Delon terdiam.“Semua itu hanyalah proyek nggak berguna. Apa? Mengurangi penderitaan pengguna? Kalau benar-benar ingin terlepas dari penderitaan, ya mati saja? Setelah mati, mereka pun nggak akan menderita lagi!” ucap Rainie dengan acuh tak acuh.Chermiko sungguh syok! Sebagai seseorang yang menggeluti dunia pengobatan, kenapa Rainie bisa berbicara seperti ini? Kenapa darahnya dingin sekali?Rainie mendorong Delon ke samping, lalu berjalan ke hadapan Chermiko. “Awalnya aku nggak peduli kamu ingin bergabung dengan proyekku atau nggak. Tapi berhubung kamu sendiri ingin terlibat dalam masalah ini, kamu pun nggak diperbolehkan untuk pergi lagi! Gimana? Kamu mau bergabung, ‘kan?”Chermiko merasa sangat asing dengan wanita di hadapannya. Sebelumnya dia merasa Rainie cukup imut dan pintar. Namun sekarang, ternyata tersembunyi seorang iblis di balik paras indahnya.“Kalau proyek itu membahayakan nyawa manusia, maaf, aku tidak akan bergabung!” balas Chermiko dengan tegas.Rainie pun tersenyum.
“Berhenti!”Tetiba tangan Chermiko ditarik. Rainie menghalangi langkahnya. Dia berhenti di tempat, lalu mengangkat sedikit kepalanya. Raut wajahnya terlihat sangat dingin. “Pergi begitu saja? Berhubung kamu sudah tahu masalah ini. Apa kamu masih bisa pergi?”“Kenapa? Apa kamu ingin halangi aku?” Chermiko menunduk melihat tangan yang ditarik si wanita. Tangan si wanita putih dan juga mulus. Kuku juga dipotong dengan sangat rapi. Sayangnya, tangan yang indah itu malah melakukan hal yang busuk.Chermiko mencoba untuk memutar pergelangan tangannya. Alhasil Rainie pun melonggarkannya. Dia tahu Rainie tidak seperti Yuna yang menguasai seni bela diri. Dia hanyalah wanita biasa saja. Jika Chermiko hendak pergi, tidak ada yang bisa menghalanginya, kecuali masih ada orang lain yang ingin menghalangi langkahnya. Chermiko melengkungkan ujung bibirnya ke atas. Dia cukup familier dengan tempat ini. Jadi, tidaklah sulit baginya untuk melarikan diri.“Dengan kekuatanmu?” Chermiko tersenyum. Tetiba di
“Tutup mulutmu!” Tetiba emosi Rainie membeludak. Dia mengangkat tangannya melayangkan tamparan keras. “Masalah ini nggak ada hubungannya sama kamu!”Selesai menampar, pikiran Rainie semakin jernih lagi. Dia berkata dengan tersenyum sinis, “Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh coba!”Sebenarnya Chermiko juga sedang bertaruh. Dia merasa senjata di tangan Rainie bukanlah barang asli. Dia pasti mengeluarkannya demi menakuti Chermiko saja.Di mana mereka sekarang? Mereka sedang berada di laboratorium! Mereka sedang berada di negara hukum!Seandainya Rainie benar-benar menembak dan membunuhnya, masalah ini pasti akan menjadi heboh. Sebab, sekarang sudah waktunya masuk kerja. Rekan kerja lainnya pasti sedang perjalanan ke laboratorium. Apa mungkin Rainie membunuh mereka semua?Chermiko tidak percaya semua anggota laboratorium yang lain mengetahui motif asli mereka. Dengan berpikir seperti ini, Chermiko pun membulatkan tekadnya, lalu melirik Rainie yang berada di samping sembari tersenyum. “Ay
Rainie melihat Chermiko sekilas, lalu tersenyum.Senyuman di wajah Rainie sangatlah cerah. Ketika kepikiran dengan kesadisan Rainie tadi, Chermiko pun merasa merinding ketakutan.“Sekarang kamu ingin bergabung?” tanya Rainie dengan perlahan. Dia tidak lagi tersenyum. “Sudah terlambat!”Disusul, Rainie berdiri, lalu menunduk untuk menatapnya. Dia berkata dengan dingin, “Kurung dia! Tunggu perintah Bos!”Delon yang bagai transparan itu belum sempat merespons. Namun ketika dihadapkan dengan tatapan sinis Rainie, Delon baru tersadar dari bengongnya. “Aku? Oh, oh ….”Delon berjalan maju sembari mengerutkan keningnya. Hanya saja, sepertinya agak sulit bagi Delon yang sudah berumur untuk menyeret Chermiko yang berat itu meski dia sedang terluka.“Bukan kamu!” Rainie menepuk-nepuk tangannya. Dalam sesaat, beberapa orang berjubah praktikum dan bermasker muncul di hadapan mereka semua.Mereka berjalan maju lekas menggotong Chermiko ke ujung koridor.“Sebentar!” Tiba-tiba Rainie bersuara.Rainie
Ruang bawah tanah ini sangatlah kosong, membuat Chermiko merasa sedikit takut. Dia meraba-raba tubuhnya sendiri, lalu mengeluarkan sebuah korek api, pisau buah, gunting kuku, dan juga … sampel yang baru berhasil ditelitinya.Terima kasih ya Tuhan membiarkan Chermiko memiliki kebiasaan membawa pisau buah ke mana-mana. Pisau itu sangatlah berguna pada saat seperti ini.Chermiko menyobek celananya dengan pisau, lalu melihat bagian yang terkena tembakan. Darah memang sudah mengering, tetapi luka itu terlihat begitu mengerikan. Ini adalah kali pertama dalam hidupnya Chermiko mengalami luka tembakan.Dulu, saat Chermiko masih menjadi dokter, pernah sekali dia mengobati seorang anggota mafia yang sadis. Meskipun tertembak, dia juga tidak mau pergi ke rumah sakit. Dalam suatu kebetulan, Chermiko membantu mengeluarkan peluru dari tubuh pasien, menyelamatkan nyawanya.Chermiko hampir saja melupakan masalah itu. Tidak pernah terbayangkan bahwa suatu hari nanti dia akan mengeluarkan peluru dari tu
Rainie sedang duduk bersandar di dalam ruang kerja pribadinya. Saat dia baru memejamkan mata hendak beristirahat, terdengar suara getar ponsel.Biasanya Rainie selalu mengatur mode getar ketika melakukan eksperimen. Dia berdiri, pergi mencari ponselnya. Alhasil, tidak ditemukan satu pun panggilan maupun pesan dari ponselnya.Suara getar masih tak berhenti. Rainie memalingkan kepalanya untuk mencari. Pada akhirnya dia mengeluarkan ponsel lainnya dari saku jaket. Dia baru teringat bahwa ponsel Chermiko sedang berada di tangannya.Terlintas tulisan “Kakek Juan” di atas tampilan ponselnya. Rainie berpikir beberapa saat, pada akhirnya dia memilih untuk mengangkat teleponnya.Setelah panggilan tersambung, Juan tidak langsung berbicara. Setiap kalinya dia terbiasa untuk mendengar sanjungan Chermiko dulu. Jadi, dia tidak bersuara sama sekali, menunggu sapaan dari Chermiko.Namun, Rainie tidak tahu pemikiran Juan. Dia pun tidak berbicara, menunggu pihak lawan duluan bersuara.Dalam seketika, su
Hanya saja, apa benar Yovi sepolos penampilannya? Sebenarnya apa yang ingin dia lakukan di rumah? Kenapa dia bisa membuka gembok dengan mahirnya?Yuna membalikkan kepala melihat putranya yang berbaring di atas ranjang. Si kecil sedang tidur dengan pulasnya, seolah-olah semua masalah di dunia ini tidak ada hubungan dengan dirinya.Setelah itu, Yuna pergi menyelimuti Kenzi, lalu mengatur posisi kamera CCTV.Sebelumnya tidak dipasang kamera CCTV di dalam kamar anak. Hanya saja, setelah menyadari kemungkinan ada masalah dengan Yovi, Yuna pun langsung memasangnya.Awalnya Yuna berpikir untuk mengawasi Yovi dulu, baru memutuskan bagaimana menghukumnya. Namun sekarang ada begitu banyak masalah yang datang menyerbu, dimulai dari masalah penelitian di laboratorium, Brandon, dan mungkin ada mara bahaya yang masih tidak diketahui. Yuna ingin pergi ke Asia Selatan, tetapi dia tidak tenang untuk meninggalkan anaknya. Sepertinya akan lebih baik jika Yuna mencari alasan untuk memecat Yovi saja.Ketik
Yuna menarik tangan Stella, lalu membawanya duduk di sofa. Dia menuangkan minuman dingin untuk Stella supaya Stella bisa menenangkan dirinya.Stella tidak ingin meminumnya, tetapi di bawah paksaan Yuna, dia membiarkan Stella menggenggam gelas minuman itu. Rasa dingin seketika menjalar dari telapak tangan Stella. Rasa gelisah di hatinya seketika mulai menghilang. Hanya saja, dia masih tak berhenti menangis.“Kak Yuna, boleh nggak kamu beri tahu aku, sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Frans? Apa pun yang terjadi sama dia, aku pasti bisa menerimanya. Aku … hanya ingin tahu kabarnya saja. Kamu beri tahu aku, ya! Beri tahu aku, ya!” Stella sungguh emosional saat ini. Bahkan, air mata tak berhenti mengalir.Melihat sosok Stella yang seperti ini, Yuna juga tidak tahu bagaimana cara menenangkannya. Dia terpaksa menghela napas dengan ringan. “Jujur saja, aku sendiri juga nggak tahu.”“Mana mungkin? Frans, dia selalu bersama Pak Brandon. Apa Pak Brandon ada bilang ….”“Nggak!” sela Yuna. D
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S