"Aku baik-baik saja kok," ucap Stella seraya menarik napas. "Memutuskan untuk melakukan semua ini dengannya, Sama halnya dengan aku yang sudah memutuskan siap untuk terpenjara. Bian memang sudah seperti itu dari dulu dan tidak akan pernah menghormati orang lain. Apalagi aku yang merupakan istri yang tidak diinginkannya. Kebenciannya padaku, jelas besar dan tidak akan pernah hilang."Stella berkata seraya menarik napasnya dan menatap ke arah depan dimana jalan raya berada. Ashley sendiri hanya diam saja mendengarkan apa yang dikatakan oleh Stella, dia berniat menjadi seorang pendengar yang baik agar bisa memberikan tempat untuk Stella."Aku yakin setelah ini nanti akan hamil, tidak akan ada kata kedua atau bahkan perubahan dalam perjanjian yang sudah kami lakukan. Bagaimanapun juga, sikapnya yang arogan itu membuatku semakin tahu diri. Aku disana hanya untuk memberikan anak untuknya, sisanya tidak ada yang harus diharapkan. Sifatnya tidak akan pernah berubah, aku yakin," gumamnya membu
"Penghasilan hari ini semakin meningkat, Stella. Syukurlah, kau bisa menabung agar saat pergi dari hidup Bian nanti kau bisa membawa dirimu sendiri dan membuka cafe baru dengan identitas baru di negara atau kota yang baru."Stella tersenyum dan merasa lega setelah selesai menginput semua pemasukannya hari ini. Dari cafe saja dia bisa mendapatkan kurang lebih 300-700$ perhari. Mungkin penghasilan itu sedikit tapi cafenya juga tidak begitu besar dan hanya sering didatangi oleh para mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas dan bersantai. Tapi yang pasti cafenya ini baru dia bangun kurang lebih setengah tahun lalu saat dia datang ke sini dan menikah dengan Bian, menikah dengan pria yang tak menginginkannya itu hingga dia memutuskan untuk mencari nafkah sendiri.Dia tak tahu dengan kehidupan yang dulu karena saat pertama kali dia sadar itu di rumah sakit dan ada Calista di sana yang mengabarkan tentang kematian orang tuanya dan dia serta Bian harus menikah karena perjodohan yang dilakukan ol
Makan malam itu mereka habiskan dengan diam tak ada yang bicara satupun. Hanya saja, Bian sejak tadi memperhatikan Stella diam-diam untuk melihat apakah dia benar-benar pernah mengenal wanita ini sebelum menikah dengannya atau yang tadi itu hanya sekedar sebuah perasaan saja?Hanya saja dalam lamunannya, dia tak menyangka kalau dia bisa menghabiskan makanan yang ada di piringnya tanpa terasa. Stella sendiri sedang menyandar dengan mata terpejam karena merasa lelah, lelah dengan pekerjaan dan lelah dengan sakit hati yang masih terus bergulat di dalam dadanya.Sedikit menyesal juga dia rasakan, kenapa dia harus menyetujui semua ini dan menderita sendiri padahal kalau dia pergi juga tidak akan ada rasa peduli bagi Bian dan mungkin pria ini juga bisa menenangkan ibunya waktu itu. "Sudah terlambat belum untuk pergi? Tapi aku bisa pergi ke mana, uangku belum terkumpul banyak. Sepertinya aku harus mulai mencari tempat yang cocok untuk pindah nanti. Ke kota mana ya?" gumamnya lalu menghela n
Bian membuka pintu kamar dengan wajahnya yang tampak datar, melangkah mendekati ranjang dimana Stella sedang tidur dengan tenang di kamarnya.Ya, ini kamar Stella. Dia duduk dipinggiran ranjang, menatap wajah Stella yang entah mengapa agak familiar baginya. Dia juga merasa nyaman dengan wanita ini padahal baru melakukan interaksi beberapa hari terakhir hubungannya. Seakan ada satu aura yang mengikat, membuat Bian seakan tak suka wanita ini diganggu oleh pria lain.Dia mendekatkan wajahnya, menatap Stella lebih dekat dan memperhatikan wajah istrinya itu dengan tatapan dalam."Kau ..." Bian menggantung ucapannya seraya menghela napas.Dia menarik selimut dan menyelimuti Stella dengan lembut, sebelum bangkit dari duduknya dan berjalan pergi ke kamarnya dengan tatapan kosong dan wajahnya yang datar."Dia sudah mengkhianati janjinya denganmu, Bian. Kau ... Kau tidak perlu merasa tersakiti terus-terusan begini."Bian memejamkan matanya, lalu duduk di atas ranjang dan menghela napas dalam-da
Sehari tanpa Bian benar-benar membuat Stella merasa bebas. Tidak ada seorangpun yang mengganggunya, termasuk Bian dan bahkan Ashley sama sekali tidak ada menghubunginya.Dia bisa menenangkan diri di cafenya dan bahkan saat malam hari datang. Dia berbaring di atas ranjang mini miliknya dan menatap langit-langit ruangan dengan wajah yang terlihat mencoba untuk tenang."Kenapa aku masih harus memikirkan tentang pergi ke mana setelah melahirkan nanti padahal aku belum juga hamil. Aku akan mencarinya saat aku sudah hamil nanti. Mencari rumah yang disewakan, Setidaknya aku tidak akan menjadi gelandangan setelah ini." Stella menghela napasnya dan diam beberapa saat.Kenapa dia harus terus memikirkan itu. Pemikirannya memang sedikit tidak stabil, antara tidak mau pergi tapi kalau pun bertahan tidak mungkin sebab setelah dia melahirkan maka dia akan pergi jauh dan itu sudah menjadi perjanjian mereka. Bian bisa memasukkannya ke dalam penjara kalau dia melakukan hal itu, walaupun dia hanya menja
Bian duduk bersandar di sofa hotel yang dia pesan. Dipejamkannya mata dengan lelah, seharusnya dia membawa Stella tadi tapi bisa-bisanya dia masih bersikap jual mahal padahal kalau misalnya wanita itu ada di sini dia bisa melakukannya lagi.Senyum kecil tersungging di bibir Bian, dia tidak tahu bagaimana bisa merasa kecanduan dengan bercinta. Stella yang memberikan pengalaman pertama padanya tentu saja membuatnya merasa sedikit gila. Ditambah lagi wanita itu memiliki seorang pria yang menjadi sosok calon penggantinya di masa depan, tentu saja dia agak tertantang untuk membuat hubungan mereka berantakan.Dia tak tahu kenapa harus melakukan itu, dia memang merasa tidak suka saat memikirkan Stella memiliki seseorang yang sedang menunggunya. Dia tidak suka dan dia belum menemukan alasannya untuk saat ini."Tuan ... Saya tidak menemukan dimana dia berada. Tidak ada lokasi sama sekali dan alamat yang dia berikan juga sudah dijadikan pusat industri. Selama beberapa bulan terakhir saya tidak m
"Nona mau makan malam? Mau saya masak sesuatu?" Stella menggeleng pelan dan menghela napasnya. Dia memikirkan sesuatu tapi khawatir pasti Bian tidak akan setuju. Bagaimana dia akan menjaga harga dirinya kalau Bian menolak. "Apa aku meminjam uang ke bank saja?"Stella diam berpikir selama beberapa saat. Hingga akhirnya dia menarik napas dan memutuskan untuk mencoba. Dia bangkit dari duduknya lalu menatap Amber dan tersenyum pada gadis yang sudah membantunya tadi."Aku akan memasak sendiri makanan yang aku mau dan kalau memang masih ada sisa aku akan memakan yang sudah kau masak. Aku akan keluar," ujarnya membuat Amber mengangguk patuh.Dia membiarkan Stella keluar dari kamar dan merapikan kamar istri majikannya itu. Dia tahu kalau hubungan Bian dan Stella memang tidak pernah baik makanya mereka tidak tidur di atas ranjang yang sama sejak dulu.Stella menatap Bian yang sedang tenang di meja makan, dia duduk di salah satu kursi pada akhirnya membuat Bian menatapnya yang hanya diam saja
Stella menaikkan alisnya mendengar ucapan Bian yang tak masuk akal. "Aku tidak tahu apakah dia mata-mata Mama atau tidak tapi yang pasti sejak dulu dia juga sudah tahu kalau hubungan kita tidak pernah membaik. Aku masih bernegatif thinking dengan tidak mengatakan kalau kau hanya mencari alasan untuk bisa tidur denganku, Bian!" ujarnya seraya berjalan mendekati pria itu.Bian hanya diam saja, memperhatikannya marah-marah seperti sedang melihat sesuatu yang menggemaskan dalam pandangan matanya."Cepat pergi dari sini! Tidak usah tidur bersamaku karena itu tidak masuk akal!" Stella mengambil tangan Bian dan menariknya agar bangkit dari ranjangnya. "Bangun, Bian! Kau harus tidur di kamarmu, eh!"Stella tersungkur jatuh ke dalam pelukan Bian dan tak bisa bangkit ketika pria itu malah membalikkan posisi dan membuatnya berada dalam kungkungan pria itu. Mata Stella terlihat melotot, melihat Bian yang sudah tersenyum smirk menatapnya, seperti ada minat yang tertahan di matanya dan membuat Stel
"50% saham hanya untuk bercinta denganku? Apakah kau merasa itu semua masuk akal?" Masih diposisi yang sama, Stella tak bisa lepas dari kungkungan Bian karena pria ini terlihat begitu serius ingin melakukannya. "Bukankah kau yang meminta syarat itu? Aku hanya berusaha untuk menurutinya supaya mendapatkan apa yang aku mau, sekaligus kau tidak merasa rugi dengan permintaanku." Bian menjawab dengan santai membuat Stella menarik napasnya tak percaya. "Bian, tidak ada untungnya-" "Ada, apakah kau meremehkan hasrat seorang pria sepertiku? Aku punya istri dan aku tidak bisa menyentuhnya dengan leluasa karena dia tidak percaya padaku dan masih sakit hati, jadi aku hanya berusaha untuk menggapai hatinya. Apapun akan kulakukan untuk itu, masih tidak percaya?" Stella terdiam, dia ingat sesuatu yang pernah dikatakan orang termasuk wanita-wanita yang pernah menikah. Mereka mengatakan kalau suami mereka rela melakukan apa saja jika sudah ingin melakukan hubungan suami istri. Bahkan ketika mer
Stella menatap wajah Bian yang sepertinya tak ada niatan untuk melepaskannya. Wanita itu sudah mencengkram selimut saat merasakan Bian menyapa bagian lehernya dengan ciuman dan kecapan mesra. "Bian ..." Bian mengangkat kepalanya, lalu menatap dalam wajah Stella yang sudah menggeleng. "Aku tidak bisa melakukan itu." "Kenapa?" Bian menciumnya dengan lembut. "Bukankah sudah bersedia untuk lebih menerima hubungan ini dan semua perhatianku?" Stella menelan ludahnya. "Tetapi bukan dengan bercinta, 'kan?" ucapnya pelan. "Aku tidak ada mendengar ucapan itu." Bian terdiam, sadar kalau selama ini dia terbawa perasaan sendiri padahal Stella tetap menganggap semuanya sama seperti pertama kali. "Bian ... aku sangat lelah." Bian tersenyum pelan lalu mengusap kepalanya. "Sudah berapa bulan kita tidak melakukannya, kau tidak merindukanku?" Stella menatapnya dengan tatapan tak paham membuat Bian tersenyum lagi. Gila, dia yang terbawa perasaan sendiri dengan hubungan dan kedekatan yang
Stella memijat kepalanya perlahan lalu keluar dari dalam mobil dan menatap Bian yang sudah membuka pintu rumah dan menyambutnya yang baru datang. Wanita itu diam selama beberapa saat tapi kemudian dia berjalan saat melihat Bian yang sedang tersenyum padanya."Kau mau pergi?"Bian menaikkan alisnya. "Tidak, kenapa kau bertanya seperti itu?" tanyanya seraya merangkul tubuh Stella, membawanya masuk ke rumah. "Emm, karena aku melihatmu keluar dari rumah saat aku sampai tadi. Kupikir kau bukan mau menyambutku tapi mau pergi ke suatu tempat seperti yang biasa kau lakukan dulu. Dulu bukankah kau biasanya selalu pergi? Kenapa sudah tidak pernah lagi keluar dan nongkrong atau menyendiri?"Bian mengajaknya duduk di sofa lalu tersenyum lembut menatap wajah istrinya itu. "Untuk apa? Aku lebih baik di rumah daripada keluar tanpa manfaat seperti itu. Aku tidak begitu punya teman, hanya ada beberapa rekan kerja. Kalau aku di rumah aku bisa membantu menjaga dan memberikan perhatian padamu. Kehamilan
Beberapa bulan berlalu setelah kehamilan Stella dan dia tetap mendapati sikap penuh perhatian dan juga segala hal yang diberikan Bian mulai lebih terlihat banyak dan berkembang.Pria angkuh dan kaku itu bahkan seolah sengaja untuk menjadi dirinya yang lebih baik, tidak lagi bermulut pedas, tidak lagi bertampang datar dan dingin, tidak lagi menjadi sosok yang menyebalkan.Stella menikmati semua perubahannya tapi juga dia masih berusaha menjaga jarak. Dia tidak bisa kalau harus membiarkan pria itu melakukan sesuatu padanya semakin jauh, tapi dia juga tidak memiliki kemampuan untuk menghalanginya hingga hanya bisa menerima."Maaf, aku terlambat datang. Tadi aku meeting dulu dengan klien baru setelahnya aku datang ke sini karena itu klien yang cukup penting. Dia sudah datang jauh-jauh dari luar negeri, makanya aku layani dulu," ucap Bian begitu masuk ke cafe Stella.Wanita berdress hitam itu menoleh ke arah Bian, lalu diam selama beberapa saat. "Kau bicara seolah menjadi gigolo saja," uja
Setelah pulang, tak ada lagi pembicaraan yang dilakukan oleh Bian dan Stella. Keduanya masuk ke dalam rumah dan disambut Amber, tapi karena tak ada yang dikatakan dan dibicarakan oleh kedua majikannya jadi Amber juga hanya diam dan berniat untuk memasak makan siang sebab sebentar lagi sudah harus makan. Stella masuk ke kamarnya dan memutuskan untuk beristirahat sambil berpikir. Dia merasa sifat Bian saat ini sudah terlalu jauh, pria itu sudah tak sama lagi dan itu membuatnya khawatir. Besar kemungkinan jika seperti ini maka mereka tidak akan berpisah sesuai dengan harapan pria itu. "Tidak ada dasar yang kuat kenapa dia berubah dan berniat untuk mempertahankanku. Aku bukan orang yang tidak punya hati sampai mengabaikan apa yang dia lakukan dan dia inginkan, tapi kalau dia tidak memiliki dasar yang kuat untuk mempertahankan pernikahan ini maka dia akan bisa mengabaikannya dengan mudah ke depannya. Dia tidak tahu bagaimana harus menjadi dirinya sendiri, karena bagaimanapun semua ini
Stella menoleh ke arah Bian saat pria itu sengaja meletakkan lauk di piringnya. Padahal dia tidak memintanya sama sekali tapi pria ini memang sengaja melakukannya dan menggunakan Calista yang ada dihadapan mereka untuk semakin berpura-pura.Saat ini mereka sedang makan pagi bersama dan Bian terlihat seperti seorang suami dan calon ayah yang baik. Dia tak tahu bagaimana harus menolaknya tapi saat ini dia hanya bisa diam saja dan memakan makanan itu tanpa banyak bicara."Makanlah yang banyak, agar kandunganmu sehat." Calista bersuara membuat Stella mengangguk tanpa menatapnya.Dia malas untuk banyak berbasa-basi saat ini, terlalu melelahkan. Sepertinya jika dia kembali ke rumah atau ke kamarnya yang ada di cafe akan lebih baik, dia tidak akan menyinggung atau membuat siapapun harus terusik. Dia bukan orang yang hebat dan bahkan dia selalu menjadi orang yang terhina.Stella menghela napas panjang lalu duduk di kursi dan melihat Bian serta Calista yang sedang bicara. Sejak tadi dia tahu m
"Aku mau." Stella menatap Bian dengan wajah datar. "Mau apa?" Bian melihat Stella dari atas sampai bawah, berulang-ulang membuat wanita itu memalingkan wajahnya dengan tatapan datar yang tak berubah. Dia sudah tahu apa yang dimaksudkan oleh pria ini, rasanya seperti tak masuk akal karena Bian bisa-bisanya meminta secara terang-terangan begini. "Apa yang kau pikirkan sebenarnya? Sadar tidak sih kalau aku sedang hamil?" "Memangnya kalau hamil tidak bisa melakukannya?" tanya Bian dengan wajah tak percaya. "Apa yang kau rasakan? Ada yang sakit lagi?" Stella menghela napasnya dalam-dalam lalu berjalan ke arah ranjang dengan rasa malas. "Aku belum fit, kalau kita lakukan malah beresiko. Itu bukan hal yang kuinginkan, aku mau mempertahankan anak ini. Apapun keadaannya, aku tidak akan membuatnya kenapa-napa. Kau harus tahu, keguguran pertama kali bisa membuat resiko macam-macam, salah satunya mungkin tidak akan bisa hamil lagi. Jadi, berhenti meminta sebelum keadaanku membaik." "O
Stella yang melihat Bian terdiam hanya bisa menelan makanannya sebelum bersuara. "Makanan ini sudah cukup untukku jadi kau tidak perlu merasa harus menegur mereka. menjalankan tugas dari kau tidak perlu melakukan sesuatu kesalahan yang malah membuat mereka merasa takut. Mereka sudah lebih lama menjadi pelayan kalian dibandingkan aku yang menjadi istrimu. Jangan lakukan apapun yang membuat mereka merasa bersalah," balasnya membuat Bian menarik napasnya dalam-dalam.Nyatanya ada banyak hal yang membuat Stella tak mau menerimanya dengan mudah. Dian sudah melakukan banyak kesalahan yang tak termaafkan hanya karena pernikahan itu tadi yang tidak dia inginkan. "Maaf ..." ucapnya lirih membuat Stella menghela napas."Tidak perlu minta maaf. Aku sudah mengalami selama beberapa bulan terakhir saja menjadi istrimu. Sekarang dan dulu juga tidak ada bedanya bagiku, kau tidak perlu khawatir karena aku juga mengerti apa yang kau inginkan hanya untuk kebaikanmu. Tetapi, apakah nanti anak ini akan m
Stella benar-benar enggan meninggalkan ranjang hari ini, dia hanya duduk seharian sambil membaca buku kehamilan dan segala macam artikel tentang kehamilan yang ada di ponselnya."Menyusui ... tidak, aku tidak harus menyusui bayi ini ketika dia lahir nanti karena aku akan langsung pergi begitu saja. Jadi, aku tidak harus mempelajarinya karena anak ini pasti akan mendapatkan susu formula berkualitas tinggi dan terjamin daripada air susuku." Stella bergumam sambil menatap gambar ibu yang sedang menunggu bayinya sambil menyusui itu.Dia juga ingin menjadi Ibu yang murni, yang benar-benar melakukan semua hal untuk anaknya. Tetapi keadaan saat ini memaksanya untuk tidak melakukan itu karena memang tidak bisa. Hubungan dia dan Bian terlalu retak dan parah untuk diperbaiki dan dia sama sekali tidak ada niatan untuk memperbaikinya.Sekali seorang pria menjadi brengsek dan jahat seperti ini maka kedepannya di dalam pernikahan yang lebih pasti nanti maka dia besar kemungkinan dia akan melakukan