Stefanie berada di lobi menunggu Anna. Dia sudah cukup lama di lobi, sampai akhirnya melihat mobil Kai yang berhenti di depan lobi.Dengan senyum semringah Stefanie berdiri dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu lobi untuk menghampiri Anna yang berdiri sambil memandang mobil Kai yang berjalan menuju pintu keluar perusahaan.Saat Stefanie ingin memanggil, dia melihat seseorang berpakaian hitam mengeluarkan belati dari saku jaketnya.“Anna!” Stefanie berteriak keras sambil berlari ke arah putrinya.Anna terkejut mendengar suara Stefanie. Dia membalikkan badan ke arah sumber suara dan melihat ibunya itu berlari dengan wajah panik.“Anna, awas!” teriak Stefanie.Anna tidak paham, sampai Stefanie menubruk dan memeluknya sambil memutar tubuh Anna berlawanan dengan orang mencurigakan yang Stefanie lihat.Anna terkejut. Dia melihat orang memakai masker hitam berdiri di belakang Stefanie dengan tangan mengarah ke sang mama, belum lagi Anna mendengar suara Stefanie memekik.Rachel nekat ingin
Anna menangis sesenggukan karena panik dan takut terjadi sesuatu yang buruk pada sang mama. Bahkan Anna terus menggenggam telapak tangan Stefanie sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.“Mama bertahan, ya,” bisik Anna lalu mencium punggung tangan Stefanie, tak peduli bau amis menyengat di hidungnya.“Jalankan mobilnya lebih cepat!” perintah Kai pada sopir perusahaan yang mengantar mereka ke rumah sakit.Kai menoleh ke belakang karena mendengar Anna terus menangis. Dia ikut cemas, apalagi Stefanie sudah lemas.Saat sampai di rumah sakit, Stefanie langsung dibawa ke IGD. Anna masih gemetaran, tapi dia berusaha mengeluarkan ponsel dan menghubungi Reino.“Ha-halo, Pa.” Anna bicara tergagap.“Halo, ada apa, An? Kenapa suaramu gugup seperti itu?” tanya Reino dari seberang panggilan.Kai melihat Anna yang menahan tangis dan tak bisa bicara, sehingga Kai mengambil alih ponsel Anna, lalu satu tangan merangkul pundak Anna dan membawanya masuk ke pelukan.“Pa, ini Kai.” Kai bicara sambil memand
Alex berada di bandara saat mendapat panggilan dari Reino. Dia bergegas menuju rumah sakit untuk melihat kondisi sang mama, meskipun sebelumnya Alex berkata tidak peduli.Sesampainya di rumah sakit, Alex melihat Anna dan Reino yang sedang bicara. Alex geram sampai mengepalkan telapak tangan di samping tubuh, tak hanya mengambil hati sang mama, Anna juga sudah mengambil perhatian papanya.Cemburu? Jelas Alex cemburu karena selama ini, hanya dia yang disayangi oleh kedua orang tuanya, tapi sekarang ada orang lain yang mengambil semua itu darinya.Alex tidak langsung menghampiri kedua orang itu, sampai dia mendengar perawat yang menjelaskan soal kondisi sang mama. Mengetahui kalau Anna tak bisa mendonorkan darah karena memiliki golongan darah yang berbeda, Alex tersenyum miring.Alex mendekat dan melontarkan kalimat syarat untuk membuat Anna mundur dari kehidupan keluarganya.“Alex!” Reino sangat terkejut mendengar ucapan Alex.“Apa? Aku hanya ingin hakku dengan memberikan kewajibanku,”
Reino baru saja mengakhiri panggilan dari Kai. Dia menghela napas kasar dan frustasi dengan apa yang terjadi.Reino memandang ke pintu ruang perawatan, lalu melihat perawat datang membawa kantong darah untuk Stefanie.Reino diam sesaat, lalu dia berjalan menuju tempat Alex diambil darahnya. Dia masuk ke ruangan itu dan mendapati putranya duduk sambil memegangi lengan.“Apa kamu puas?” tanya Reino dengan tatapan tak senang.Alex menatap datar pada sang papa. “Apa Papa sekarang lebih memihak pada anak lain ketimbang anak sendiri?”“Hentikan sifat kekanak-kanakanmu itu. Keputusanmu menjauhkan Anna dari mamamu, akan membuat mamamu sedih,” ucap Reino mencoba memberi pemahaman.Alex ingin berdiri, tapi tubuhnya masih lemas karena banyak diambil darah. Dia menatap kesal pada ayahnya yang terus membela anak lain.“Aku berusaha menyelamatkan Mama. Papa tidak pernah tahu bagaimana sifat asli ayah wanita itu, kan? Dia sama seperti ayahnya, serakah dan hanya ingin harta Mama. Apa Papa tidak sadar
Kai berada di ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena penyerangan yang membuat Stefanie terluka.Kai baru saja melakukan meeting online, saat Tian menghubunginya secara pribadi.“Ada apa?” tanya Kai setelah keluar dari room meeting.“Saya mendapat informasi dari rumah sakit yang menangani Rachel, Pak.”Kai menegakkan badan saat mendengar ucapan Tian.“Bagaimana?” tanya Kai waspada. Jangan sampai Rachel kabur lagi.“Rachel mengalami kelumpuhan karena benturan keras yang dialaminya. Polisi tadi datang ke perusahaan untuk melakukan investigasi dan meminta salinan rekaman Cctv yang terdapat di pos security.”Kai diam mendengarkan. Jika sopirnya terseret dalam masalah ini, maka dia yang akan turun tangan langsung.“Lalu?” tanya Kai meminta penjelasan lebih lanjut.“Untungnya, kamera Cctv menyorot langsung ke portal, sehingga saat mobil menabrak, tidak terlihat jelas, hanya terlihat bagian depan yang menabrak Rachel sampai terpental,” jawab Tian dari seberang panggil
Eve pergi ke rumah sakit bersama Queen. Saat sampai di depan kamar inap Stefanie dirawat, Eve dan Queen terkejut melihat dokter dan beberapa perawat di sana.Eve menerobos masuk karena panik dan takut terjadi sesuatu pada Stefanie. Ketika sampai di dalam, dia melihat Stefanie yang sedang dipindah ke brankar.“Dia mau dipindah ke mana?” tanya Eve.Reino menoleh ke arah Eve, begitu juga dengan Alex.Reino menatap pada Alex yang kembali fokus membantu perawat memindah Stefanie, lalu dia menghampiri Eve.“Alex memaksa untuk memindah ke rumah sakit di kota kami,” jawab Reino.“Tunggu!” Eve sangat terkejut. “Kondisi Stefanie belum membaik, kenapa harus dipindah?” tanya Eve keheranan.“Agar kami bisa terus menjaganya,” balas Alex.Eve dan Reino menoleh bersamaan pada Alex, lalu Eve menatap bingung.“Apa maksudnya? Anna dan kami di sini, memangnya kami tidak bisa menjaganya?” tanya Eve karena belum tahu masalah yang terjadi antara Alex dan anna.Alex tersenyum miring. Setelah berhasil meminda
Kai kembali ke kamar setelah menemui Eve dan Queen. Saat masuk kamar, dia melihat Anna yang ternyata sudah bangun.“Kamu dari mana?” tanya Anna sambil mengucek mata.Kai menghampiri Anna, lalu duduk di samping tepian ranjang sambil menatap Anna yang masih berbaring..“Mami baru saja datang bersama Queen. Mereka dari rumah sakit.”Anna langsung bangun saat mendengar kata rumah sakit. Dia menatap Kai dengan rasa penasaran.“Mami jenguk Mama? Bagaimana kondisi Mama?” tanya Anna.Anna sangat ingin melihat kondisi Stefanie, tapi dia tak mau melanggar janjinya. Dia tak mau Reino atau Stefanie mendapat masalah lain karena dirinya.Kai bingung cara menjelaskan pada Anna. Dia menggenggam telapak tangan istrinya itu, lalu mengusap punggung Anna dengan lembut.Anna menatap Kai yang tak langsung menjawab, hal ini membuat Anna semakin cemas jika terjadi sesuatu pada Stefanie.“Kai, apa Mama baik-baik saja?”Kai menatap Anna sambil tersenyum. “Kata Mami, mamamu belum sadarkan diri.”Anna terkejut.
Anna pergi menjemput Nindy di apartemen, setelahnya mereka pergi ke kantor polisi untuk menemui Mila.“Nindy.” Mila langsung memeluk saat bisa melihat putrinya itu lagi.“Ibu baik-baik saja di sini, kan? Tidak ada yang jahat di dalam, kan?” tanya Nindy begitu lega akhirnya bisa melihat sang ibu.“Iya, ibu tidak apa-apa. Tidak ada yang jahat,” ucap Mila seraya melepas pelukan agar bisa menatap pada Nindy.Anna hanya diam memandang Mila dan Nindy. Jika dibilang iri, ya kali ini Anna iri. Meski Mila jahat, tapi Mila sangat menyayangi Nindy. Dia iri karena Nindy mendapat kasih sayang begitu melimpah dari Mila terlepas dari semua sikap jahat keduanya.Anna tiba-tiba teringat Stefanie. Bagaimana kabar sang mama sekarang? Apakah sudah sadar? Apakah mendapatkan perawatan yang baik?Tanpa Anna duga, Mila dan Nindy menatap bersamaan pada Anna.Mila dan Nindy saling tatap sejenak, lalu Nindy berbisik kalau Anna sedih sebab ibu kandungnya tertusuk karena berusaha menyelamatkan Anna dari Rachel.M
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati
Kai masuk kamar setelah lembur dari ruang kerja. Dia menghampiri Anna yang duduk di sofa, alangkah terkejutnya dia melihat sang istri sedang makan mangga muda di malam hari.“Anna, ini sudah malam. Kenapa kamu masih makan mangga muda?” tanya Kai karena cemas jika Anna sakit perut.“Tapi aku pengen,” jawab Anna lalu kembali memasukkan potongan mangga muda ke mulut dengan tatapan tertuju pada Kai.Kai duduk di samping Anna, dia meringis melihat potongan mangga muda yang ada di piring.“Iya, tapi apa tidak bisa makannya besok setelah sarapan atau makan siang?” Kai tetap waspada dan cemas.Anna menggeleng sambil memasukkan suapan lagi ke mulut.“Apa tidak asam?” tanya Kai karena Anna makan dengan lahap, bahkan ekspresi wajah Anna biasa saja.“Tidak,” jawab Anna, “kamu mau coba?” tanya Anna sambil menyodorkan ke mulut Kai.Mencium bau mangga itu saja sudah membuat liurnya mengalir deras, Kai menggeleng.Anna terus makan meski suaminya melarang. “Staff di perusahaan, ada yang punya pohon ma
Rania menatap tak percaya, kenapa Alex ada di sana? Apa pria itu mengikutinya?Rania menatap Alex yang kini berjalan menghampirinya. Aura pria itu begitu dingin dan menakutkan, apalagi tatapan mata Alex.“Siapa kamu? Tidak usah ikut campur dengan urusan klub kami,” kata manager sedikit ketus.Alex tersenyum miring. Dia sudah berdiri di samping Rania, lalu menoleh pada wanita itu sebelum kembali menatap pada manager yang ada di belakang meja.“Kamu tidak tahu aku? Serius kamu tidak mengenal siapa aku?” Alex menatap penuh cibiran.Manager klub mengerutkan alis. Dia memang merasa tak asing dengan Alex.“Apa kamu mau izin klub ini dicabut dan usaha kalian ini ditutup?” Alex bicara dengan nada ancaman.“Siapa kamu sebenarnya?” tanya manager itu.Alex tersenyum miring, lalu dia menoleh pada Rania. “Hanya seorang pria yang sedang melindungi wanitanya.”Alex menarik satu sudut bibirnya setelah menyebut Rania sebagai wanitanya.Sedangkan Rania, dia sangat syok dan tidak paham dengan maksud Ale