“Bunda kamu akan sembuh.” Suara dari balik punggungnya membuat Zara menoleh lalu menyusut air mata yang jatuh tanpa ijin.“Ta ... Tante Aura,” ucap Zara serak.“Apakabar Zara?” Aura memeluk calon menantunya membuat Zara menegang.Tangis yang sedari ia tahan sia-sia karena pertahannya runtuh saat tubuhnya mendapat dekapan hangat seorang ibu.“Ssstt ... kamu harus sabar ya, kamu harus kuat,” bisik Aura sambil mengusap punggung Zara lembut.“Bunda ikut berduka cita atas meninggalnya Pak Willy Darmawan.” Sengaja Aura memanggil dirinya sendiri bunda untuk menghilangkan kecanggungan dan batas di antara mereka.Zara adalah gadis yang dicintai putranya dan akan menjadi menantunya, bagian dari keluarga Gunadhya.Aura mengurai pelukan, mengeluarkan tissue dari dalam tas lalu memberikannya kepada Zara.“Bukannya Tante ... .” Kalimat Zara terjeda karena melihat ekspresi Aura yang berubah.“Ma ... maksud Zara, bukannya Bunda ada di Vietnam?” ralat Zara yang menghasilkan senyum kelegaan wanita paru
Cup. Zara terhenyak saat merasakan sebuah kecupan mendarat di pipinya.Melepaskan sendok dari tangannya, Zara mencubit perut kotak-kotak Arkana yang liat.Cup. Arkana memberikan satu kecupan lagi mengabaikan protes Zara yang sedari tadi matanya melotot.“Kak Aaaar,” erang Zara menghasilan kekehan kekasihnya.Pria itu selalu menyempatkan diri berkunjung sepulang kerja, mengabaikan rasa lelahnya.“Makan kok sambil ngelamun,” tegur Arkana seraya mengambil satu brokoli dari piring Zara lantas memakannya.“Ih ... jorok, tangannya kotor!”Zara berseru saat Arkana hendak mencomot udang asam manis dari atas piringnya.“Oh ya ... cuci tangan dulu.” Pria itu berujar kemudian beranjak dari kursi meja makan tidak lupa mencuri kecup di pipi Zara.Zara memejamkan mata sekilas menahan kesal, tiba-tiba saja pria itu sudah duduk di sampingnya dengan posisi miring memberikan kecupan tanpa aba-aba, mengejutkannya.Arkana juga tidak mengindahkan protesnya dan terus mencuri kecup di pipinya.Zara lupa bi
Suara dering ponsel yang memekakan telinga membawa Zara dari mimpi indahnya.Mimpi tentang bagaimana Arkana menyentuhnya dengan lembut hingga membuatnya melayang ke Nirwana.Zara mengerjap, menarik kesadaran sepenuhnya dan merasakan perutnya terasa berat.Ada tangan dengan gurat otot samar melingkar di pinggangnya lantas punggungnya terasa hangat dan hembusan napas menerpa lehernya membuat Zara meremang.Arkana, pria itu memeluknya erat. Sedang tidak sadar saja Arkana masih bisa bersikap posesif kepadanya.Zara mengembuskan napas sambil memejamkan mata, ia ingat tadi malam Arkana berhenti setelah puas memberi banyak tanda di dua bagian menyembul di dadanya.Pria itu kembali mengancingkan piyama Zara dan mengatakan jika ia terlalu mencintai Zara hingga tidak ingin mengambil apa yang belum menjadi miliknya hingga mereka syah menjadi suami istri.Zara terharu, ia terisak di dada Arkana hingga tanpa sadar terlelap di sana.Zara mengangkat tangan Arkana namun pelukan itu begitu erat bahkan
“Hai sayang ... .” Monica menyapa ramah.Mengecup pipi Zara di bagian kiri dan kanan , Zara menegang ternyata Nenek Arkana dari pihak Bundanya tidak semenakutkan yang ia bayangkan mengingat pagi tadi sempat mengancamnya melalui sambungan telepon.Monica beralih pada Arkana, tubuh jangkung sang cucu menyulitkannya untuk memberikan kecupan sehingga Arkana harus sedikit membungkuk agar memudahkan Monica memberikannya kecupan.“Kalian tepat waktu juga juga ya,” ujar Monica, menuntun Zara dan Arkana menuju suatu ruangan.“Grandma, Kana ‘kan bukan model ... mana bisa pose-pose kaya gitu?” Arkana berusaha mempengaruhi Monica untuk merubah pikiran beliau agar tidak menjadikannya seorang model.“Nanti ada yang ngarahin, lo tinggal nurut aja ... trus tunjukin tuh tampang ganteng misteriusnya ... .” “Tampang ganteng misterius gimana?” Arkana tidak mengerti apa yang dimaksud grandmanya.“Yang itu loh, tatapan tajam menggoda yang di sipit-sipitin gitu, ah ... lo kalau lagi narik perhatian cewek b
“Lepas ah, nyebeliiiin!” Zara menggeram tertahan sambil menarik tangannya yang Arkana cengkram dengan kuat.Setelah berbuat tidak senonoh kepadanya di ruang ganti, Arkana meminta Zara bergegas untuk berganti pakaian karena ia harus pergi ke kantor.Efek pening di kepala Zara yang Arkana timbulkan karena sentuhan dan belaiannya masih terasa, belum lagi saat ini jantungnya bekum bisa berhenti berdebar kencang.Bagaimana tidak, Arkana dengan sengaja menurunkan bagian atas gaunnya sampai pinggang.Zara sampai terkesiap kemudian menyilangkan tangan di depan dadanya yang polos tanpa penghalang.Gaun yang Zara gunakan terakhir untuk pemotretan tidak memungkinkan menggunakan bra sehingga ia harus merelakan buah dadanya dinikmati oleh tatapan mata Arkana sepanjang pemotretan.Namun, saat mereka berada di ruang ganti ternyata Arkana menuntaskan rasa penasarannya.Pria itu menunduk dan mengulum salah satu puncak di dada Zara, memainkannya dengan lidah.Saat itu, tanpa sadar Zara mengerang nikmat
“Radit ... Darius sama Zara mana?” Arkana yang baru saja masuk ke ruangannya setelah melakukan meeting bertanya kepada Raditya yang sudah ada di sana.Raditya mengangkat bahunya. “Gue datang, enggak ada siapa-siapa di sini.” Arkana ingat jika ia meminta Darius menemani Zara makan siang.Baru saja ia hendak merogoh ponselnya untuk menghubungi Zara—gerakan tangannya terhenti saat Bella masuk membawa tumpukan berkas.Arkana duduk di kursi kebesarannya, meraih pena bersiap untuk menandatangani berkas tersebut.“Pak ... notulen rapat barusan nanti Bella kirim lewat email ya, sekarang Bella laper mau makan dulu ... kepala Bella udah berkunang-kunang nih.” “Hem,” balas Arkana dengan mata yang sibuk memindai tulisan di kertas.“Ih si Bapak jadi cuek gini sama Bella mentang-mentang punya pacar baru ... padahal dulu bentar-bentar, Bella disuruh ngangkang ... atau enggak disuruh ngemut trus—“ “Bellaaaaa!” Arkana menggeram kesal. Apa maksud sekertarisnya itu mengatakan hal yang sangat Arkana
“Seenggaknya Jordi tau siapa yang dia hadapi,” gumam Arkana kemudian.Darius dan Raditya mengangguk menyetujui. Arkana cukup disegani di dunia hitam, ia adalah mafia yang memiliki banyak teman dan selalu menghormati para ketua mafia lainnya, selain Arkana adalah anak dari pengusaha sukses tanah air.Telinga Zara yang sedari tadi menangkap semua informasi tersebut membuat benaknya memikirkan banyak hal.Zara berusaha untuk tidak overthinking tapi dari apa yang ia dengar, Jordi masih menginginkannya dan bila pria itu bersikeras untuk mendapatkannya maka Arkana akan dalam bahaya.Meski begitu Zara lega bila Arkana membeli perusahaan ayahnya karena perusahaan tersebut adalah hasil dari kerja keras sang ayah selama hidup.“Sayang ... lo ngelamun?” Entah sejak kapan Arkana berdiri di samping Zara.Zara terhenyak. “Heu?” Matanya mengerjap beberapa kali.“Pulang yuk?” Arkana menarik Zara agar berdiri lantas memeluknya erat. Menenggelamkan wajahnya diceruk leher Zara.“Kaaaaakkkk ...,” protes
“Jadi kamu bisa masak juga?” Angga bertanya basa-basi dengan suara bindeng.Ia duduk di barstool sambil menopang dagu memperhatikan Bunga yang sedang memasak makan malam untuk mereka.Tidak sengaja keduanya bertemu di rumah sakit setelah Angga berobat karena flu melandanya begitu hebat.Bunga menemaninya menunggu obat di farmasi, setelah makan malam mereka tempo hari—tidak ada komunikasi lagi antara mereka karena memang belum bertukar nomor ponsel.Tapi tiba-tiba mereka dipertemukan di rumah sakit tempat Bunga bekerja.Bunga merasa prihatin dan tidak tega membiarkan Angga pulang menggunakan taxi online, pria itu tidak berani menyetir karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.“Bisa donk, gue tinggal sendiri jadi harus bisa semuanya sendiri,” balas Bunga diakhiri senyum untuk Angga.Tadi di jalan Bunga bertanya apakah Angga sudah makan dan pria itu menjawab akan makan di warung sate dekat apartemennya.Lagi-lagi Bunga merasa tidak tega dan malah membawa Angga ke apartemennya
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S