“Jadi, kamu melihat sendiri saat Baron membunuh ayah kamu?” Maya bertanya kembali meski Zara telah menceritakan semua kronologisnya.Zara menganggukan kepala. “Sayang ya, Bunda enggak sadar ... kalau sadar, Bunda juga mau nembak kepala si Baron itu karena udah ngambil ayah dari Bunda.” Maya menahan tangisnya saat berucap demikian, sorot matanya kosong menatap ke depan.Zara tersenyum simpul menanggapi ucapan Maya yang ia anggap sebagai kelakar.Tangan Zara mengangsurkan potongan buah pir terakhir ke depan mulut sang bunda dan beliau membuka mulutnya menerima buah pir tersebut.Maya bangun tepat setelah Arkana pergi ke kantor.Sekarang Maya telah mandi dan baru selesai sarapan, tubuhnya terasa sedikit bugar.“Tapi, Kak Arkana mengatur semuanya agar meninggalnya ayah karena kecelakaan ... jadi kita bertiga mengalami kecelakaan dan ayah menjadi korban yang tidak selamat.” “Kenapa begitu? Mereka enggak akan tau kalau semua ini karena Jordi.” Maya tampak tidak terima.“Karena mereka akan
“Kita masih tinggal di sini, Ra? Bukannya ini rumah dinas?” Maya bertanya saat memasuki rumah, langkahnya terhenti tepat di ruang makan karena di sana ia sering kali bercanda dengan almarhum suaminya.Maya sudah diperbolehkan pulang setelah hampir satu minggu melakukan pemulihan di rumah sakit.“Sebetulnya ini rumah Kak Arkana, Bun ... mobil, asisten rumah tangga beserta supir—semuanya punya Kak Arkana.” Maya menoleh dengan raut wajah bingung, beliau menuntut penjelasan Zara karena setaunya ini adalah rumah dinas yang dipinjamkan perusahaan di mana mendiang suaminya bekerja.“Kak Arkana meminta temannya memasukan ayah agar bekerja di sana dan dia yang memfasilitasi semua ini untuk kita, Bun.” “Ya ampun, Nak Arkana ... sampai segitunya cinta sama kamu,” gumam Maya.“Bu, saya sudah masak makanan untuk makan siang.” Asisten rumah tangga bernama Fitri yang seumur dengan Maya itu memberitau.“Terimakasih,” balas Maya dengan senyuman.“Kita makan dulu ya Bun.” Zara membantu sang bunda be
Ting ... Tong ... Bel pintu rumah yang ditempati Zara dan ibunya berbunyi, mereka saling melempar pandang mempertanyakan tamu siapa yang berkunjung selarut ini.“Biar saya yang buka, Bu ....” Zara kemudian berdiri, menggantikan sang asisten rumah tangga yang seharusnya membukakan pintu.Ceklek.Pandangan mata Zara tertuju pada pria jangkung yang sedang tersenyum lebar berdiri di depan, dengan ekspresi malas—ia langsung menutup pintu tersebut.“Yang ... sayang, kok di tutup lagi?” Arkana mengesah di luar sana sambil mengetukkan buku jarinya pada daun pintu.Tumben pria itu mengetuk pintu, biasanya Arkana akan langsung masuk dan menghampirinya di mana pun ia berada di rumah ini.Tapi bukan itu yang membuat Zara menutup pintu melainkan kekesalannya yang sudah tidak bisa ditawar lagi pada Arkana.“Zara ... ada apa? Kenapa Nak Arkana enggak dibukakan pintu?” tegur Maya, berjalan mendekat dibantu ibu Fitri-sang asisten rumah tangga.“Ra ... sayang, buka donk!” Arkana berseru dari luar san
“Ciee ... ada yang mau nikah sama musuhnya, nih.” Tristan menggoda Arkana yang baru saja tiba.“Enggak nyangka ya, benci jadi cinta ...,” ledek Bima menimpali.“Makanya jangan terlalu benci nanti cinta deh.” Choky ikut-ikutan bersuara sementara Andrea dan Nadia hanya tersenyum menanggapi ketiga sahabat prianya menggoda Arkana.Tidak perlu bertanya dari mana mereka mengetahui rencana pernikahan Arkana dengan Zara karena sudah pasti Nadia lah biang keroknya.Beberapa waktu lalu Arkana dan Nadia bertemu di mall ketika membeli cincin kawin bersama Zara dan Aura.Dengan santainya Aura mengabarkan bila putranya akan menikah dengan Zara dan mengundang Nadia dalam pesta tersebut.Saat ini mereka semua sedang berkumpul atas arahan Tristan di Night Club milik Arkana. Arkana yang menentukan tempat karena ia nyaman selama berada di daerah kekuasaannya sendiri, bila harus mabuk ada Darius yang akan mengantarnya pulang dan banyak orang-orangnya yang melindungiPara sahabat semasa SMA Arkana tidak
“Nak Arkana, Bunda titip Zara ya ... Zara banyak bercerita tentang kebaikan Nak Arkana ja—“ “Masa sih Bun? Masa Zara cerita tentang kebaikan Kana? Bunda enggak bohong, kan? Dia cerita apa aja tentang Kana, Bun?” sambar Arkana mencecar Maya menghilangkan momen haru yang telah Maya ciptakan.Maya tersenyum lalu mengusap sisi wajah Arkana yang mendongak menatapnya dengan binar di mata, calon menantunya duduk di lantai beralaskan karpet sementara ia duduk di sofa.Bahkan tadi calon menantunya itu merebahkan kepala di atas pangkuannya.Maya menganggukan kepala. “Zara cerita banyak, termasuk pertolongan Nak Arkana yang enggak boleh Bunda ceritakan sama siapapun.” Arkana menganggukan kepala membenarkan. “Jangan bilang siapa-siapa ya Bun, keluarga Kana juga enggak tau masalah ini.” “Maafkan keluarga kami ya, Nak! Karena kami, kamu jadi susah.” Maya menghapus satu tetes air mata yang memaksa mengalir dari sudut mata.Arkana meraih satu tangan Maya untuk ia genggam. Tangan Maya terasa keripu
Aura setengah berlari menuju pintu depan, rumahnya begitu luas dan di usianya yang tidak lagi muda ternyata sangat melelahkan berjalan cepat menuju pintu utama untuk memburu calon besannya.“Bu Maya ... Zara ...,” sapa Aura riang.“Bun.” Zara balas menyapa.“Calon menantu Bunda.” Aura memeluk Zara dan tidak lupa mengecup keningnya sama seperti yang selalu ia lakukan kepada para menantunya baik kepada Arshavina-istri dari Kama maupun King-suami Kalila dan Arjuna-suami dari Kejora.Aura menyayangi para menantunya seperti menyayangi anak kandungnya sendiri.“Apakabar Bu Aura.” Maya membungkukan sedikit tubuhnya sambil mengulurkan kedua tangan yang ia satukan untuk menyalami Aura.Aura ikut membungkuk, melakukan hal yang sama. Ia memiliki ibu mertua asli orang Bandung jadi Aura tau salam khas orang sunda yang penuh sopan santun itu.Jangan lupakan jika keluarga Zara berasal dari Bandung yang hijrah ke Jakarta. “Baik ... Bu Maya, ayo masuk ... saya udah siapkan makan siang.” Aura merangk
Arkana : Sayang, kirim foto lagi fitting baju pengantin donk.Zara tersenyum membaca pesan dari Arkana, kebetulan saat ini ia masih memakai gaun buatan perancang busana terkenal yang merupakan ibunda dari Arshavina-sahabatnya.Padahal Aura telah mengatakan jika Arkana tidak perlu ikut agar gaun yang Zara kenakan menjadi suprise untuknya pada hari pernikahan mereka nanti tapi Arkana tetap saja penasaran.Tiba-tiba sebuah ide muncul untuk menyiksa Arkana, Zara tersenyum licik saat mengambil selfie tapi bukan mengarah pada wajahnya melainkan pada buah dadanya yang sebagian terekspose karena gaun yang ia kenakan saat ini bermodel strapless.Arkana segera membuka pesan dari Zara kemudian tersedak kopinya sendiri.“Kenapa lo?” tanya Kai yang duduk di sebelahnya.Mereka sudah berada di salah satu butik dari penjahit tuxedo ternama di Negaranya.Arkana menggelengkan kepala sambil terbatuk-batuk.Melihat lagi layar ponsel yang menampilkan bagian favoritenya di tubuh Zara lalu mematikan layar a
Arkana dan kedua sahabat partner in crime-nya tergeletak lemas di area tempat latihan.Kemampuan ketiganya semakin mahir saja tanpa ada satupun peluru yang mengenai mereka sementara papan target yang dijalankan oleh mesin sudah penuh dengan lubang peluru.“Undangan pernikahan lo udah disebar dan berita itu sudah sampai ke telinga Jordi.”Arkana menoleh ke arah Darius yang baru saja memberikan info tersebut.“Apa yang sekarang mereka rencanakan?” tanya Arkana serius.Darius mengangkat kedua bahunya. “Menurut orang kita, enggak ada ... mereka sedang sibuk menjual beberapa properti untuk membiayai kebebasan Jordi.“Dit, lo enggak bisa deketin salah satu anak pimpinan lembaga terkait biar memblokir setiap pengajuan kebebasan si Jordi?” Raditya merebahkan tubuhnya dengan melipat kedua tangan di belakang kepala. “Elo seharusnya yang deketin, masa gue ...,” balas Raditya dengan nada tenang.“Coba kalau itu bokapnya si Bunga ... pasti udah diajak kawin tuh si Bunga,” ledek Darius menghasilka
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S