Niat Arkana mungkin baik, ingin menyenangkan hati Zara dengan mengajaknya liburan tapi demi apapun saat ini Zara malah tertekan.Lihat saja ekspresi wajah Zara yang tidak santai sementara Arkana yang duduk di samping gadis itu asyik mengobrol dengan para pengusaha muda yang juga menjadi tamu undangan.Para pengusaha muda itu membawa istri atau pacarnya, bersama para pengusaha muda wanita—para istri atau kekasih membentuk suatu ghenk sosialita jadi ketika sekarang suami atau kekasih mereka berkumpul—betapa serunya mereka mengobrol disertai gelak tawa.Zara seperti makhluk alien di tengah-tengah manusia, ia terasa asing.Seharusnya tadi ia meminta sarapan pagi di kamar saja. Zara mengembuskan napas sambil mengocek capuchinonya dengan sendok, terhenyak kemudian tatkala Arkana menggenggam tangannya di bawah meja.Pria itu masih mengobrol cukup serius dengan beberapa teman sesama pengusaha.Sengaja Arkana berbuat demikian agar sang gadis tidak merasa diabaikan.Padahal tadi niat Zara ingi
“Minggu depan ada rapat dengan dewan Direksi, lo harus dateng.” Raditya mengingatkan.“Hari apa? Minggu depan juga gue ada rapat di AG Group pusat.” Arkana bertanya, keduanya terlibat perbincangan serius.Obrolan mereka terhenti saat pelayan membawa berbagai makanan dan minuman, meletakannya dengan hati-hati di atas meja lantas pergi setelah sebelumnya sedikit membungkuk mempersilahkan.“Hari Rabu, udah dijadwalkan dari dua minggu lalu dan gue udah kasih tau lo,” ujar Raditya melanjutkan.Arkana menggeser satu piring sushi ke depan Zara beserta segelas smothie.“Oh, rapat sama AG Group hari selasa.” Meski Arkana sedang berbincang dengan Raditya tapi matanya sesekali tertuju pada Zara.“Trus penjebakan kemarin gimana? Aman ‘kan?” Sekarang Arkana bertanya kepada Darius karena pria itu dalang di balik aksi tersebut.Mereka sedang membahas penjebakan kepada klien yang menjual dua puluh orang perempuan minggu lalu.Di saat yang sama, Zara kesulitan melahap makanan karena rambut panjangnya
Arkana mengerjapkan mata, di luar sana hari telah pagi tapi matahari masih malu-malu untuk muncul menyapa hari.Tangan kirinya terasa pegal, ketika menoleh ke samping barulah ia menyadari bila seorang gadis cantik tengah terlelap di lengannya.Wajah gadis itu mengusel di dada bidangnya yang polos tanpa atasan.Sementara sebuah tangan dengan jemari lentik melingkari pinggangnya.Bibir Arkana membentuk sebuah lengkung senyum, dengan sadar memberikan kecupan di kepala Zara lantas memberikan pelukan erat tidak peduli sang gadis akan terganggu.Ini adalah posisi ketika bangun pagi terbaik yang pernah terjadi di dalam hidupnya.Ia menginginkan posisi seperti ini dilakukannya bersama Zara setiap hari.Perlahan Zara bergerak, belum sadar akan posisi meresahkan tersebut, ia mungkin berpikir jika Arkana adalah guling.Zara semakin mengusel bahkan menggesekan wajahnya di dada Arkana, ia juga mengeratkan pelukannya.Desiran hangat membanjiri tubuh Arkana, miliknya seketika menegang di bawah sana.
“Kak?” panggil Zara. Mereka sedang dalam perjalanan kembali menuju Jakarta.“Ya sayang,” jawab Arkana lembut. Meraih tangan Zara kemudian ia kecup telapak tangannya.Selebay dan sebucin itu memang Arkana memperlakukan Zara.Zara sudah kehabisan tenaga untuk menolak sikap bucin Arkana karena semakin melakukan penolakan semakin Arkana akan terus membuatnya kesal.Ia juga masih ingat dengan ucapan pria itu yang mengatakan sangat menyukai wajah cemberutnya.Itu kenapa Zara memilih berdamai dengan keadaan dan berusaha tidak terus-terusan menolak Arkana.“Apa benar Kak Ar yang minta Raditya masukin Papa ke perusahaannya Raditya?” Akhirnya Zara mengutarakan isi pikirannya.Arkana menoleh sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di depannya.Pria itu tidak menjawab, Arkana bungkam seribu bahasa. Ini adalah pertanyaan yang ia takuti keluar dari mulut Zara.Arkana bingung bagaimana menjelaskannya, khawatir Zara tidak akan menerima kenyataan bila ia lah yang membantu keluarganya selama ini.“Rad
“Ca ... maafin aku, aku enggak bisa kerja di caffe kamu lagi ... ma ... maafin ... .” Zara tidak mampu menahan sesak di dada, ucapannya terbata oleh isak tangis.Ia berjongkok di ruang ganti khusus karyawan sambil menempelkan ponsel di telinga. “Ra, kamu kenapa? Coba tarik napas dulu ... ngomongnya pelan-pelan.” Arsha yang berada di ujung sambungan telepon berusaha menenangkan.“Ta ... tadi cewek perawat yang mantannya Kak Arkana datang, singkat cerita kita berantem di caffe kamu ... maafin aku, Ca ... aku enggak bisa nahan ... .” Zara kembali menangis setelah berkata demikian.“Tapi kamu enggak apa-apa ‘kan, Ra? kamu yang menang, kan? Kamu cakar dia enggak? Apa kamu sempet nampar dia? Kamu boleh ancurin caffe aku, Ra ... asal kamu menang ngelawan cewek mantannya Arkana.” Zara yang sedang bersedih sedikit terhibur dengan ucapan Arsha, sahabatnya itu paling bisa membuatnya tertawa.“Tadi dia jambak aku, trus aku cakar tangannya.” “Kereeen, trus sekarang gimana keadaan kamu? Tunggu a
Zara termenung di jendela kamarnya, menatap taman belakang yang asri karena tangan dingin sang Bunda. Ucapan Arsha dan Angga siang tadi terngiang dalam benaknya.Semuanya mengatakan perjuangan Arkana dalam mencintainya. Arkana juga seringkali mengatakan cinta, pria itu sampai mengatakan jika Zara tidak perlu mencintainya cukup ia saja yang mencintai Zara.Lalu ingatannya ditarik mundur ke masa lalu.FLASHBACK ON “Zar, lo ada masalah apa sih sama Kak Arkana sampe dia terus-terusan ngisengin elo?” Ariana yang merupakan teman sekelas yang paling dekat dengan Zara bertanya demikian. “Enggak tau gue juga, naksir kali dia sama gue.” Zara menjawab tak acuh, ia mengatakan apa yang dikatakan sang Bunda kepadanya. Arkana bersikap seperti itu karena menyukainya.“Jangan ke ge’eran, lo ... Kakak kelas yang suka sama dia tuh cantik-cantik tauuu!” Ariana menekan pipi Zara dengan telunjuknya di akhir kata.Zara hanya tersenyum, ia memang sedang berbicara asal.Kantin yang saat itu ramai seketika
“Tolong lengkapi datanya pada setiap quartal dan tolong carikan rencana anggaran beserta realisasinya sampai lima tahun ke belakang,” titah Willy kepada sekertarisnya yang bernama Winda seraya memberikan berkas yang telah ia tanda tangani.“Baik, Pa ... saya permisi,” pamit Winda kemudian undur diri setelah mendapat anggukan dari Bosnya.Perhatian Willy kembali ia alihkan pada layar komputer, jemarinya begitu cepat menekan huruf beserta angka pada keyboard.Tenggelam berjam-jam dengan pekerjaan yang begitu ia syukuri setelah lama dalam pelarian hanya mengandalkan otot untuk mencari sesuap nasi.Sebuah pesan masuk ke ponselnya lantas tersenyum saat membaca isi pesan tersebut.Maya : Ayah sayang, jangan lupa makan siang. Bunda mau jalan-jalan sama Zara, boleh ‘kan?” Willy langsung mengetikan sesuatu membalas pesan istrinya.Willy : Boleh donk, istriku tercinta. Kabari Ayah pulang jam berapa, nanti Ayah jemput.Maya : Siap cintaku. Willy : Hati-hati ya, Bun. Ayah titip Zara. Ayah sayan
Apa pun yang Arkana inginkan harus terlaksana saat itu juga meski harus mengorbankan banyak hal.Seperti saat ini, Arkana bisa terbang pulang ke Indonesia dalam kurun waktu kurang dari satu jam.Tidak peduli bila Pilot maupun awak kabin kerepotan bersiap dan mendadak mendaftarkan penerbangan mereka ke menara kontrol dan harus merubah jam terbang pesawat lain.Ia juga tidak mempedulikan kerja sama bisnis senilai Triliunan rupiah dan malah meninggalkan sekertaris, Direktur terkait dan bagian legal untuk mendengar keputusan klien esok hari.Pokoknya Arkana harus pulang malam ini juga untuk menolong Zara dan Bundanya yang diculik oleh Baron.Raditya bahkan mengirim foto Zara yang mengenaskan baru bisa ia buka ketika telah mengisi daya pada ponselnya.Arkana belum bisa merubah raut wajahnya yang tegang, penuh emosi bercampur cemas.Baron, satu nama itu yang terngiang dalam benak Arkana setelah mendapat seluruh informasi dari Raditya.Willy di kabarkan syok dan ia bingung harus kemana menca
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S