Begitu lelahnya dan rasa dingin masij menusuk, Clara sampai terlelap di atas kasur dalam posisi tengkurap melintang di atas ranjang. Noah yang baru saja selesai mandi melangkahkan kaki mendekat.
Noah kini hanya mengenakan jubah handuk tanpa apapun di baliknya. Sementara satu tangan, sedang menggosok-gosok rambutnya yang basah menggunakan handuk.
Sampai di dekat ranjang, Noah sedikit membungkukkan badan dan memiringkan kepala. Noah kemudian duduk di tepi ranjang sampil mengulurkan satu tangan. Wajah Clara yang tertutup helaian rambut, Noah singkirkan perlahan hingga wajah cantik dengan mata tertutup itu terlihat.
"Wajahmu lebih sejuk dipandang," kata Noah. "Apa aku harus menuruti kata ibuku?"
Kini, Noah mulai membelai pucuk kepala Clara dengan lembut.
Sekitar pukul enam pagi, yang terbangun lebih dulu adalah Noah. Entah karena kedinginan atau merasa nyaman, Clara masih begitu nyenyak tidur dalam pelukan Noah. Dalam posisi tidur miring dan kepala Clara berada di lengan Noah, diam-diam Noah mulai mengamati wajah cantik milik Clara. Noah sibakkan rambut poni itu, hingga seluruh wajah nampak jelas. "Aku akan coba," kata Noah. "Setidaknya aku tidak mau disebut wanita kejam." "Emmh!" Clara melengkuh membuat Noah segera pura-pura tertidur lagi. Clara hampir saja menggeliat seenaknya dan menguap, tapi begitu sadar posisinya ia urungkan niat tersebut. Clara kini mengatupkan dua bibirnya dan tenang sesaat. "Jam berapa ini?" batin Clara. Matahari di luar sana meman
Luka di tangan Clara sudah mulai mereda setelah di kompres es beberapa kali. Rasa perih dan panas juga perlahan menghilang. Gara-gara kejadian ini, Noah sampai harus kesiangan berangkat ke kantor. "Maaf, membuatmu kesiangan," kata Clara sambil membantu Noah mengancing kemeja. Noah tidak menjawab selain berdehem kecil. Jujur saja situasi ini membuat Clara kembali merasa gugup. Embusan napas Noah, bisa Clara rasakan menyapu wajah dengan lembut. Aroma mint bahkan bisa Clara cium dan ingin rasanya mata ini terpecam meniknati wanginya. Sudah sejak Noah berniat menuruti keinginan sang ibu untuk coba menerima Clara, memang suasana canggung mulai tidak ada. Di sini, sudah terasa seolah seperti kehidupan sepasang suami istri pada umumnya. Tiba saat di mana Cla
Clara menunggu Megan di resoran di mana tempat Megan bekerja. Ini masih pukul sepuluh, jadi Clara gunakan untuk browsing cari informasi mengenai pekerjaan. Sambil di temani segelas jus apel, Clara begitu fokus menatap layar ponselnya. "Harusnya kau jangan biarkan putri keduamu itu menikah dengannya." "Benar itu. Toh kalaupun tidak menikah, masih ada hak dengan Jou. Jadi Chloe akan memiliki menantu kaya." Meski begitu fokus, Clara bisa mendengar percakapan ibu-ibu yang duduk di bangku belakangnya. Clara terdiam dan meletakkan ponselnya untuk memastikan siapa yang sedang mereka bicarakan. "Aku juga saat ini memang memiliki menantu kaya," sahut Tania. "Benar juga ya." "Entahlah! Aku tidak peduli."
"Kau dari mana?" tanya Bill seraya mengamati tampilan sang istri. "Kenapa baru pulang?"Tania meletakkan tas jinjingnya di atas meja lalu duduk di sofa. "Tentu saja aku baru bertemu teman-temanku," ujar Tania.Mendengar jawaban itu, Bill lantas membuang napas kasar. Bill berdiri sambil berkacak pinggang menatap tajam pada sang istri."Keuangan kita sedang menurun, harusnya kau bantu aku bukannya malah kelayapan tiap hari."Tidak mau disalahkan, Tania berdiri. "Tugas istri bukan mencari uang suamiku. Kalau kita sedang ada masalah dengan keuangan, cobalah kau minta bantuan pada besan kita."Bill terdiam lalu jatuh terduduk seolah sedang berpikir. Awal ketika Noah menikah dengan Clara, keluar Noah memang nampak kaya raya. Namun, akhir-akhir ini mendadak ada berita miring yang mengatakan kalau mereka bangkrut."Bukankah mereka bangkrut?" tanya Bill.Tania berdecak kemudian duduk bergeser lebih dekat dengan sang suami. "Suamiku, itu kan ha
Masih menikmati air hangat yang menguap, Noah menyandarkan kepala pada bantalan busa di bibir bak mandi. Kedua matanya terpejam dengan kepala tengah membayangkan sesuatu."Aku berniat menghancurkannya dulu," kata Noah. "Aku masih sakit hati tentang Chloe yang beraninya pergi meninggalkanku. Tapi … dengan menghancurkan Clara apakah cara yang benar?"Noah terus memikirkan Clara. Sejenak, Noah menenggelamkan kepalanya beberapa detik. Begitu terangkat, Noah duduk tegak sambil menyugar rambut ke belakang dengan kedua tangan."Tapi akhir-akhir ini aku merasa nyaman dengannya. Aku seperti tidak merasa kesepian lagi."Noah berdiri lalu meraih handuk dan melingkarkannya di pinggang. Sudah hampir satu jam Noah berendam di kamar mandi. Bibirnya yang seksi bahkan terlihat mulai membiru, dan jari-jemarinya nampak kusut.Keluar dari kamar mandi, Noah tidak menemukan Clara di sana. Clara yang bilangnya hendak membuatkan susu hangat belum juga muncul.
Clara menyiapkan pakaian sesuai dengan permintaan Noah. Ia membuka semua kancing kemeja lalu meletakkan di tempat biasanya. Setelah selesai menyiapkan keperluan sang suami, Clara bergegas bersiap-siap. Hari ini dia akan mendatangi perusahaan yang kemarin dikasih tahu oleh Megan. Sekitar setengah jam, Clara sudah terlihat anggun dengan celana panjang berbahan katun dan kemeja putih dengan bagian lengan ia lipat ke luar. Clara menoleh ke arah jam dinding. Di sana sudah menunjukkan pukul setengah tuju. Sudah waktunya Clara untuk membangunkan Noah. "Noah," panggil Clara sembari mengguncang lengan Noah. Tidak ada respon, Clara mengguncang tubuh Noah lebih kencang. "Noah, bangun! Sudah siang." "Emmh!" Noah hanya
Saat perjalanan pulang ke rumah, wajah Clara nampak begitu bahagia. Bukan hanya bahagia karena bertemu dengan kawan lama, tapi juga karena berhasil mendapatkan pekerjaan. Clara tidak menyangka kalau akan mendapat pekerjaan yang tidak jauh berbeda dari bidangnya. Meskipun nanti hanya bertugas mengatur kostum, tapi ini pasti sangatlah menyenangkan. Sepanjang perjalanan, bibir Clara terus menyungging senyum. Ketika di tengah perjalanan, Clara tidak sengaja melihat ibunya lagi. Ia sedang berdiri di depan sebuah salon sendirian. Pada umumnya, seorang anak pasti akan menghampiri ibunya. Namun, Clara begitu enggan untuk ke sana. Setelah mendengar percakapan ibunya bersama kawan-kaman kemarin, Clara masih belum mau bertemu sang ibu. "Ibu harusnya tahu, sebagai seorang anak pastilah aku sangat merindukan
Clara tertidur hingga menjelang petang. Ia sampai bermimpi berulang kali dan sialnya bukan mimpi bagus yang ia dapatkan. Berkali-kali gelisah hingga berguling ke sana kemari, tetap saja kedua matanya tak kunjung terbuka. Clara seolah sedang di bawa dalam suatu tempat yang menunjukkan kenyataan di hari nanti.Semakin larut, Clara seolah sedang berjalan melewati rerumputan hijau yang begitu luas. Jauh di depan sana--di bawah pohon akasia--terlihat sosok gagah yang begitu Clara kenal. Noah, dengan tubuh tegap dan rambut ditata rapi ke belakang, nampak tengah melambai meminta Clara segera datang mendekat.Senyum indah tersungging sempurna di wajah Clara. Binar mata terpancar mendorong Clara melangkahkan kaki berlari menghampiri sosok pria gagah itu.Mimpi berikutnya beralih menjadi senyuman setelah yang lalu membuat rasa gelisah dan takut."Kenapa kau di sini?" tanya Clara saat sudah berada di dekat Noah. Clara menatap Noah begitu dalam."Tentu saja ka
Noah sudah mengeraskan rahang dan mencengkeram kuat bundaran setir saat melihat rekaman yang dikirim dari para pengawalnya yang ia tugaskan untuk mencari Clara. Seberapa kencang laju mobilnya, Noah tidak peduli asal bisa cepat sampai di tujuan."Kamu harusnya sadar diri, Clara." Chloe membungkuk dan kembali mencengkeram pipi Clara. "Selamanya, Noah akan menjadi milikku. Paham!"Chloe tertawa lebar, membuat suaranya bergema di gedung kosong ini. Cara tertawanya, seperti seorang yang sudah dirasuki sesuatu yang lain. Suaranya yang menggelegar bahkan membuat Clara merinding ketakutan. Meski mustahil, Clara bahkan sampai coba berontak melepas kedua tangannya yang terikat.Jelas itu bukan Chloe. Pikir Clara begitu. Rasa cintanya pada Noah membuat Chloe mati rasa dan memilih apapun akan ia lakukan asalkan yang ia inginkan bisa didapatkan.Tidak jauh dari mereka, para pengawal suruhan Noah sedang memantau lebih detail keadaan di sana. Sebelum menyergap, tentu mereka akan lebih dulu memastika
Lily sudah kembali pulang. Sampai di rumah dia langsung menghubungi Noah karena sudah saking khawatirnya dengan keadaan Clara."Kenapa kau tidak bilang pada ibu!" Lily langsung menyalak.Noah sedang duduk di ruang kerjanya sambil menunggu kabar dari para pengawalnya. "Aku harus fokus dulu, Bu. Aku tidak mau buat semuanya panik."Lily berdecak. Di sampingnya ada sang suami yang juga sudah tidak sabar menunggu kabar."Kabari ibu secepatnya!" tegas Lily sebelum panggilan tetutup.Setelah itu, Noah menghela napas panjang lalu bersandar pada sofa. Ia memijat panggal hidungnya masih sambil berdoa supaya lekas dapat kabar dan Clara dalam keadaan baik-baik saja."Sebaiknya aku memastikan di rumah saja." Noah bangkit. Dia menjambret kontak mobil dan jasnya lalu pergi meninggalkan ruangannya.Tidak lama kemudian, Noah sampai di tempat tujuan. Dia sudah berada di halaman rumah di mana istri tercintanya dilahirkan. Sebelum turun, Noah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Terpampang j
Noah berangkat ke kantor tentunya dengan perasaan gelisah. Yang ada di kepalanya saat ini tentu sang istri tercinta. Noah jadi berpikir mungkin Clara marah karena dirinya sempat membentak semalam. Noah sungguh tidak bermaksud, ia hanya sedang kelelahan.Noah coba menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari tahu keberadaan Clara. Karena ponsel Clara berada di tangan Chloe, tentu akan sedikit butuh waktu mencarinya.Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Clara."Segera temukan dia!" tekan Noah sebelum panggilan terputus.Noah melempar ponsel ke dasbor lalu memukul bundaran setir diikuti erangan kuat."Aku bahkan hampir melakukannya dengan wanita itu. Gila!" seru Noah lagi. "Untung aku segera menyadarinya."Hari ini Noah berangkat ke kantor tanpa diantar sopirnya. Pak Rey mengantar Tuan Muda Jou ke tempat kakek dan neneknya.Sekitar pukul sebelas, sepulangnya dari sekolah Jou sudah sampai di rumah Josh dan Lily."Bu, aku menitipkan Jou untuk sementara waktu," kata Noah di telpon."M
"Kau dari mana?" tanya Noah saat tiba-tiba Clara muncul dari balik pintu kamar.Sudah berkali-kali Noah coba menghubungi, tapi tidak kunjung tersambung. Dan tiba-tiba ternyata Clara sudah sampai di rumah."Maaf, tadi aku keluar sebentar," sahut Clara.Noah mengerutkan dahi. Wanita di hadapannya saat ini terlihat aneh."Untuk apa? Apa kau marah padaku karena hal tadi?" tanya Noah lagi.Clara menggeleng. "Tidak, aku hanya cari udara segar."Noah terdiam beberapa saat seperti tengah memikirkan sesuatu. Diam-diam, Noah mengamati wanita cantik di hadapannya saat ini. Tidak ada yang salah sepertinya, tapi entah kenapa Noah merasa aneh saja."Ada apa?" tanya Clara. "Apa kau marah padaku?"Noah bergidik seraya berkedip. "Ah, tidak. Aku tidak marah. Aku yang minta maaf karena tadi membentakmu."Clara lantas tersenyum lalu merangkul pinggang Noah. "Aku ngantuk. Ayo kita tidur!"Noah masih terlihat seperti orang bingung. Karena tidaka mau berpikiran macam-macam, Noah balas merangkul pundak Clara
Hari-hari mulai Noah lalui dengan sekumpulan celotehan Clara yang terasa tidak masuk akal. Clara menjadi sensitif dan begitu manja pada Noah. Sudah satu minggu ini, Noah menghadapi Clara hingga beberapa kali mengeluh pada ibunya. Bukan mengeluh untuk menyerah, melainkan hanya melapor karena tidak percaya wanita hamil bisa bertingkah di luar kendali."Wanita hamil memang begitu." Itulah yang selalu ibu katakan akhir-akhir ini.Jika sebelumnya Noah jarang bertemu atau menelpon ibunya, kini hampir tiap sore Noah melapor bagaimana keadaan di rumah. Terkadang Noah menggeram, menjerit dan menghentak-hentak merengek seperti anak kecil.Lily terkadang tidak tega, tapi mau menolong pun tidak bisa. Pada akhirnya Lily coba menenangkan. Dan hanya begitu terus yang Lily bisa lakukan."Kau sedang apa, Sayang!" Seru Noah saat melihat Clara tengah menaiki tangga besi.Clara terlihat berjinjit, sementara bagian leher ke atas tidak nampak karena masuk ke balkon langit-langit. Noah yang was-was segera m
Hari berikutnya Clara mendapat panggilan dari hunian rumah orang tuanya. Clara ragu untuk ke sana karena Noah pasti tidak akan memberi ijin. Akan tetapi, kalau tidak datang, tentu Clara tidak enak hati. Karena masih belum yakin, Clara akhirnya mengatakan akan minta ijin pada sang suami dan kemungkinan baru bisa datang esok hari.Selesai panggilan, Clara mendengar suara pintu ruang tamu diketuk. Saat Clara hendak berdiri, dengan sigap Mela berlari lebih dulu menuju ruang tamu. Melihat tingkah Mela, Clara mengulum senyum dan kembali duduk menatap layar tv yang sedari tadi terabaikan."Sore, Sayang," sapa Lily dari arah belakang Clara.Mendengar suara tak asing itu, Clara menoleh dan seketika senyumnya melebar. "Ayah, ibu?" ceplosnya. "Kalian datang? Dan ayah, em … kapan pulang?"Clara lantas berdiri menyambut kedua mertuanya dengan antusias. Barang bawaan mereka begitu banyak, Mela bahkan sampai meminta pelayan lain untuk membantu membawa ke belakang."Silakan duduk!" Clara mempersilahk
Sebelum pergi ke butik, Lily lebih dulu datang ke kantor Noah. Dia sudah dirundung rasa penasaran karena semalam Noah menlpon. Begitu masuk ke dalam, para karyawan yang berpapasan dengannya maupun yang sedang di meja kerjanya menunduk sopan saat melihat Lily. Tidak perlu bertanya-tanya, Lily langsung menuju ruangan Noah. Dan ternyata, Noah baru saja sampai. Terlihat dari tingkahnya yang sedang melepas jas hitam lalu meletakkan tas kerjanya. Grep! Pintu tertutup. Noah yang menghadap meja kerja, berbalik karena terkejut. Dia tidak mendengar pintu terbuka, tapi mendengar saat pintu tertutup. "Ibu," celetuk Noah heran. "Ada apa ibu datang sepagi ini?" tanyanya kemudian. Lily berdecak lalu memukul lengan Noah menggunakan tas jinjingnya. "Bukankah kau yang meminta ibu datang?" Noah gantian berdecak lalu menggaruk-garuk kening hingga kepalanya sedikit menunduk. Setelah itu, Noah mendongak lagi menatap ibunya. "Memang begitu, tapi tidak sepagi ini juga, Bu. Ini masih jam kantor, ibu bis
Clara dibawa pulang sore harinya. Penyebab utama pingsan, kata dokter tentunya karena Clara kelelahan, dan juga karena berada di awal awal kehamilan. Itu sering terjadi pada para wanita yang sedang hamil muda."Pelan-pelan," kata Noah saat membantu Clara turun dari mobil.Clara berdecak kecil saat Noah coba meraih lengan bagian atas. "Kau tidak perlu memegangiku, aku bisa jalan sendiri."Noah balas berdecak. "Kalau kau tersandung bagaimana, Ha? Sudah, nurut saja."Clara mencebik lalu nurut saja saat Noah menuntun dirinya dengan kuat. Padahal Clara sudah yakin kalau dirinya bisa. Toh, tidak ada yang sakit dan sudah tidak pusing lagi."Bibi Tere!" seru Noah begitu sampai di dalam rumah. Saking kerasnya panggilan itu, Clara sampai mengatupkan kedua matanya."Buatkan minum untuk Clara! Bawa saja ke atas!" Tidak perlu menunggu Bibi Tere muncul, Noah kembali berteriak.Pak Rey yang sudah paham, bergegas ke belakang untuk memastikan apakan Bibi Tere mendengar perintah dari Noah atau tidak. S
Noah sudah masuk ke dalam. Dilihatnya ada Bibi Tere yang masih mondar-mandir dan Mela yang tengah duduk mencondongkan badan sambil bersangga tangan."Tuan," celetuk Bibi Tere sembari menundukkan kepala. Mela segera berdiri dan ikut menunduk."Di mana Clara?" tanya Noah dengan panik. "Apa yang terjadi?""Nona Clara sedang diperiksa, Tuan," kata Bibi Tere.Noah mengintip dari balik kaca, akan tetapi tidak terlihat. Kedua tangan mendadak dingin, badan pun terasa gemetaran hebat."Sebenarnya ada apa?" tanya Noah lagi.Bibi Tere dan Mela saling pandang sesaat karena bingung harus menjawab apa. Mereka sendiri tidak tahu Clara pingsan penyebabnya apa."Kami tidak tahu, Tuan. Saat saat mau mengantar minuman, Nona Clara sudah jatuh pingsan di lantai."Astaga! Saat itu juga Noah terasa lepas. Satu tangan menepuk kening dan sedikit menekannya. Belum sempat Noah ambruk terduduk, Dokter yang memeriksa Clara keluar. Noah sontak terkesiap dan berdiri tegak."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya