Bertanya langsung ke Brandon jelas bukan pilihan, tapi yang namanya strategi perang pasti punya banyak alternatif.Akhir-akhir ini Calvin tidak terlalu sibuk. Ketika dia baru saja meluruskan kakinya di kursi dan meraih ponselnya, tiba-tiba sang adik datang berlarian ke ke ruang kerjanya.“Tumben amat kamu datang ke aku, bukannya ke Uniasia,” kata Calvin. “Sampai bawa makanan segala pula, ini buat aku?”Sharon menaruh kue dan milk tea yang baru saja dia beli di atas mejanya Calvin dan berkata, “Iya, ini aku beli khusus buat kamu. Terharu?”“Serius?! Wah, ini kue lapis rasa durian favoritku, terus ada Chivas Regal Milk Tea juga. Terharu, aku terharu banget!”“Kalau begitu cepat dimakan.”“Nggak, ngga. Aku nggak mau makan.”“Kenapa? Bukannya ini kesukaan kamu? Aku sudah beliin, lho. Yakin kamu nggak mau makan?”Aroma khas krim dari milk tea menyerbak berpadu dengan aroma durian yang kuat. Sharon langsung menutup hidungnya karena tidak kuat dengan baunya yang sangat pekat. Kalau bukan kare
“Enak, enak banget! Kamu beli di tempat biasa? Aku kasih tahu, ya, mereka punya sudah yang paling mantap. Nggak ada toko lain yang bisa ngalahin! Serius! Aku nggak bohongin kamu, mau coba?” seru Calvin sambil menyendoki sepotong kue kecil dan menyodorkannya ke mulut Sharon. Akan tetapi Sharon malah menghindar, dan Calvin pun hanya bisa geleng-geleng, “Dasar, nggak tahu makanan mana yang enak!”Sampai kuenya sudah termakan separuh, barulah Sharon berkata, “Kak, akhir-akhir ini ada ketemu Kak Brandon?”“Nggak!”jawab Calvin. Dia masih sangat menikmati kuenya sambil sesekali menyeruput milk tea. “Akhir-akhir ini aku lagi nggak ada proyek bareng sama dia. Aku sibuk sendiri, dia juga sibuk sendiri. Kamu tahu sendiri dia kalau diajak minum itu susahnya setengah mati. Kamu saja masih lebih sering ketemu dia daripada aku. Memangnya kenapa?!”Sampai di sini, Calvin mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres.“Apa yang mau kamu omongin?”“Nggak apa-apa, aku cuma mau minta bantuan buat cari tahu
“Makanya kamu coba tanya dia!” pinta Sharon seraya menggoyangkan lengan kakaknya, “Kan cuma bantu aku ngorek informasi doang, masa begitu saja nggak mau bantuin?”Memang benar itu bukan masalah besar, tapi masalahnya, dari mana Sharon mengetahui informasi itu.“Masa kamu percaya sama begituan? Aku kira kamu orangnya percaya diri! Sejak kapan kamu pernah ngelihat Brandon punya pacar? Bukannya semua betina yang dekat-dekat sama dia selalu kamu usir? Aku masih lebih percaya kalau kamu bilang Brandon suka cowok. Oh, dia nggak mungkin tunangan sama cowok, ‘kan?”“Sembarangan! Kamu suka sama cowok mah mungkin saja, tapi mana mungkin Kak Brandon suka sama cowok! Kuminta tanyain ya tanya saja, nggak usah banyak omong!” ujar Sharon kesal dengan tangan mengepal erat.“Iya, iya. Nanti aku tanyain! Tega amat kamu bilang aku bisa suka sama cowok. Kalau aku suka sama cowok, keluarga kita nggak ada penerus, dong?”Namun, melihat Sharon yang hendak memukul dengan kepalan tangannya, Calvin pun segera
Awalnya Calvin berpikir seharusnya tidak sulit untuk mengajak Brandon bertemu, tapi teleponnya malah ditolak begitu saja.“Aku tahu kamu sibuk, tapi masa sampai waktu buat ketemuan saja nggak ada?! Kapan saja nggak masalah. Mau siang, sore, atau malam, terserah. Aku ikut saja jadwal kamu!” kata Calvin.“Nggak ada waktu,” balas Brandon sambil melihat-lihat jadwalnya selama beberapa hari ke depan.“Mana mungkin! Gimana kalau besok siang saja?”“Aku sudah bikin janji sama orang dari agency sejak setengah bulan yang lalu.”“..., kalau begitu besok malam saja, gimana!”“Besok malam aku juga sudah bikin janji sama orang lain.”“Kalau begitu lusa ….”“Lusa ada inspeksi bulanan perusahaan.”“Besoknya lagi?”“Sudahlah, mending kamu nyerah saja. Jadwalku buat setengah bulan ke depan sudah penuh. Aku benar-benar nggak punya waktu kosong.”“..., masa sebentar saja nggak bisa? Aku nggak percaya! Kamu pasti tetap butuh waktu buat makan. Ayo kita makan bareng! Kan kita bisa ngobrol sambil makan.”“Ng
Namun sebenarnya, tidak ada satu pun yang Brandon tutupi dari Calvin. Dia memang benar-benar sibuk. Mendekati akhir tahun, banyak hal yang harus dikerjakan seperti merangkum laporan dari setiap cabang perusahaan, termasuk kegiatan dengan karyawan di kantor dan lain hal. Tentu saja tidak hanya itu. Semua itu sebenarnya bisa dikerjakan pelan-pelan, tapi Brandon ingin semuanya selesai secepat mungkin agar dia punya waktu untuk menemani istri tercintanya.Dulu Brandon menjalankan pekerjaannya sesuai jadwal bahkan meski bentrok dengan jadwal tahun baru. Namun, sekarang situasinya sudah berbeda. Kii dia memiliki orang yang ingin dia habiskan waktunya bersama.Setelah sibuk seharian, Brandon mengadakan rapat terakhir di hari itu dan ketika melihat waktu di jam tangannya, ternyata dia sudah terlambat. Dengan hati yang sudah tidak sabar ingin pulang ke rumah secepatnya, dia langsung kembali ke ruang kantornya untuk menandatangani surat yang dibawakan oleh asisten. Begitu dia membuka pintu, dia
Dari kegigihannya ini, kurang lebih Brandon sudah bisa menebak apa alasan Calvin berbuat seperti ini, tapi dia tidak berkata apa-apa dan hanya meminta Frans untuk segera berangkat.Mobil pun melaju dan Calvin langsung menutup pintu. Hal ini juga bukan sesuatu yang mudah bagi Calvin! Dia harus menyempatkan diri di tengah kesibukannya, bahkan mobilnya masih tertinggal di tempat parkir. Setelah susah payah mendapatkan kesempatan untuk duduk satu mobil dengannya, kini Calvin harus memikirkan bagaimana dia memulai topik.Di saat Calvin masih sibuk berpikir keras, tiba-tiba Brandon bertanya, “Pasti Sharon yang nyuruh kamu, ya?”Calvin, “….”“Aku nggak bisa baca pikiran, tapi semua itu kelihatan jelas dari ekspresi muka kamu!”Calvin, “….”“Aku tahu kamu lagi mikir apa dan apa yang mau kamu tanyain.”“Ka-ka-kalau begitu … jadi rumornya benar?”Kalau tidak, mana mungkin Brandon bisa menebak isi kepala Calvin dengan begitu akurat, bahkan sampai tahu apa yang ingin dia tanyakan.“Iya,” jawab Bra
“Kamu nggak kenal!” sahut Brandon singkat.Yang benar saja! Calvin tidak kenal dengan orangnya?! Jadi mau Brandon mengatakannya atau tidak, sama saja!Namun, kalau Calvin tidak kenal siapa istrinya Brandon, berarti dia bukan berasal dari keluarga kaya. Bukannya mau sesumbar, tapi Calvin paling tidak pernah tatap muka dengan semua anak dari keluarga konglomerat. Dia tahu seperti apa rupa dan sifat semua perempuan dari keluarga mana pun. Apabila Brandon bilang Calvin tidak kenal orangnya, itu berarti dia hanya berasal dari keluarga biasa?! Tidak mungkin! Mana mungkin keluarga Setiawan mengizinkan seorang wanita dari keluarga biasa untuk masuk ke keluarga mereka?“Aku nggak kenal, tapi pasti dia punya nama, dong! Lagian, keluarga kamu memangnya ngasih cewek dari keluarga biasa buat jadi istri kamu? Atau jangan-jangan kamu terinspirasi dari cerita Cinderella? Sadar! Cinderella itu cuma dongeng, mana mungkin jadi kenyataan!”Brandon melayangkan tatapan sinis karena merasa terganggu dengan s
Calvin bahkan sampai lupa kalau ini adalah permintaan adiknya. Sekarang dia hanya ingin melihat seperti apa rupa wanita yang berhasil menggerakkan hati Brandon. Namun, Brandon tidak terlalu menggubris Calvin. Sejak dia memperkenalkan Yuna di depan Beny saat mereka menghadiri acara ulang tahun Gideon, dia sudah menduga suatu hari ini pasti akan terjadi. Cepat atau lambat, orang lain pasti akan tahu hubungan mereka berdua.Setibanya mereka di depan gerbang Royal Mansion, Brandon meminta Frans untuk menghentikan mobilnya.Calvin terheran-heran mengapa mereka tiba-tiba berhenti, tapi sesaat kemudian dia mendengar suara Brandon.“Turun.”“Eh?” sahut Calvin dengan mata celingukan.Lalu Brandon melirik ke arah Calvin dan menegaskan sekali lagi, “Kamu, turun.”“Kenapa?!”Masalahnya, mobil Calvin masih tertinggal di parkiran Uniasia. Kalau dia turun di sini, bagaimana dia bisa pulang? Akan tetapi bukan itu masalah utamanya. Yang penting adalah dia ingin melihat seperti apa sosok wanita misteri
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da