Yovi membungkukkan tubuhnya menyeka wajah imut Kenzi. Kedua mata Kenzi tak berhenti berkedip. Melihat sosok imut Kenzi, Yovi pun tersenyum. “Kenapa? Baru nggak bertemu sehari, kamu nggak mengenaliku lagi?”“Tante Yovi.”“Ya?”“Apa kamu akan pergi?”Yovi terdiam beberapa detik, lalu kembali melihat ke sisi Kenzi dengan tatapan lembut. “Apa Mama yang beri tahu kamu?”“Emm.” Kenzi mengangguk, lalu kembali bertanya, “Apa kamu akan pergi?”“Mungkin!” Yovi berpikir sejenak, lalu bertanya dengan lembut, “Apa kamu akan merindukanku?”“Emm!” balas Kenzi dengan pasti.“Kalau aku benar-benar pergi, kamu jangan menangis, ya!” Yovi menyentil hidung si cilik, lalu tersenyum lebar.“Nggak nangis!” Kenzi menggeleng. Dia masih ingat dengan ucapan ibu tadi. “Kata Mama, aku … aku itu anak laki-laki!”Yovi tertawa terbahak-bahak. “Iya, kamu itu anak laki-laki, kamu hebat sekali! Kalau begitu, apa kamu sudah bisa pakai celana sendiri?”“Bisa!” Kenzi membalikkan tubuhnya berlari ke dalam kamar. Dia mengambi
Namun pada saat yang sama, ucapan Kenzi telah mengingatkan Yuna. Bahkan, anak kecil saja menyadari detail ini, bisa jadi orang lain juga menyadarinya?Yuna berpikir sejenak, lalu membalikkan tubuhnya untuk menatap Kenzi. “Kalau begitu, hari ini kita nggak ke rumah Kakek dulu. Mama bawa kamu ke tempat lain. Nanti sore, kita baru ke rumah Kakek, oke?”“Oke!” Yang penting Kenzi jalan-jalan. Mengenai ke mana perginya mereka, Kenzi juga tidak memedulikannya.Yuna tersenyum. “Patuh sekali!”Mesin mobil dinyalakan. Dia mengatur bangku pengemudi, lalu melirik kaca spion tengah sekilas. Kebetulan Yuna bisa melihat ke arah pintu rumah.Tidak ada siapa pun di depan pintu. Pintu juga sudah dalam keadaan ditutup. Yuna mengalihkan pandangannya, lalu berkata, “Duduk yang bagus, ya!”Kemudian, mobil melaju dengan sangat kencang.…Yuna dan Kenzi sangatlah santai. Mereka duluan pergi ke mal untuk membelikan beberapa potong pakaian dan mainan. Saking banyaknya belanjaan mereka, bagasi mobil sangatlah pe
“Oh, oh, semuanya salah Kakek! Semuanya salah Kakek!” Juan memukul mulutnya sendiri, lalu menggendong Kenzi ke atas kasur dan menyelimutinya. Dia melihat Kenzi membalikkan tubuhnya mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurnya, lalu mengusir semua orang termasuk dirinya untuk meninggalkan kamar.Juan berjalan dengan perlahan. Hanya saja, berhubung dia sedang mengenakan sandal jepit, suara langkah kakinya terdengar agak keras. Pada akhirnya, Juan pun menendang sandalnya, berjalan ke ruang tamu dengan kaki ayam.Melihat Yuna yang sedang duduk sembari menyesap teh dengan santai itu, amarah Juan pun membara. “Kamu ini! Sebenarnya apa yang lagi kamu lakukan?”“Aku perlu bantuanmu!” ucap Yuna dengan sungkan.“Kamu perlu ….” Juan terdiam sejenak. Amarah di dirinya seketika lenyap entah ke mana. Nada bicara sungkan Yuna membuat Juan merasa tidak terbiasa. “Hehe, hehehe ….”Yuna menatap Juan dengan tidak berdaya. Bukannya Yuna tidak ingin bersikap sungkan terhadapnya, siapa suruh Juan bersik
“Neneknya tinggal di pegunungan, dia sering meditasi. Sedangkan, Keluarga Tanoto jauh di ujung sana ….” Ketika membicarakan masalah ini, Yuna tiba-tiba terdiam dan melayangkan tatapannya ke sisi Juan.Juan bertanya, “Jadi, kamu cuma bisa menjebakku?”“Aku bisa bawa dia pergi,” ulang Yuna sekali lagi. Maksud Yuna adalah dia tidak sedang memaksa Juan.Juan sungguh kehabisan kata-kata. Pasti Yuna tahu Juan tidak tega untuk menolak. Hanya saja, kali ini Juan pasti akan menolak! Lagi pula, Kenzi juga bukan anaknya. Terserah Yuna ingin membawanya ke mana. Semuanya tidak ada hubungannya dengan Juan. Mau hidup maupun mati, semuanya bukanlah urusan Juan! Bocah tengik itu telah merusak banyak barangnya dan juga mencabut janggutnya. Rasakan jika dia hidup menderita di luar sana!Dengan berpikir seperti ini, Juan pun mengepal erat tangannya membulatkan tekadnya. “Oke, kalau begitu, kamu … biarkan dia tinggal di sini saja!” Ujung-ujungnya Juan berubah pikiran lagi. Apa daya? Mana mungkin Juan tega
Juan tersenyum dengan misterius, lalu berdiri. “Ikuti aku!”Yuna berjalan di belakang Juan. Mereka berjalan melintasi halaman belakang, lalu menelusuri koridor panjang hingga melewati sebuah belokan. Entah sejak kapan tanah yang tandus itu telah dibangun banyak rumah. Begitu pintu dibuka, terdengar suara. “Cit cit … cit cit ….”“Merpati?” Yuna terkejut hingga kedua mata terbelalak. Sejak kapan Kakek Juan memelihara begitu banyak merpati?“Burung pengantar surat!” Juan mengatakan dengan bangga. “Semua merpati ini adalah merpati yang aku latih untuk mengantar surat. Meski kepala mereka kecil, mereka bisa terbang dengan sangat jauh dan tepat.”Yuna mengerutkan keningnya. “Bisa sejauh apa? Apa mereka bisa terbang ke Asia Selatan?”“Bisa!” jawab Juan dengan yakin. “Ke mana pun bisa, kecuali melintasi samudera. Burung merpatiku ini sangat hebat!”“Apa kamu pernah mencobanya?” Yuna masih merasa curiga.“Apa maksudmu? Apa kamu kira aku tidak bosan di rumah terus? Aku benar-benar tidak peduli d
Mereka berdua berjalan kembali ke dalam rumah. Yuna merasa agak terharu. Dia tidak pernah bercerita sebelumnya. Tak disangka Juan malah membantu mencarikan informasi untuknya. Tak peduli bagaimana hasilnya, Yuna tidak akan melupakan kebaikan Juan.“Pak Tua ….” Yuna berdiri di tempat, lalu memanggilnya.Juan terdiam.“Terima kasih!”Kedua mata Juan terbelalak. Dia melangkah mundur selangkah dengan menggosok kedua lengannya. “Astaga! Hei! Tolong!”Sosok Juan membuat Yuna tersenyum. “Terima kasih, Pak Tua!”“Tidak usah!” Juan melambaikan tangannya, lalu berkata, “Aku tidak terbiasa dengan sikap sungkanmu ini!”Yuna kembali tersenyum, dia juga tidak menyindir Juan lagi.“Aku tahu kamu khawatir. Hanya saja, semakin kamu khawatir, kamu akan semakin gampang untuk membuat kesalahan. Tenangkan dirimu dan pikirkan dengan saksama. Kamu itu anaknya pintar. Berpikirlah dengan jernih.” Juan tidak lagi bercanda. Dia menasihati Yuna dengan serius.“Emm!” Yuna mengangguk. Dia mengerti apa maksud Juan.
“Tidak berat! Dia sangat ringan!” Juan sengaja mengangkat-angkat Kenzi menandakan cucunya tidak berat sama sekali.Yuna sungguh kehabisan kata-kata. “Apa … kamu nggak takut pinggangmu akan keseleo?”“Pinggangku ini masih kuat! Bahkan, lebih kuat daripada anak muda seperti kalian!” Senyuman di wajah Juan sangatlah lebar. Dia memang sering merepet, tetapi sebenarnya dia sangat menyayangi Kenzi. Jika tidak, tidak mungkin Juan begitu membelanya.Yuna hanya bisa menggeleng dengan tidak berdaya saja. Dia hanya bisa membiarkan mereka bermain sesuka hati mereka saja.Juan menyadari Yuna sudah mengendalikan perasaannya, dia juga tidak bertanya panjang lebar lagi. Dia menggendong Kenzi berjalan mengeliling rumah, lalu keluar ke pekarangan.Yuna sungguh khawatir pinggang Juan akan keseleo. Dia pun segera mengikuti mereka.Pekarangan di belakang rumah sangatlah luas. Terdapat berbagai jenis tanaman herbal di dalamnya. Samar-samar dapat tercium aroma obat herbal di dalam pekarangan.“Apa kamu sudah
“Semua?” Juan terkejut. Dia sedang berusaha mencerna omongannya.Pada saat ini, Kenzi yang sedang duduk di atas pundak Juan meminta untuk diturunkan. Setelah itu, Juan membungkukkan tubuhnya berbaring di atas kursi. Yuna menggendong Kenzi, lalu melihat ke sisi Juan. Dia pasti kecapekan.“Lihatlah pinggangmu itu, masih saja sok kuat. Apa kamu kira kamu itu masih muda!” ucap Yuna.“Aku memang sudah tua, tapi aku lebih kuat daripada anak muda!” Juan membusungkan dadanya lantaran tidak terima untuk diremehkan. Namun, baru saja Juan meregangkan tubuhnya, dia malah merasa kesakitan.“Masih sok kuat lagi!” Yuna membawa Kenzi berjalan ke dalam rumah.“Hei, kalian mau ke mana? Apa kalian ingin meninggalkanku sendirian di sini? Hei, apa tidak ada yang bisa membantuku?” Suara jeritan Juan langsung menarik perhatian para pelayan. “Pak, Pak, ada apa ini?”“Pergi! Pergi sana! Siapa suruh kalian ikut campur!” balas Juan dengan melambaikan tangannya. Dia kelihatan sangat tidak sabaran.Lantaran tidak
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta