Share

Tamu Tidak Diundang

Penulis: Chokolate_21
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-28 20:43:56

Sesuai ucapan Endara kemarin, hari ini mereka berdua berangkat bulan madu ke luar negeri. Alasan Endara tidak hanya bulan madu saja, melainkan sedang menjalankan bisnis juga. Dara tidak mempermasalahkan hal itu, jika suaminya ingin bekerja maka Dara mempersilahkan, dan jika ingin berdua Dara juga selalu siap.

Enam belas jam lamanya Endara dan Dara berada di udara, akhirnya mereka berdua tiba di Amerika dengan selamat. Tidak ada kendala saat penerbangan, hanya saja Dara sedikit mual karena terbang di atas udara adalah pengalaman Dara untuk pertama kalinya. Sekarang mereka berdua sudah tiba di hotel yang akan menjadi tempat menginap mereka selama beberapa hari berada di Amerika.

“Masih pusing?” Endara menghampiri Dara yang sedang meringkuk di atas kasur.

Dara hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, karena di saat Dara banyak berbicara maka perut dan kepalanya seperti di putar-putar.

“Oleskan minyak ini, siapa tahu bisa mengurangi mual dan pusing.” Endara memberikan botol minyak angin itu kepada Dara.

“Terima kasih, Mas,” ucap Dara, dengan suara lirih seraya menerima botol minyak angin dari Endara.

“Butuh bantuan?” tanya Endara, dengan suara dingin.

Lima detik kemudian seluruh wajah Endara merah menahan malu karena baru saja lelaki itu menyadari ucapannya tadi. Endara merutuki kebodohannya sendiri karena seharusnya tidak menawarkan bantuan itu.

“Tidak, Mas, terima kasih.” Dara menolaknya secara halus.

“Sudahlah, tadi saya hanya basa basi saja.” Endara berdiri dari tempatnya duduk memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana.

“Istirahat saja dulu, saya mau menyelesaikan pekerjaan.” Lalu Endara pergi, lelaki itu memilih duduk di samping jendela kaca besar berdekatan dengan balkon hotel.

Melihat Endara yang duduk sedikit jauh dari tempat tidur membuat Dara menghela napasnya lega. Sekarang gilirannya untuk mengoleskan minyak angin pemberian Endara ke seluruh bagian perut dan pelipisnya. Setelah merasa cukup hangat di tubuhnya Dara meletakkan botol minyak itu ke atas nakas yang ada di samping tempat tidur, kemudian Dara memutuskan untuk istirahat agar rasa pusing dan mualnya cepat hilang.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan Dara baru saja bangun dari tidurnya yang sangat nyenyak. Gadis itu baru saja menyadari ternyata suaminya belum juga selesai bekerja.

“Belum selesai, Mas?” Dara berjalan mendekati Endara yang sedang sibuk di depan laptop.

Mendengar suara lembut dan halus itu membuat fokus Endara pecah. Lelaki itu menoleh ke samping dan sudah mendapati Dara berdiri di sampingnya.

“Belum,” jawab Endara, kemudian matanya kembali fokus pada layar laptop.

“Badannya sudah enakan?” tanya Endara, tanpa menatap wajah Dara.

“Alhamdulillah, sudah Mas,” jawab Dara. Bibir Dara melengkung ke atas ketika mendengar pertanyaan Endara yang menunjukkan sisi perhatiannya.

“Mas Endara sudah shalat belum?” tanya Dara, dengan sangat hati-hati.

Endara kembali menoleh, tetapi kali ini hanya gelengan kepala sebagai jawabannya. Dara menghela napasnya pelan, ingin meminta suaminya untuk segera menunaikan kewajiban seorang muslim, tetapi Dara tidak memiliki keberanian tersebut.

“Kalau begitu Dara izin bersih-bersih dulu ya Mas.”

“Iya, silahkan.”

Setelah mendapatkan persetujuan dari Endara, barulah Dara berani masuk ke dalam kamar mandi yang sebelumnya gadis itu sudah menyiapkan baju untuk ganti di dalam kamar mandi.

Dara masuk ke kamar mandi sekaligus membawa baju tidur. Endara merasa Dara sudah cukup lama berada di dalam kamar mandi. Tidak terdengar suara kran air yang melanyala membuat Endara semakin khawatir.

“Dara.” Endara mengetuk pintu kamar mandi cukup kencang agar Dara yang sedang berada di dalam sana mendengarnya.

“Dara, buka pintunya!” Endara semakin kuat mengetuk pintu kamar mandi itu, tidak peduli dengan suara bising yang ia ciptakan.

“Bercandanya tidak lucu, Dara.” Endara semakin marah ketika Dara tidak kunjung membuka pintu kamar mandi.

“Buka pintunya atau saya dobrak!” ancam Endara, karena kesabarannya sudah mulai habis.

Tidak berselang lama pintu kamar mandi terbuka, muncullah Dara di hadapan Endara dengan kepala menunduk.

“Kamu tuli atau bagaimana? Kenapa lama sekali membuka pintunya?” terlihat jelas rasa khawatir dari wajah Endara.

“Jawab!” Endara semakin meninggikan suaranya karena sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosinya.

“Maaf, Mas.” Suara Dara bergetar menahan rasa takut yang sekarang sedang menyelimutinya. Tatapan tajam dan suara tinggi yang keluar dari mulut Endara membuat Dara membeku di tempatnya.

“Saya tidak butuh kata maaf dari kamu yang saya ingin kamu menjawab pertanyaan saya, Dara!” Lagi-lagi Endara dengan suara tegas.

“Dara datang bulan, Mas.” Gadis itu semakin menyembunyikan wajahnya karena tidak sanggup melihat kemarahan dari wajah Endara.

Mendengar jawaban Dara membuat Endara mengusap wajahnya frustasi. Lelaki itu mencoba untuk mengatur napasnya agar emosinya tidak semakin meledak-ledak. Cukup lama Endara diam untuk mengendalikan emosinya.

“Lalu kamu pikir kita berada di sini hanya sebatas liburan saja?” Rahang Endara terlihat mengeras dan sorot matanya semakin tajam saat menatap Dara.

“Dara juga tidak tahu kalau datangnya sekarang, Mas,” ujar Dara, nadanya terdengar lirih karena takut dengan kemarahan Endara.

“Bagaimana kamu bisa tidak tahu dengan jadwal bulanan kamu sendiri? Kamu tahu kan tujuan utama saya mengajak kamu ke sini untuk apa?” tanya Endara, kilatan amarah masih terlihat jelas di wajahnya.

“Maaf, Mas, tapi Dara benar-benar tidak tahu karena baru dua minggu yang lalu Dara selesai datang bulan.” Dara menjawab dengan kepala menunduk.

“Sudahlah. Sana minggir, saya mau bersih-bersih.” Endara menarik Dara agar keluar dari kamar mandi.

Dara memejamkan matanya saat mendengar suara pintu kamar mandi yang ditutup secara kasar oleh Endara. Dara tahu Endara sedang kecewa kepadanya, karena dengan datangnya tamu bulanan Dara untuk melakukannya pun menjadi tertunda.

Sambil menunggu suaminya selesai membersihkan diri, Dara memutuskan untuk menunggu di atas kasur. Dara merasa tidak tenang ketika membuat suaminya marah besar kepadanya. Jujur saja Dara memang tidak tahu akan secepat ini datangnya, biasanya selalu tepat waktu jika tidak sedang dalam kondisi stress.

Tidak berselang lama pintu kamar mandi terbuka. Endara sudah berganti baju dan wajah yang kembali segar, tetapi raut amarah itu masih terlihat jelas di wajahnya.

“Mas.” Dara mengubah posisinya menjadi menghadap Endara yang sudah naik ke atas kasur.

“Berisik, saya mau tidur.” Endara membelakangi Dara menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Endara tidak mau lagi mendengar penjelasan dari Dara, intinya lelaki itu sangat kecewa.

Tangan Dara terangkat ke udara, sejajar dengan bahu Endara yang tertutupi oleh selimut. Dari raut wajahnya terdapat keraguan saat ingin menyentuh pundak suaminya itu. Setelah mengumpulkan banyak keberanian, akhirnya untuk pertama kalinya Dara menyentuh Endara meskipun terhalang oleh selimut.

“Dara tahu Mas Endara kecewa, tapi semua yang terjadi sudah takdir dari Yang Maha Kuasa, Dara tidak bisa mencegahnya,” ujar Dara, dengan suara lirih dan terdengar lembut di telinga Endara.

“Lepas! Saya tidak mau disentuh oleh  tangan kamu.” Endara menyingkirkan tangan Dara secara kasar. Bahkan tanpa lelaki itu sadari tindakannya itu membuat tangan mungil Dara merah dan nyeri.

Dara menghela napasnya pelan dan mencoba untuk menahan tangisnya yang sebentar lagi akan pecah. Gadis itu mulai merebahkan tubuhnya ikut membelakangi Endara. Diam-diam Dara mengusap punggung tangannya yang merah akibat ulah Endara tadi dengan perasaan campur aduk.

“Asal Mas tahu, baru beberapa minggu yang lalu Dara selesai datang bulan, tapi entah kenapa sekarang datang lagi.” Dara mencoba menjelaskan agar Endara tidak semakin salah paham dan berakibat fatal.

“Tidak apa Mas Endara marah sama Dara,” ucap Dara, lirih. Meskipun begitu, Endara masih bisa mendengarnya.

Seketika keadaan menjadi hening, padahal kedua mata Dara dan Endara masih sama-sama terbuka. Banyak hal yang mereka pikirkan, terutama Dara yang sedang meratapi nasibnya menjadi istri ketiga yang sampai kapan pun tidak akan pernah mendapatkan perlakuan manis dari suaminya.

“Kamu tahu kan saya sangat menginginkan seorang anak?” Endara mulai membuka suara setelah keheningan terjadi cukup lama.

Sekarang giliran Dara diam, gadis itu ingin tahu seberapa jauh Endara mengucapkan kata-kata.

“Jujur, selama ini saya sudah lelah berjuang dan berharap. Di satu sisi saya ingin membahagiakan Mama dan di satu sisi lain saya tidak mau menyakiti hati istri-istri saya dengan terus mengekang mereka untuk cepat hamil,” sambung Endara.

“Hanya kamu satu-satunya harapan saya untuk memiliki keturunan Dara.” Endara berucap lirih penuh beban di dalam dirinya.

Lagi-lagi Dara tidak merespon lebih, gadis itu hanya diam di tempatnya dengan posisi yang masih sama. Seluruh tubuh Dara membeku saat merasakan kasurnya bergoyang, Dara ketakutan berpura-pura memejamkan mata. Tidak berselang lama Dara mendengar suara helaan napas kasar, di detik itu juga Dara bernapas lega dan kembali membuka mata.

“Semua keluarga terpukul dengan kabar pernikahan ketiga saya, terutama Vega. Saya hanya tidak ingin membuat mereka kecewa lagi.”

“Saya juga sangat merasa bersalah kepadamu, Dara. Sejujurnya saya sudah menganggap kamu sebagai putri saya, tapi keadaan malah memaksa saya untuk menikahi kamu. Seharusnya kamu bisa mencari lelaki yang mencintaimu agar kamu bisa merasakan bahagianya orang berumah tangga. Maaf, maafkan saya yang sudah menghancurkan masa depan kamu.”

“Tidak ada yang perlu disesali, Mas, karena setelah Dara hamil dan berhasil melahirkan anak, kita akan langsung berpisah,” ucap Dara, akhirnya gadis itu buka suara.

Keheningan kembali terjadi. Endara hanya diam melihat punggung mungil Dara dengan tatapan penuh dengan rasa bersalah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah 48bth tapi memperlakukan istri ketiga kasar. gimana bisa hamil klu ngomong g di rem. busa2 si gadis kampung syress
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Ketiga Mas Endara    Serba Salah

    Pagi harinya ….Endara bangun lebih awal dari pada Dara, lelaki itu langsung menuju ke kamar mandi hanya sekedar sikat gigi dan cuci muka untuk sarapan pagi. Endara terlihat tidak peduli dengan Dara yang sedang tidur pulas di atas kasur dengan posisi meringkuk dan seluruh tubuh ditutup oleh selimut. Setelah menyelesaikan kegiatan di kamar mandi, Endara langsung berganti baju. “Dara, bangun” Endara mengguncang pelan tubuh mungil Dara yang ditutup oleh selimut. Dara mulai mengerjapkan matanya saat kedua telinganya mendengar suara Endara yang cukup dekat dengan dirinya. “Mas Endara.” Dara mencoba untuk bangun, tetapi tubuh gadis itu lemas seakan tidak bertulang, wajahnya juga terlihat sangat pucat. “Jika tidak bisa jangan dipaksakan,” ujar Endara, kembali membantu Dara untuk berbaring. Melihat kondisi gadis itu membuat Endara tidak tega, pasti penyebab utama Dara lemas seperti ini karena sedang datang bulan. “Saya bawakan ini, siapa tahu nyerinya sedikit reda.” Endara memberikan bot

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Istri Ketiga Mas Endara    Khawatir

    Tidak terasa senja sudah tiba, berhubung cuacanya sangat cerah Endara berniat untuk membawa Dara pergi jalan-jalan, karena Endara yakin Dara bosan satu hari penuh hanya berada di atas kasur.“Mau kemana, Mas?” tanya Dara, gadis itu duduk bersila di atas kasur menatap Endara penasaran.“Perutnya masih sakit tidak?” tanya Endara, tanpa menatap Dara karena kedua matanya fokus menatap pantulan dirinya di cermin.“Sedikit Mas,” jawab Dara, pandangan matanya tidak lepas menatap Endara.“Cepat bersiap, aku mau ajak kamu jalan-jalan,” ujar Endara, sambil merapikan kerah kaos yang ia pakai.“Nggak mau Mas, Dara nggak bisa bahasa Inggris.” Dara menggeleng dengan wajah memohon agar Endaru tidak membawanya keluar. Bertemu banyak orang membuat Dara minder karena gadis itu tidak bisa bahasa Inggris.“Kan ada saya, nanti waktu keluar kamu harus tetap berada di samping saya.” Endara tetap keras kepala ingin membawa Dara keluar. Endara juga ingin Dara tahu bagaimana suasana di luar sana dengan cuaca c

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-02
  • Istri Ketiga Mas Endara    Merasa Bersalah

    Endara sangat telaten membersihkan tubuh Dara menggunakan selembar kain yang sebelumnya sudah dicelupkan ke air hangat. Ya, semua baju yang ada di tubuh Dara sudah diganti. Pelaku yang menanggalkan seluruh pakaian Dara termasuk pakaian dalam Dara adalah Endara, tidak ada rasa jijik sama sekali pada saat membersihkan area privasi Dara yang sedang berdarah.“Kamu hampir saja membuat saya jantungan, Dara,” ujar Endara, sambil memperhatikan Dara yang sedang tertidur lelap. Tangan kanan Endara menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu agar tidak menghalangi Endara memandangi wajah lugu istri kecilnya.“Kamu tahu, Dara, akibat perbuatanmu yang dibawah sana menjadi keras” ujar Endara, lagi-lagi pandangan matanya tidak bisa lepas menatap wajah polos Dara saat tertidur pulas.Endara menghela napasnya kasar, sekarang ia harus berpikir bagaimana caranya membuat yang di bawah sana bisa tidur kembali. Padahal pada saat melihat tubuh Vega dan Afifa tanpa sehelai tidak sampai membuat E

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-02
  • Istri Ketiga Mas Endara    Mulai Saling Terbuka

    Wajah Dara terlihat cemberut sebab Endara tidak mengizinkannya untuk mandi. Padahal Dara ingin sekali membersihkan tubuhnya yang cukup lengket dan aroma yang tidak sedap akibat minyak angin yang menempel di tubuhnya.“Jangan bandel, kamu tidak mau demamnya semakin parah kan?” dari kejauhan Endara melihat Dara yang sedang berada di atas kasur. Lelaki itu menahan tawanya ketika melihat wajah istri ketiganya itu cemberut.“Tapi Dara pengen mandi, Mas.” Gadis itu tetap keras kepala ingin mandi, padahal kepalanya masih terasa pusing.“Ayo saya mandikan.” Endara berdiri bersiap menghampiri Dara tanpa senyum, padahal di dalam hati Endara tertawa geli melihat wajah Dara terlihat panik. Entah mengapa sejak saat melihat wajah Dara tidur pulas semalam membuat Endara candu untuk terus menatap wajah gadis itu.“Tidak, Dara tidak jadi mandi.” Gadis itu kembali berbaring, membungkus seluruh tubuhnya menggunakan selimut.Dara merasakan kasurnya bergoyang, karena penasaran dia pun membuka selimut, ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • Istri Ketiga Mas Endara    Cemburu?

    Malam harinya, setelah meyakinkan diri sendiri akhirnya Endara memutuskan untuk mengajak Dara pergi jalan-jalan. Tidak terlalu jauh seperti kemarin, hanya di sekitaran hotel tempat mereka berdua menginap. Endara tidak akan membiarkan Dara lepas, ia selalu menggenggam tangan Dara setelah mereka berdua benar-benar berada di luar.“Mas, sebentar, tangan Dara kesemutan,” ujar Dara, mencoba melepaskan tautan tangan mereka. Akibat genggaman Endara terlalu kuat membuat tangan mungil Dara kesemutan.“Tidak. Saya tidak mau kamu hilang lagi.” bukannya memberi ruang agar tangan Dara bisa bernapas, justru Endara semakin mengeratkan genggamannya sampai membuat Dara meringis kesakitan.“Iya Mas, Dara tahu, tapi tangan Dara benar-benar kesemutan. Apa Mas Endara tidak bisa melonggarkan sedikit genggaman tangannya?” gadis itu menatap Endara memelas.“Baiklah, hanya melonggarkan sedikit saja.” akhirnya Endara melonggarkan sedikit genggaman tangannya.“Terima kasih, Mas.” Dara pun tersenyum lega karena

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • Istri Ketiga Mas Endara    Kabar Buruk

    Sesampainya di hotel, Endara langsung mengobati luka gores di kaki Dara menggunakan betadine. Meskipun Dara memohon agar tidak mengoleskan cairan itu, tetapi Endara tetap melanjutkan aksinya.“Tahan, Dara, sakitnya tidak akan lama,” ujar Endara, yang sudah lelah mendengar rintihan Dara yang menurutnya sangat berlebihan.Dara langsung diam, membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara lagi. akhirnya Dara membiarkan Endara mengobati lukanya yang tidak seberapa itu, tetapi saat dibersihkan rasa sakitnya tidak bisa ditahan.“Sudah. Makanya kalau jalan itu hati-hati, matanya jangan dipakai untuk melihat laki-laki tampan saja,” ujar Endara, sambil membereskan peralatan yang ia keluarkan dari P3K.Bibir Dara maju beberapa senti, mendengar ucapan Endara membuat Dara merasa tersindir. Padahal akibat Dara jatuh adalah ulah Endara sendiri yang tidak bisa memelankan sedikit jalannya. Akan tetapi, lelaki itu tidak mau mengakuinya.“Dengar tidak apa yang saya ucapkan?” tanya Endara, kesal karena

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • Istri Ketiga Mas Endara    Melepas Rindu

    Keesokan harinya, tepatnya jam dua belas siang, Endara sudah tiba di rumah sakit yang sebelumnya alamatnya sudah dikirim oleh Afifa. Tanpa pulang dan membersihkan tubuh terlebih dahulu Endara langsung ke rumah sakit dan Dara juga ikut serta bersamanya. Kedatangan Endara disambut oleh Vega penuh rasa bahagia, akhirnya rindunya bisa terlepas setelah melihat sang suami tercinta tiba dengan selamat di pelukannya.“Kamu sudah bikin Mas khawtair sayang,” bisik Endara, pada saat lelaki itu masih memeluk tubuh Vega yang terlihat sedikit kurus.“Aku rindu sama kamu Mas, makanya sakit kaya gini,” ujar Vega, dengan suara serak karena wanita itu sedang menahan tangisnya.Endara melepaskan pelukannya, menangkup pipi Vega menggunakan kedua tangannya. Tatapan yang diberikan Endara penuh cinta yang tidak pernah berubah sejak dulu sampai sekarang.“Maafkan Mas yang sudah mengabaikan kamu,” bisik Endara, kening keduanya saling menyatu. Tanpa mereka sadari ada dua perempuan yang sedang menyaksikan kero

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • Istri Ketiga Mas Endara    Ikhlas Lapang Hati

    Tidak membutuhkan waktu seminggu di rumah sakit akhirnya Vega berhasil pulang dengan kondisi yang semakin membaik. Bukan hanya Endara yang bahagia melihat kondisi Vega yang semakin membaik, tetapi Dara dan Afifa juga merasakan hal yang sama.“Dara, Afifa, hari ini kalian yang siapkan makan malam,” ujar Endara, sebelum lelaki itu mengantarkan Vega ke kamar mereka.Dara dan Afifa hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu dua perempuan itu menaruh koper di depan pintu kamar Vega, kemudian baru mereka ke dapur untuk membuat makan malam.“Mbak, malam ini kita mau masak apa?” tanya Dara, saat ke duanya sudah berada di dalam dapur.“Mbak juga bingung. Kamu ada usul tidak mau bikin menu makan malam apa hari ini?” Afifa menopang dagunya sedang berpikir keras menu apa yang harus dia sajikan malam ini.“Mbak Afifa masih memikirkan ….”Senyum Afifa muncul meskipun Dara belum selesai berucap. Wanita itu sudah tahu apa kelanjutan dari ucapan tersebut.“Aku tidak boleh lemah, Dara. Meskipun aku mengaku

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-06

Bab terbaru

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 116

    Beberapa hari setelah acara aqiqah Brian, Afifa dan Riy kembali pada aktivitas masing-masing apa lagi kalau bukan bekerja dari pagi sampai malam, namun entah mengapa pagi ini bos yang ada di kantor Afifa meminta agar Afifa libur saja padahal sebelumnya bosnya itu tidak pernah meminta Afifa libur. Karena Afifa sangat bosan pagi ini, ia pun memutuskan ke dapur untuk membuat makanan sebagai cemilannya hari ini kebetulan sekali di dalam kulkas masih ada sayuran untuk dijadikan bakwan. Afifa memotong kol dengan senandung kecil yang keluar dari bibirnya, namun tiba-tiba saja ponselnya berdering.“Hao, Roy.” Afifa menyapa seseorang yang ada di seberang sana. Tumben sekali Roy pagi-pagi sudah menelepon?“Aku tidak berangkat kerja, bos meminta aku untuk libur,” jawab Afifa.“Oh, tentu sangat boleh. Bawa saja Jasmin ke sini, aku juga tidak ada teman di rumah. Iya, sama-sama.”Kemudian sambungan telepon dimatikan. Sangat kebetulan sekali hari ini dirinya sedang libur dan Jasmin tidak ada teman d

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 115

    Satu minggu sudah usia buah hati Dara dan Endara dan sekarang mereka berdua akan menggelar acara aqiqah untuk sang putra sekaligus memberikan nama untuk buah hatinya itu.“Persiapannya sudah selesai semua, Mas?” Dara bertanya saat suaminya masuk ke dalam kamar. Selama beberapa hari ini Dara hanya berada di dalam kamar karena takut meninggalkan sang putra sendirian di sana. Dara takut jika putranya harus dirinya tidak ada di dekatnya.“Sudah sayang, semuanya sudah selesai kok. Mulai dari makanan dan lain sebagainya. Kamu tidak usah khawatir, kamu fokus saja mengurus si Dedek yah,” kata Endara, lelaki itu duduk di tepian ranjang memperhatikan sang putra yang sedang asyi meminum asi dari sumbernya. Melihat sang putra begitu menikmati asi dari sumbernya itu membuat Endara menelan ludah karena ia juga ingin merasakan.“Hayo, lagi mikirin apa.” Dara melambaikan tangannya di depan sang suami, sebab wajah sang suami terlihat sangat mencurigakan.“Emangnya Mas nggak boleh nyoba ya sayang? Mas

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 114

    Afifa terdiam haru pada saat melihat seorang bayi yang sedang tertidur pulas di atas pangkuan Dara. Bayi laki-laki itu baru saja tertidur pulas setelah minum asi yang Dara berikan. Afifa tidak bisa menahan air matanya, wanita itu benar-benar sangat terharu.“Dara, apa boleh Mbak menggendong anakmu?” tanya Afifa dengan sangat hati-hati. Ia takut jika Dara akan marah jika anaknya digendong olehnya karena biasanya seorang wanita yang baru saja merasakan menjadi ibu akan sangat sensitif jika anaknya digendong oleh orang lain.“Tentu saja boleh Mbak,” kata Dara, dengan senyum mengembang di wajahnya.Mendengar persetujuan dari Dara membuat Afifa bahagia sampai rasanya tidak bisa dijelaskan. Wanita itu duduk di tepian brankar rumah sakit memposisikan tubuhnya senyaman mungkin agar ia nyaman menggendong bayi laki-laki tersebut. Ke dua matanya terus menatap bayi yang sedang ada di dalam pangkuannya, rasanya Afifa seperti punya bayi kecil sekarang.“Dia sangat imut sekali,” kata Afifa, tanpa sa

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 113

    Sekarang Endara sedang berada di ruangan bersalin, karena Dara ingin lahiran secara normal, jadilah Endara harus bersiap mendengar jeritan sang istri. Sebenarnya Endara tidak mau melihat Dara kesakitan seperti ini, tapi istrinya itu adalah perempuan yang keras kepala.“Atur napasnya ya Ibu, soalnya belum pembukaan sempurna,” kata sang dokter yang akan membantu proses Dara bersalin kali ini.“Tapi saya sudah tidak tahan Dok, rasanya ingin mengejan,” kata Dara, tangan kanannya ia gunakan untuk memegang pinggiran brankar rumah sakit dan tangan yang satunya lagi setia menggenggam tangan suaminya dan tentunya bukan hanya sekedar genggaman saja tangan Endara nyaris berdarah karena Dara terlalu kencang memegangnya.“Ditahan sayang, tunggu pembukaannya lengkap dulu baru kamu boleh mengajan,” kata Endara, lelaki itu terus berada di samping Dara meskipun dirinya sendiri nyaris pingsan karena terus mendapat siksaan secara fisik oleh istrinya.“Pokoknya Dara nggak mau hamil lagi Mas, ini sakit ba

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 112

    Beberapa bulan kemudian ….“Aduh sayang, kan sudah aku bilang jangan naik turun tangga, perut kamu sudah besar banget itu,” kata Endara, lelaki itu meringis ngilu melihat Dara yag sejak tadi hanya naik turun tangga saja padahal perut wanita itu sudah sangat besar. Di usia kehamilan Dara yang sudah sembilan bulan itu membuat Endara sangat ketat menjaga gerak istrinya itu, tapi Dara tetap lah Dara yang ingin melakukan semua hal sendirian. “Habisnya kalau Dara di kamar terus nggak enak Mas, bosen,” kata Dara. “Lagian kata dokternya juga harus banyak gerak supaya biar cepat kontraksi dan pembukaannya,” sambung Dara. “Tapi kan kau bisa minta tolong sama aku.” Endara menghampiri Dara yang masih berada di tengah-tengah anak tangga lelaki itu membantu sang istri untuk naik dan mengantarkan ke kamar. “Mulesnya belum rutin sayang?” Endara bertanya sambil mengusap perut Dara yang terlihat sangat buncit dan besar. semalam Endara harus begadang karena kata Dara perutnya sudah sesekali mengalam

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 111

    Makan malam bersama dengan keluarga Roy pun sedang berlangsung, tidak ada percakapan di sana yang terdengar hanyalah denting sendok dan piring yang sesekali beradu. Afifa merasa sangat terharu karena akhirnya ia kembali merasakan kehangatan yang namanya keluarga. Jika orang tuanya masih ada pasti ia akan sering melakukan makan bersama seperti ini.“Afifa, ditambah lagi itu nasinya,” ujar Aryan, kepada Afifa. sejak tadi lelaki itu melihat Afifa seperti ada yang sedang dipikirkan terkadang tatapan mata wanita itu terlihat kosong.“Iya Om, ini saja nasinya masih banyak,” kata Afifa, dengan senyum di wajahnya. Afifa kembali terlihat baik-baik saja meskipun sebenarnya di dalam hati wanita itu menjerit ingin menumpahkan semuanya.“Afifa.” Mariam menyentuh bahu Afifa karena kebetulan posisi duduk Mariam dan Afifa hanya bersebelahan saja.“Kamu kenapa? Dari tadi Tante perhatikan wajah kamu sedih.” Mariam melihat jelas bahwa wanita yang berada di sampingnya itu sedang dalam keadaan tidak baik-

  • Istri Ketiga Mas Endara    110

    Setelah mobil Roy selesai diperbaiki, lelaki itu langsung pulang ke rumah orang tuanya dan membawa Afifa ikut bersama. Bukan tanpa alasan Roy membawa Afifa ke rumah orang tuanya, karena tadi Jasmin bilang mau bertemu dengan wanita itu katanya kangen. Wajar saja, karena sudah beberapa hari tidak bertemu.Sekarang Roy dan Afifa sudah sampai di kediaman ke dua orang tua Roy. Afifa sangat disambut baik oleh Mariam dan suami. Meskipun suami Mariam belum pernah bertemu dengan Afifa sebelumnya, tapi lelaki itu bisa sudah seperti mengenal Afifa cukup lama. Aryan, adalah nama papa Roy.“Selama kamu bersama dengan anak ini dia tidak macam-maca kan sama kamu?” tanya Aryan lelaki itu menatap Roy tajam. Bagaimana bisa putranya itu sangat ceroboh membawa seorang wanita menginap di hotel di dalam kamar yang sama? sangat gila sekali bukan? Aryan tahu Roy sudah lama menduda, tapi tidak seperti ini cara melampiaskannya.“Memangnya Papa berpikir seperti apa? Roy tidak segila itu,” kata Roy, menatap sang

  • Istri Ketiga Mas Endara    109

    Roy dan Afifa masih berada di tempat yang sama, meskipun hari sudah larut malam, tapi acara di tempat pesta itu masih terlihat ramai oleh tamu yang datang. Sejak tadi Afifa tidak pernah jauh dari Roy, wanita itu terus berada di sisi Roy karena tidak mau hal buruk terjadi padanya. Pandangan mata lelaki yang berada si sekitar Afifa masih sama, masih menatap penuh minat. Sampai-sampai membuat Afifa risih dan ingin secepatnya pergi dari tempat itu.“Apa kita masih lama di sini?” tanya Afifa dia sudah bernar-benar tidak betah berada di sana. Bukan karena banyak orang yang berkerumun, tapi tatapan mata lelaki hidung belang yang penuh minat itu seolah Afifa adalah seorang perempuan yang bisa dibawa dengan mudah.“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Roy lelaki itu bisa melihat jelas Afifa sedang dalam keadaan gelisah. Wajar saja, karena memang sejak tadi banyak laki-laki yang memandangi Afifa. Roy tidak menyangka ternyata pesona Afifa bisa menarik perhatian para lelaki yang hadir di sana. Pesona

  • Istri Ketiga Mas Endara    BAB 108

    Tiga hari telah berlalu …. Afifa sedang mempersiapkan diri untuk istirahat karena besok ia harus semangat untuk bekerja. Pada saat wanita itu ingin memposisikan tubuhnya untuk tiduran di kasur, tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. “Iya, halo.” Afifa menyapa seseorang yang ada di seberang sana. “Afifa, apakah besok kamu ada acara?” Roy bertanya dengan suara yang cukup tenang. Ya, yang menelepon Afifa malam-malam adalah Roy, entah kepentingan apa yang membuat lelaki itu menghubungi Afifa di saat jam tidur seperti ini. “Seperti biasa berangkat kerja,” jawab Afifa, terdengar santai. Sesekali wanita itu menahan kantuk yang sudah mulai menyerangnya, Afifa berharap Roy akan segera mengakhiri panggilannya agar Afifa segera mengistirahatkan tubuhnya. “Besok malam ada acara pesta salah satu rekan bisnis saya, saya berniat untuk mengajak kamu untuk menghapus rumor bahwa saya adalah laki-laki penyuka sesama jenis,” jelas Roy sebenarnya lelaki itu malu mengatakan hal yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status