Selama satu hari penuh Yuna hanya berbaring di ranjang melamun sambil melihat plafon. Dia sudah lama sekali tidak pernah merasa sesantai ini. Selama ini dia sangat sibuk dan tidak pernah istirahat meski sedang hamil sekalipun. Namun sekarang dia dipaksa oleh keadaan untuk bersantai, sampai dia sendiri merasa sangat bosan.Setelah dokter itu menyampaikan pesan kepada Yuna, dia tidak pernah datang lagi. Yuna jadi khawatir apakah dia ketahuan. Akan tetapi Yuna tidak tahu dan tidak bisa melakukan apa-apa di sini. Brandon meminta Yuna untuk menunggu, maka Yuna pun menunggu, tetapi Yuna tidak bisa menunggu saja tanpa melakukan apa-apa. Dia tetap harus mencari kesempatan untuk kabur.Setelah maan dan beristirahat, Yuna memulai aksinya untuk “membongkar” kamar ini. Kaca jendela ditempa sehingga tidak bisa dibobol dengan mudah, tetapi segala macam barang lain yang ada di kamar, satu per satu Yuna rusak. Lantia, tembok, TV, dispenser minum, dan lain-lain, bahkan kamera pengawas juga ikut dirusak
Yuna panik ketika melihat cairan hangat itu keluar dari dalam tubuhnya! Matilah! Seharusnya cairan itu adalah air ketuban. Kalau sampai air ketuban sudah keluar, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.“Tolong ….”Merasa tidak punya jalan lain, Yuna merintih dengan suaranya yang amat lirih, tetapi tidak ada orang yang menjawab. Terpaksa Yuna keluar, tetapi takutnya mereka akan mengira ini lagi-lagi hanya trik saja. Namun tidak ada gunanya berpikir begitu. Sekarang dia harus mengerahkan segenap kekuatan untuk pergi ke pintu masuk dan meminta pertolongan. Tetapi tepat di saat itu juga tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Beberapa orang yang terlihat seperti dokter masuk dan memindahkan Yuna ke tandu, dan ada juga salah satu dari mereka yang menginstruksikan Yuna untuk menarik napas dalam-dalam dengan bahasa Indonesia.Perlengkapan yang mereka bawa cukup lengkap, dan sebelumnya yang datang adalah orang asing, tetapi kali ini yang datang bukan mereka. Berarti sejak awal mereka memang sudah m
Pada kenyataannya, tidak semua hal berjalan sesuai kehendak. Awalnya Yuna sudah memikirkan rencananya dengan sempurna. Selama proses melahirkan, mungkin dia bisa memikirkan cara atau melihat sesuatu yang berguna baginya, tetapi … dia malah keburu pingsan sebelum melahirkan.Rasa sakit yang tak tertahankan membuatnya kehilangan kesadaran. Rasa sakit yang kali ini jauh lebih hebat dari yang sebelumnya, dan ketika Yuna akhirnya tersadar, perutnya sudah rata. Dia sudah terbaring di tempat yang seperti rumah sakit. Sekelilingnya hanya ada tembok putih tanpa ada satu barang lain satu pun. Dia juga sedang diinfus. Kain hitam yang menutupi matanya entah kapan sudah dilepas.Tidak ada apa-apa di sini, lagi-lagi Yuna ditaruh di tempat yang entah di mana keberadaannya. Namun di luar semua itu, yang paling penting … di mana anaknya? Yuna tidak bisa menemukan kedua anaknya, dan perutnya juga jelas sudah dibelah. Terdapat bekas luka jahitan di perut, dan itu membuat dia tidak bisa bergerak dengan le
“Aku mau anakku! Ini terakhir kalinya aku minta!” Yuna lalu melihat sekelilingnya dan berkata dengan wajah muram. “Aku tahu kalian bisa mendengarku!”“Bu Yuna melahirkan anak kembar, satu cewek satu cowok. Mereka sekarang aman, jadi Bu Yuna nggak perlu takut!” kata dokter itu. “Tapi karena lahirnya agak prematur, mereka masih harus dirawat di ruang perawatan khusus. Kalau kondisi mereka sudah lebih stabil, nanti Bu Yuna bisa jenguk mereka.”Yuna tidak sepenuhnya percaya ketika mendengar itu, dia masih sedikit ragu dengan mereka dan bertanya, “Serius?”“Iya,” jawab dokter satunya lagi. “Yang paling penting sekarang adalah menjaga kesehatanmu. Cuma dengan begitu kamu bisa menemui anakmu.”“Aku nggak percaya. Aku mau melihat anakku sendiri langsung! Kalau aku nggak melihat anakku, aku mati saja sekarang!”Kedua dokter itu pun saling bertukar pandang. “Ini … Bu Yuna, kami butuh izin dulu dari atasan.”“Silakan, aku tunggu kalian!”Yuna tidak bergerak sedikit pun atau mengalah terhadap tunt
“Bu Yuna ….”Ketika kedua dokter itu baru saja akan mengatakan sesuatu, pintu kamar terbuka lebar, dan seorang pria yang berjalan dengan tongkatnya masuk.“Kamu mau ketemu aku?”Melihat itu, kedua dokter itu langsung membuka jalan untuknya. Yuna kembali berbaring di atas kasurnya dengan ekspresi wajah yang datar. Dia mengatur posisi badannya dan berkata, “Bukan kamu yang kumaksud.”“Oh ya? Tapi tadi kamu bilang …. Mungkin aku yang salah dengar.”“Nggak, kamu nggak salah dengar, aku juga nggak salah ngomong. Aku bilang mau ketemu dengan pimpinan kalian, dan orang itu jelas bukan kamu!” kata Yuna seraya menatap lurus ke plafon. Mungkin menatap plafon ini bisa dibilang adalah keahlian barunya yang baru dia dapatkan selama beberapa hari ke belakang. Yuna sanggup menatap plafon tanpa berkedip untuk waktu yang sangat lama.Pria itu mengangkat bahunya. Dia memberikan isyarat melalui matanya kepada salah satu dokter, dan dokter itu segera membersihkan noda darah yang terciprat, menusukkan kemb
Fred langsung terdiam dan tampak sedang berpikir keras. Benar seperti yang tadi Yuna katakan, dari sekian banyak peneliti di sini tidak ada satu pun yang sanggup merampungkan R10 untuk waktu yang begitu lama, maka dari itu mereka membutuhkan Yuna, karena berdasarkan semua informasi yang mereka kumpulkan, hanya Yuna seorang yang bisa. Benar saja, ketika hasil penelitian R10 keluar, Yuna telah berhasil. Akan tetapi … bahkan Yuna juga tidak bisa memastikan apa saja efek samping yang akan muncul ketika R10 itu digunakan ke manusia.“Aku nggak mau buang-buang tenaga terlalu banyak ngomong yang nggak perlu. Kita berdua sama-sama sudah tahu kalau kamu bukan yang mengambil keputusan akhir. Kalau begitu, langsung saja kasih tahu ke atasan kamu, aku nggak keberatan menunggu, tapi kesabaranku ada batasnya. Aku bisa dengan mudah merusak badanku sendiri kalau aku mau!”“.…”Fred menatap tajam Yuna dengan wajah muramnya, tetapi harus diakui, saat ini dia tidak bisa melakukan apa-apa terhadap Yuna. D
Yuna menatap dokter itu dengan ekspresi terkejut, tetapi dokter itu bersikap seolah tidak mengatakan apa-apa dan merapikan perlengkapannya dengan raut wajah datar, dan kemudian pergi dari kamar itu.Saat diingat-ingat kembali, tadi itu terasa seperti halusinasi, tetapi kata-katanya masih terasa sangat jelas di telinganya. Namun satu hal yang lebih penting lagi, dokter yang tadi mengatakan itu bukanlah dokter yang sebelumnya menyampaikan pesan dari Brandon. Maka itu berarti … dokter yang tadi juga adalah kawan? Atau mungkin … itu hanya sekadar perangkap saja?! ***Brandon telah berhasil menangkap Rainie, tetapi dia masih tidak tahu bagaimana sebaiknya dia memperlakukannya. Rainie adalah orang gila yang sangat berbahaya, jadi sudah pasti tidak mungkin dia dibiarkan bebas begitu saja, tetapi juga tidak mungkin Brandon membawanya ke pihak kepolisian sekarang. Makanya untuk sementara Brandon terpaksa hanya bisa menyekapnya.Brandon sudah berusaha mengorek informasi dari Rainie dua kali, te
Brandon tahu dia tidak akan bisa membujuk Frans hanya dengan menggunakan cara biasa, karena itu dia mau tidak mau menggunakan Stella sebagai alasan supaya Frans mau mendengarkannya. Benar saja, ketika mendengar nama Stella terucap, dia langsung ragu, tetapi dia kemudian berkata, “Nggak, justru di saat seperti ini aku punya tugas yang lebih penting. Aku sudah familier dengan tempat itu, jadi harus aku yang pergi! Kalau nggak, sia-sia aku menyusup ke sana! Lagi pula sekarang sudah nggak banyak orang dari organisasi yang tersisa di sana. Kalaupun ada paling cuma anak buah rendahan. Jadi tenang saja, aku cuma cari orang, bukan cari ribut,” tutur Frans seraya tersenyum, dia ingin terlihat santai sebisa mungkin agar Brandon percaya padanya.Namun Brandon jelas tidak mungkin percaya begitu saja, dia berkata, “Cukup, nggak usah berakting di depanku! Kita berdua tahu tempat seperti apa itu. Kamu sudah terkena virus, kalau sampai kena virus lain lagi, yang hilang bisa-bisa nyawamu nanti! Apa kam