan
"Ahh..."Brianna terbangun dengan rasa nyeri yang sangat pada perut bagian bawahnya. Baru saja beberapa hari lalu dia melewati masa kritis dan berhasil melahirkan secara caesar. Luka bekas operasinya bahkan belum kering! Dan saat ini dia duduk di lantai yang dingin dengan tangan terikat.'Dimana ini?'Brianna mengedarkan pandangannya ke ruangan tempatnya berada saat ini. Dia seperti berada di sebuah rumah tua, dan dari baunya yang tidak sedap dan lembab, dapat ditebak itu adalah rumah yang sudah lama terbengkalai. Bahkan Brianna dapat melihat tikus lalu lalang di dalam ruangan itu!'Mengapa aku disini?' Tanya wanita itu dalam hati. Dia tidak dapat bersuara karena terdapat lakban yang menempel, membungkam mulutnya.'Dimana Liam? Semoga saja Liam tidak apa-apa!' Sekujur tubuhnya bergetar ketakutan membayangkan apabila Liam bersamanya saat ini. Terdengar suara langkah kaki yang mendekati ruangan itu dan kemudian pintu terbuka. Seorang pria bertubuh tinggi dan kekar berdiri di ambang p