Hari acara pameran tiba. Anna sudah memakai gaun indah dengan rambut yang disanggul sederhana.“Apa kamu yakin hanya akan pergi bersama Keano?” tanya Kai ragu.Anna menoleh ke arah suaminya duduk, lalu menganggukkan kepala.“Mau bagaimana lagi. Keano hanya punya dua undangan dan tidak mungkin dia memberikan satu undangannya untukmu,” jawab Anna sambil memakai anting.Kai menghela napas kasar. Dia berdiri lalu menghampiri Anna.“Aku tidak yakin dengannya. Apa dia bisa melindungimu?” tanya Kai dengan cemas.Anna memutar posisi berdiri agar bisa berhadapan dengan Kai. Dia melihat tatapan mata Kai yang berbalut kecemasan.“Aku akan melindungi diriku sendiri,” jawab Anna, “kamu bisa menunggu di luar, aku akan segera menghubungimu jika terjadi sesuatu,” imbuh Anna.Kai tetap cemas, tapi ini keinginan Anna.“Baiklah, aku akan berjaga di mobil, tapi berjanjilah kamu akan menjaga diri dengan baik dan segera menghubungiku jika terjadi sesuatu,” ucap Kai lalu mengusap lembut rambut Anna.Anna me
Mobil yang dibawa Kai sudah sampai di tempat acara pesta pameran diadakan. Kai memarkirkan mobil di dekat gedung acara agar bisa lebih memantau sekitar jika terjadi sesuatu.“Jaga istriku dengan baik,” ucap Kai dengan nada pelan tapi penuh penekanan.Keano menatap Kai yang begitu serius, lalu dia menoleh pada Anna dan tersenyum tipis.“Tenang saja, tidak akan terjadi sesuatu padanya di dalam sana,” balas Keano dengan santainya seraya melepas seatbelt.Anna melihat Kai yang begitu cemas. Dia mengulurkan tangan lalu menggenggam telapak tangan suaminya itu sejenak.Anna sekali lagi meyakinkan kalau akan baik-baik saja agar suaminya tenang.Anna keluar dari mobil. Dia menghampiri Keano yang sudah menunggunya, lalu Anna merangkul lengan pria itu. Mereka berjalan bersama menuju tempat pesta.Di dalam ruang pameran. Abraham datang ke sana bersama Alex dan satu asistennya. Mereka sedang berjalan pelan sambil mengamati beberapa benda antik yang terpajang di ruangan itu.Pria itu menelisik seti
Anna diam menatap pria yang tak lain adalah Abraham. Pria tua itu berwajah datar dan dingin.Abraham melirik pada lengannya, lalu menatap pada Anna.Melihat sikap Abraham, apa pria itu belum mengetahui wajah Anna?“Maaf karena saya sudah ceroboh,” ucap Anna lalu sedikit membungkukkan badan. ‘Apa dia tidak mengenaliku,’ batin Anna dengan ekspresi panik.Abraham tak membalas ucapan Anna, tapi tatapannya langsung tertuju pada kalung yang menggantung di leher Anna.Anna membalikkan badan untuk segera pergi. Dia belum melakukan apa pun untuk memancing perhatian Abraham, tapi kenapa harus tak sengaja bertemu pria itu lebih dulu di sana.“Tunggu.”Tubuh Anna menegang mendengar suara tegas pria tua itu. Apa Abraham akhirnya menyadari kalau dia adalah cucu yang tak dianggap pria itu?Anna memutar tubuhnya menghadap ke Abraham, dia melihat tatapan dingin pria itu.“Kamu menjatuhkan gelangmu.” Setelah mengatakan itu, Abraham pergi masuk kamar mandi pria.Anna terkesiap. Dia menoleh ke lantai dan
Keano sangat panik. Bisa-bisa Kai menggantungnya jika terjadi sesuatu dengan Anna.Keano langsung meraih tubuh Anna, lalu menggendong Anna agar bisa segera dibawa pergi dari pesta dan segera dilarikan ke rumah sakit.“Dasar tidak berguna,” umpat Keano kesal pada Alex.Keano segera menggendong Anna keluar dari ruang pesta, sedangkan Alex bergeming sambil memandang Keano pergi.Tepat di saat Keano pergi membawa Anna, Abraham dan asistennya kembali ke ruang pesta. Abraham melihat sekilas wanita yang ditemuinya tadi, digendong keluar dari pesta itu.“Bukankah itu wanita yang tadi kita temui di toilet, Tuan?” tanya sang asisten memastikan.Abraham diam sejenak, lalu membalas, “Cari tahu, kenapa dia bisa bersama Keano.”Asisten Abraham mengangguk patuh.Keano berjalan cepat keluar dari pesta, saat itu Kai ada di luar mobil dan sangat terkejut melihat Keano berjalan sambil menggendong Anna.Kai berlari menghampiri Keano.“Apa yang terjadi padanya?” tanya Kai dengan ekspresi panik. Dia langsu
Di tempat pesta. Alex menyesap wine yang dipegangnya dengan ekspresi cemas. Tanpa sadar, dia memikirkan bagaimana kondisi Anna sekarang, terlebih tanpa sengaja dia mungkin ikut andil dengan kondisi Anna tadi.“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Abraham karena cucunya itu diam sejak tadi.Alex menoleh ke sang kakek. Dia menggeleng pelan lalu menyesap winenya.Abraham menghela napas kasar.“Kita pulang, tidak ada yang membuatku tertarik di sini,” ajak Abraham lalu segera membalikkan badan untuk meninggalkan pesta itu.Alex berjalan mengikuti langkah Abraham. Saat berjalan keluar dari ruang pesta, tangannya tergerak mengeluarkan ponsel lalu mengetik pesan untuk dikirim ke Keano.[Bagaimana kondisinya?]Alex membaca pesan yang baru diketiknya, tapi belum dikirimkan. Dia menghapusnya lalu kembali mengetik.[Dia tidak menuduhku macam-macam, kan?]Alex membaca ulang pesan itu, tapi kembali urung dikirimkan. Dia menghapusnya lagi, lalu kembali mengetik pesan baru.[Beritahu aku jika dia bu
Stefanie akhirnya keluar dari kamar setelah berdiam diri di sana semenjak dibawa ke rumah itu. Dia pergi ke kamar sang ayah, Stefanie mengetuk pintu, lalu masuk untuk menemui Abraham yang baru saja pulang dari pesta.“Akhirnya mau keluar dari kamarmu juga?” Abraham bicara tanpa menoleh seperti sudah tahu kalau Stefanie yang datang ke kamarnya.Stefanie berhenti melangkah. Dia diam menatap sang ayah.Abraham membalikkan badan. Dia menatap pada Stefanie yang hanya diam.“Mau apa lagi sekarang?” tanya Abraham dengan tatapan datar.“Apa yang sebenarnya Papa mau lagi dariku? Aku sudah bilang, aku akan melepas semua yang kumiliki di sini asal aku bebas. Tapi kenapa? Kenapa Papa masih saja mengurungku seperti anak kecil?” tanya Stefanie. Dia harus berusaha keras agar bisa keluar dari rumah ini.Abraham membuang muka. Dia mengambil cerutunya, lalu mulai menyalakan benda itu.“Seorang ayah harus meluruskan sikap pembangkang anaknya,” ucap Abraham lalu mengisap cerutu dan mengepulkan asap dari
“Mami sangat senang, jaga Anna baik-baik di sana, Kai.”“Aku juga nggak sabar nunggu keponakanku launching. Kalau Kai jahat, bilang saja, biar aku yang menghukumnya.”“Kalau butuh sesuatu, segera beritahu papi.”Kai dan Anna mengangguk-angguk mendengarkan pesan dari Eve, Kaivan, dan Queen yang melakukan panggilan video dengan mereka.Kai memberi kabar agar orang rumah tahu soal kondisi Anna, dia dan Anna tak menyangka kalau keluarga Kai sangat antusias seperti ini.“Aku akan menjaga Anna dengan baik. Kami akan segera pulang setelah semua urusan selesai,” kata Kai.“Baiklah. Hati-hati di sana, kami menanti kepulangan kalian,” ucap Eve lalu melambai pada Anna.Panggilan video itu berakhir. Anna terus tersenyum, masih tak menyangka kalau kabar kehamilannya bisa membuat keluarga Kai sebahagia itu.“Aku jadi takut kalau kamu tetap memaksa ingin menemui kakekmu. Mendengar cerita Keano, kakekmu bisa melakukan apa pun termasuk menyakiti jika seseorang menghalanginya,” kata Kai sambil menggeng
“Kenapa? Sebenarnya kenapa kamu terus berusaha menghalangiku untuk bertemu dengan Mama? Kamu yang takut kalau aku mengambil Mama, kan? Padahal itu hanya ketakutanmu semata, aku dan kamu, sama-sama anaknya, lalu kenapa kamu harus egois?” Anna tidak terima dengan ucapan Alex.Alex menatap datar.“Kamu tidak tahu apa-apa tentang Mama atau Kakek. Aku hanya memperingatkanmu, jika kamu memang menyayangi Mama, berhenti memaksa untuk menemuinya,” ucap Alex lalu membalikkan badan untuk segera meninggalkan ruangan itu.Anna sangat syok, kenapa Alex terus saja mengatakan hal-hal yang memintanya untuk mundur?Kai tak tinggal diam saja. Dia tidak bisa membiarkan Anna sedih karena ucapan Alex.Kai mengejar Alex yang baru saja keluar dari ruang inap itu, dia menarik kasar tangan Alex tepat di saat mereka berada di koridor rumah sakit.“Apa maksud ucapanmu? Kamu sadar? Sejak awal kamu terus mengatakan kata-kata ambigu.” Kai tidak bisa tinggal melihat Anna terus diarahkan dalam kebimbangan karena ucap
Anna keluar dari kamar dan melihat Stefanie duduk di depan paviliun. Dia keheranan, kenapa sang mama masih di luar selarut ini.Anna menghampiri sang mama. Dia melihat Stefanie melamun.“Ma.”Stefanie terkejut. Dia langsung menoleh pada Anna yang ternyata sudah berdiri di ambang pintu.“Anna.” Stefanie langsung tersenyum. “Kenapa kamu belum tidur?” tanya Stefanie dengan suara lembut. Dia mengulurkan tangannya pada Anna.Anna meraih tangan Stefanie, lalu dia duduk di samping sang mama.“Aku bangun karena mau minum. Mama sendiri kenapa belum tidur?” tanya Anna setelah menjawab pertanyaan Stefanie.Stefanie hanya tersenyum sambil menggeleng.“Mama memikirkan Alex?” tanya Anna menebak.Stefanie terkesiap. Dia menatap Anna lalu menggeleng pelan.“Aku yakin Mama juga pasti berat kalau diminta langsung meninggalkan Alex,” ucap Anna merasa bersalah karena keputusan yang diambil pasti menyakiti salah satu pihak.Stefanie menghela napas pelan.“Mama hanya bersalah saja padanya. Andai saja mama l
“Lepaskan!” Wanita itu masih berusaha melepaskan diri tapi Alex tak melonggarkan cengkraman sama sekali.“Kamu sudah berkata jika tidak akan mengungkit malam itu? Kenapa sekarang mengungkitnya?” Alex tak senang dengan ucapan wanita di depannya itu.Rania, wanita yang ditahan Alex menatap kesal tapi juga takut pada Alex.“Kamu yang membuatku mengungkitnya,” balas Rania seraya menggoyangkan kedua lengan agar Alex melepas tapi tetap sia-sia. “Aku hanya mau kamu melepasku, tidak cukupkah kamu membuatku malu.” Alex menekan Rania hingga benar-benar terpojok di body mobil. Tatapannya begitu dalam pada wanita itu, apalagi sekarang Alex sedang terpengaruh alkohol.“Kamu yang menggodaku.” Alex menatap semakin dalam.Rania meneguk ludah, lalu dia menyanggah, “Aku hanya bekerja sebagaimana mestinya, tapi kamu … kamu yang berpikiran kotor dan memaksaku.”Alex tersenyum miring.“Sekarang lepaskan aku. Aku mau bekerja lagi.” Rania masih berusaha melepaskan diri tapi Alex tetap menahannya. “Apa maum
Di klub malam. Alex duduk sambil memegang gelas kaca berisi cairan warna cokelat. Dia sudah mendengar kabar kalau Stefanie dan Reino meninggalkan rumah Abraham, dia senang tapi juga ada rasa berat.Alex meneguk cairan cokelat dari gelas, lalu menuangkan cairan dari botol ke gelasnya lagi untuk dinikmati. Saat sedang diam menunduk memandang gelas kaca yang dipegang, Alex mendengar suara ponselnya berdering.Dia merogoh saku kemeja, lalu melihat siapa yang menghubungi. Nama sang mama terpampang di layar.Alex menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu, lalu menempelkannya di telinga, satu tangannya menggoyang gelas kaca berisi minuman beralkohol.“Halo.” Alex menyapa lalu menenggak isi gelasnya dengan cepat.“Kamu di mana, Lex?” Suara Stefanie terdengar dari seberang panggilan.“Di tempat yang aku suka,” jawab Alex lalu tersenyum miring.Alex mendengar suara helaan napas berat dari seberang panggilan lalu sang mama kembali bicara.“Mama mau bertemu denganmu, Lex. Katakan kamu d
Anna berada di teras rumah Fransisca sambil terus memandang ke gerbang rumah. Fransisca dan Kai sudah meminta Anna duduk, tapi dia tetap ingin berdiri.Hingga gerbang terbuka dan sebuah mobil sedan memasuki halaman rumah. Anna menghela napas kecewa, itu bukan mobil yang diharapkan.Mobil itu milik Keano. Dia memarkirkan mobil di depan garasi, lalu turun dan memandang semua orang berada di luar rumah.“Wah, ada apa ini? Apa kalian sedang menanti kepulanganku?” tanya Keano dengan penuh percaya diri.“Tidak usah kegeeran,” balas Anna.“Padahal aku sudah besar kepala.” Keano menutup pintu mobil lalu berjalan menghampiri semua orang.Saat Keano berjalan menuju teras, Anna turun dari teras sampai membuat Keano terkejut. Dia sudah besar kepala karena mengira Anna ingin menghampirinya, tapi ternyata pandangan Anna tertuju ke arah lain.Anna turun dari teras karena melihat mobil masuk gerbang dan sudah terlihat siapa yang berada di dalamnya. Anna tidak bisa menyembunyikan kelegaan dan rasa bah
Abraham pulang dengan perasaan kesal karena sikap Anna. Sesampainya di rumah, dia melihat Stefanie yang berada di ruang keluarga bersama Reino.Stefanie langsung berdiri saat melihat Abraham, tapi ekspresi wajahnya tak bersahabat sekali pada ayahnya itu.“Aku mau bicara dengan Papa,” kata Stefanie.Abraham menghentikan langkah. Dia mendengkus kasar, lalu menatap pada putrinya itu.“Apa lagi yang mau kamu bicarakan? Kamu ingin pergi dari rumah ini? Pergi! Dan jangan pernah kembali lagi!” Kalimat tak terduga itu membuat Stefanie dan Reino terkejut, bahkan Steve juga tidak menduga kalau majikannya akan berkata demikian.Abraham hendak melanjutkan langkah, tetapi dia kembali berhenti, lalu bicara lagi. “Tapi ingat, sesuai ucapanmu. Begitu kamu keluar dari rumah ini, kamu tidak boleh berharap sepeser pun harta warisan di keluarga ini, bahkan harta yang pernah dijanjikan mamamu. Begitu menginjakkan kaki keluar dari sini, maka nama Abraham tak lagi tersemat di margamu.”Setelah mengatakan i
Abraham tersenyum mencibir.“Kamu berani memberi penawaran padaku? Kamu pikir, kamu siapa?” Abraham menatap remeh.“Saya memang bukan siapa-siapa. Hanya anak yang menginginkan ibunya kembali,” ucap Anna sambil mengeluarkan kotak beludru dari dalam tasnya.Anna membuka kotak itu, lalu memperlihatkannya pada Abraham.“Anda mau ini, kan? Saya bisa memberikannya, tapi bukan uang yang saya mau. Saya ingin menukarnya dengan ibu saya, Stefanie, putri Anda.”Abraham menggebrak meja. “Beraninya kamu!”Sorot mata Abraham memperlihatkan ketidaksukaan.Kai langsung bersiaga, jangan sampai Abraham berani menyakiti Anna.“Kamu sama seperti ayahmu, sombong dan memandang remeh orang lain,” cibir Abraham.“Bagaimana dengan Anda? Bukankah Anda sama? Anda meremehkan ayah saya, meremehkan saya, meremehkan semua orang, bahkan putri Anda sendiri, hanya karena Anda lebih berkuasa!” Emosi Anna tidak stabil, negosiasi yang diharapkan bisa berjalan dengan tenang, kenyataannya membuat Anna bisa berteriak sekera
Anna benar-benar menghubungi Steve dan mengatakan ingin berdiskusi dengan Abraham secara langsung soal kalung giok itu. Anna juga mengatakan jika dia mau bertemu langsung dengan Abraham.Siapa sangka kalau tawaran Anna langsung disetujui oleh Abraham, bahkan hari itu Anna pergi ke restoran bersama Kai untuk menemui Abraham sesuai dengan janji temu yang mereka buat.“Gugup?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menoleh pada Kai, dia mengangguk pelan.“Tidak apa gugup sekarang, tapi nanti saat bertemu kakekmu, jangan menunjukkan ketakutanmu atau dia akan memandang remeh padamu,” kata Kai.Anna mengangguk-anggukkan kepala, lalu menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan.Tak beberapa lama kemudian, pintu private room itu terbuka. Tatapan Anna dan Kai tertuju pada sosok pria tua dan satu pria lainnya yang masuk ke ruangan itu.Anna memandang kakek yang tak pernah mengakuinya itu kini berjalan menghampiri meja.Anna dan Kai berdiri, keduanya membungkukkan badan sebag
Stefanie langsung menatap pada Alex. Apa putranya itu baru saja menyebut nama Anna?“Kamu bilang apa?” tanya Stefanie memastikan karena takut salah mendengar.Alex menghela napas pelan.“Kalau Mama mau dengar kabar terbaru tentang Anna, makanlah lalu setelahnya kuceritakan,” jawab Alex.Stefanie menatap lekat wajah Alex, tapi dia tak langsung percaya begitu saja setelah apa yang Alex lakukan.“Kamu hanya membujuk mama saja, Alex. Mama bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi.”Lagi-lagi Alex menghela napas kasar. “Mama tahu aku, bukan? Aku tidak mungkin berbohong.”Stefanie menatap jauh ke dalam mata Alex, apa benar putranya itu tahu kabar Anna.“Makanlah,” kata Alex sambil memberikan sendok ke tangan Stefanie, “semalam aku bertemu dengan Anna di pesta.”Stefanie sangat terkejut.“Hari ini dia dirawat di rumah sakit karena sedang hamil muda dan kondisinya kurang baik,” ujar Alex lagi agar sang mama percaya, “Mama sudah mendengar kabar darinya, jadi makanlah agar lekas sehat dan bisa ke
“Ap-apa?” Alex malah terkejut sendiri mendengar pertanyaan Anna.Anna tersenyum. Dia baru menyadari, ternyata Alex tidak sejahat yang dia kira. Hanya saja, mungkin adiknya itu berusaha bersikap tegas dan berwibawa, tapi dalam pandangan Anna, Alex seperti anak kecil.“Kamu mencemaskanku, sejak awal begitu karena itu kamu terus berusaha memperingatkanku,” ucap Anna menjelaskan.Alex mendecih.“Kamu besar kepala. Kita tidak saling kenal, untuk apa aku mencemaskanmu,” elak Alex lalu memalingkan muka.Anna dan Kai saling tatap, keduanya menahan senyum lalu memandang pada Alex lagi.“Tidak usah malu, akui saja,” ucap Anna memaksa.Alex mendecih lagi seolah tak sudi dibilang peduli.“Padahal, kalau kita bertemu sejak awal, bisa saling memahami dan menerima, kita bisa menjadi saudara baik ‘kan, Alex? Aku merasa kamu adik manis yang menggemaskan,” ujar Anna untuk merayu Alex.Bukan tanpa sebab, sepertinya akan menguntungkan kalau Anna bisa mengambil hati Alex. Dengan begini Anna bisa meminta b