Di rumah sakit, Clau setia menonton televisi, pemberitaan seputar kecelakaan helikopter menjadi topik hangat. Lelehan bening terus menetes, membasahi selimut berwarna biru muda. Jauh di lubuk hati, jika memang benar Arjuna dinyatakan meninggal dunia, ia bersumpah tidak akan menikah lagi. Sebab suaminya hanya Arjuna Bryatta Kreshnik Eberly Caldwell, pria manapun tidak bisa menggantikan sosok arogan itu.“Arjuna … aku kangen.” Cicit Clau.Lelah dan luka paska operasi menemani kepedihannya, belum lagi ASI tidak keluar sama sekali menambah beban Clau. Padahal Laras setia mendampingi, bahkan merelakan waktu istirahat demi mengurangi kesedihan. Tetapi Clau membutuhkan semuanya, dia ingin keluarga yang lengkap. Mengukir bahagia bersama, membesarkan dan merawat buah hati.“Nak, kamu tidak boleh begadang! Ingat pesan dokter, ini semua demi kebaikan kamu dan anakmu.” Peringatan Laras, sebab ibu muda cantik ini enggan memejamkan mata walau malam semakin larut.“Iya Bu sebentar lagi.” “Ayo Nak
GrepDekapan itu teramat erat membuat Arjuna sesak napas. Tentunya luka di area punggung tertekan oleh telapak tangan. Ingin rasanya pria berjuta pesona ini mengamuk dan menghempas seseorang.Namun, Arjuna tersentuh dan tidak kuasa mendengar isak tangis. Ia memang arogan dan hanya orang tertentu saja yang bisa menyentuhnya. Tetapi kali ini Arjuna mengizinkan, anggap saja menghibur semua orang dalam kamar.“Tuan … Tuan … Tuan … akhirnya Anda pulang. Saya bisa gila dan mati kalau kehilangan Anda.” Givano menepuk punggung lebar sang Bos.“Kau itu lulusan magister atau hanya sekedar ijazah saja, hah? Cengeng.” Maki Arjuna seraya menjauhkan tubuh berkeringat asisten pribadi.“Arjuna kamu tidak boleh begitu. Givano mencarimu dari kemarin malam.” Clau berucap sembari mengacungkan jari telunjuk serta memasang wajah galak.Semua orang dalam kamar kompak geleng-geleng kepala melihat tingkah Bos dan anak buahnya itu. Meskipun hatinya terenyuh, Arjuna tetap memiliki aura arogan. Tidak tersenyum s
Tangan Arjuna mengepal sempurna, wajahnya merah padam, kilat pada mata siap menusuk lawan. Melupakan diri tengah sakit, kepala dan lengan diperban, serta kaki tidak bisa menendang sempurna.Otak Arjuna hanya memerintah pada organ tubuh untuk menyerang dan melumpuhkan Andreas. Ia juga tidak peduli berada di rumah sakit, dilarang bising demi kenyamanan bersama.“Kita kembali ke kamar sekarang, ayo!” ajak Clau.“Tunggu! Aku bukan pengecut.” Tolak Arjuna seraya mengusap punggung sang istri.Kini badan atletisnya telah maju dua langkah mengikis jarak. Arjuna menarik satu sudut bibir, dagunya tampak terangkat, memberi kesan angkuh begitu kental.Tepat pada detik ketiga, kepalan tangan melayang sejajar dengan dada. Secepat kilat Clau menghalau, memeluk erat tubuh sang suami. Wanita cantik ini tidak mau suaminya tambah terluka baik secara fisik atau psikis.“Sayang tolong jangan.” Tegas Clau mengeratkan kedua tangan, lalu berbisik lirih, “Ini rumah sakit, di depan poli anak. Kalian bisa membua
“Beraninya dia.” Desis Arjuna. Hampir melempar gawai mahal miliknya. Bahkan sebelah tangan mencengkeram kuat railing besi. Buku jemari Arjuna memutih, urat pada punggung tangan bermunculan. Sehingga selang infus berubah warna merah.“Perlu dibumihanguskan sampai ke akar?” gumam Arjuna penuh penekanan, dan tatapannya begitu bengis.Tiba-tiba saja perawat membuka pintu balkon. “Tuan? Nyonya Claudya membutuhkan Anda.”“Hu’um.” Pria itu segera mengembalikan ponsel ke saku piyama, lalu masuk menemani Clau. Tampak dokter tengah melakukan pemeriksaan lengkap dan tentunya menunggu Arjuna.“Bagaimana kondisi istriku?” tanya Arjuna sembari membelai kepala belakang Clau.“Nyonya tidak boleh banyak gerak berlebihan. Cukup yang ringan saja, tekanan darahnya berangsur normal. Tetapi tetap membutuhkan konsumsi obat serta terapi khusus. Setidaknya lebih mudah dibanding mengandung.”Arjuna dan Clau kompak manggut-manggut, mendengar petuah dokter. Termasuk larangan berhubungan suami istri dalam waktu
Sampai di mansion dan masuk kamar, Clau melihat Arjuna melepas kancing kemeja dengan satu tangan. Meloloskan kain itu dari tubuh bagian atas. Tanpa kata menuju kamar mandi dan menutup pintu cukup keras.Hingga Clau terlonjak dari pijakan berdirinya. Ia menelan air liur seraya mengusap dada, betapa perihnya diacuhkan oleh Arjuna. Walau bukan pertama kali, tetapi kehidupan mereka saat ini jauh berbeda. Saling mencinta serta mengharapkan pasangan menjadi yang terbaik.Sekarang Clau menyesal, akibat rasa penasaran terlalu tinggi membuat renggang hubungannya. Ia memukul pelan kening, mencaci maki diri serta menghukum kepalanya yang terlalu banyak berpikir.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” gumam Clau kebingungan.Clau mengikuti jejak Arjuna, turut meloloskan dress berikut kedua penutup area penting. Melangkah panjang-panjang, menggeser pintu kamar mandi. Jantungnya berdebar kencang, menatap sang suami berdiri di sisi rintik shower.Membuang rasa malu dan gengsi, Clau mendekat kemudian
Kedua tangan Clau meremas kaos putih Arjuna, takut terjatuh karena terbuai sentuhan. Padahal Clau tidak perlu takut, sebab Arjuna memegangi punggungnya begitu erat. Pria itu juga sama, enggan melepas bibir manis candunya.Hingga suara seseorang terdengar tidak jauh dari posisi mereka. Sontak Clau mendorong Arjuna, melepaskan tautan. Menoleh ke arah tangga, rupanya kepala pelayan diutus Tuan Besar untuk menjemput Clau dan Arjuna.“Maaf Tuan, Nyonya, saya tidak tahu.” Cicit Kepala Pelayan merasa tidak enak hati.“Tidak apa.” jawab Arjuna, ekor matanya melirik tajam kepada Clau.Clau pikir suami angkuhnya ini akan berlalu begitu saja. Ternyata Arjuna menyatukan jemari mereka, telapak tangan lebar itu menjalar hangat. Membuat secercah senyum pada bibir manis nan mungil Clau, tentunya nyaris membengkak ulah Arjuna.“Maaf.” Ucap Clau lirih lalu mengulum bibir menanti tanggapan sang suami.“Hu’um. Sekarang kita makan, kamu harus memerah ASI untuk Dewa.” Suara ini memang cukup rendah, tetapi
Baik bagi Arjuna atau Clau, fokus mereka sekarang tertuju sepenuhnya kepada buah hati. Sebab bayi mungil itu belum diizinkan pulang ke mansion. Masih dalam pengawasan ketat tim dokter selama 24 jam. Sehingga setiap hari Arjuna dan Clau rutin menjenguk, menemani buah hati hingga malam. Ya, sudah satu bulan setelah salah paham itu terjadi, dan hubungan keduanya bertambah erat. Ditambah hasil tes organ vital Arjuna tidak menunjukan adanya gangguan. Semua aman dan bersih, hanya kakinya sedikit pincang ketika berjalan.“Ini burger keju, kamu pasti lapar. Setelah memerah ASI biasanya tenaga terkuras habis.” Ujar pria tampan itu menyodorkan satu bungkus makanan.Clau yang sedang duduk pada single sofa ruang tunggu langsung mendongak. “Sudah selesai teleponnya?”“Selesai. Tadi Givano sekalian aku perintah membeli makanan. Kita makan berdua di sini.”Arjuna mengeluarkan satu burger, membuka penutup aluminium foilnya agar memudahkan Clau. Keduanya menyantap roti bulat dengan isian daging sapi
10 menit sebelumnya.Laras tengah terlelap dalam tidur, tiba-tiba ponselnya berdering cukup nyaring. Wanita senja itu segera duduk dan celingukan mencari sumber suara. Laras lupa nada dering ponselnya sendiri.Tak lama ia menepuk jidat dan terkikik geli. Lantas meraih benda pipi di ujung kasur. Matanya mengecil memerhatikan nomor penelepon. “Siapa ya?” gumam Laras ragu untuk menerima.Namun, panggilan itu berulang kali menggangggu dan tidak henti meneror Laras. Akhirnya ia beranikan diri menekan simbol berwarna hijau dan pengeras suara. “Ha-halo?”[Dengan Nyonya Stewart?]“Benar, ini siapa? Ada perlu apa malam-malam begini?”Laras kesal bukan main, lantaran waktu tidurnya diganggu oleh orang asing. Ia pun hampir mencaci wanita ini karena hanya diam.Namun, Laras mendengar nada tegas dari balik smartphone. Seketika air matanya tumpah dan ia beranjak dari kasur. Mengganti pakaian, menyambar tas besar dan menyelinap keluar. Tidak menyadari sepasang netra abu-abu mengintai dari penghuju
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“