Hari Sabtu telah tiba. Steve bangun sangat pagi hari ini. Dia mengenakan setelan jas yang sudah disetrika, lalu menyisir rambutnya dengan rapi. Sambil becermin, Steve sambil menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Hari ini adalah hari terpenting dalam hidupnya. Mulai hari ini, dia akan menjalankan kehidupan barunya.Hal yang paling dikhawatirkan Steve saat ini, tak lain adalah ibunya. Amara memang sudah menyetujuinya, tetapi sebelum semuanya berakhir, Steve masih merasa tidak tenang.Pagi-pagi Steve sengaja menyuguhkan sarapan ke kamar ibunya. Ketika mendengar suara ketuk pintu kamar, terdengar suara Amara. “Ada apa?” Sepertinya ibunya sudah bangun.“Ma, ini aku. Aku antar sarapan buat Mama,” balas Steve dengan sopan.“Taruh di bawah saja. Nanti aku makan di bawah,” jawab Amara.“Mama makannya di kamar saja, ya? Nggak usah naik turun tangga. Lagi pula, aku juga sudah ambilin. Mama tinggal buka pintu saja.” Steve terdiam sejenak. Menyadari tidak ada balasan dari sang ibu, Steve pun menambahka
“Iya, aku adalah nenek kandungnya ….” Amara tiba-tiba berhenti menyisir rambutnya. Dia berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku adalah nenek kandungnya ….”“Ma, Mama jangan berpikir kebanyakan! Aku itu anak kandung Mama, aku juga om dia. Tapi dia malah bersikap begitu kejam sama aku!” Melihat keanehan dari diri ibunya, Steve langsung melanjutkan, “Ma, kita juga bukan memaksa dia untuk mati. Kita cuma ingin dia mengembalikan kekuasaan perusahaan kepada kita saja. Bukannya Mama ingin aku mengambil alih Setiawan Group? Sekarang kesempatan sudah di depan mata. Kelak kehidupan kita akan kembali ke jalan normal.”“Kesempatan?” Amara mengulang kata Steve sambil mengangguk. “Oke, kesempatan.” Seharusnya Amara sudah membuat keputusan. Steve pun merasa lega, menyodorkan sarapan ke hadapan ibunya. “Ma, Mama makan dulu. Sekarang masih pagi. Mama bisa makan dengan santai.”“Emm.” Amara mengambil sendok. Menyadari Steve masih duduk, tidak berencana untuk pergi, Amara pun bertanya, “Apa ada urusan lain
Biasanya Clara tidak akan bangun sepagi ini. Ketika membuka pintu kamar, kelihatan sekali dia sedang sangat marah. Saking marahnya, Clara langsung membelalaki Steve. “Kamu lagi ngapain?”“Kak, aku datang untuk antar sarapan!” ucap Steve dengan tersenyum. Dia sengaja mengantarkan sarapan ke kamar Clara.“Heh, ada apa dengan hari ini?” Clara melirik Steve sekilas, lalu menguap. Dia membalikkan badannya pergi menggosok gigi.Ketika mendengar suara dari dalam kamar mandi, Steve juga tidak mengikutinya lagi. Dia duduk di luar sambil membaca buku-buku di atas meja. Menyadari kebanyakan buku itu adalah novel roman, Steve pun menunjukkan senyum meremehkan.Padahal kakaknya sudah berumur, malah masih membaca buku-buku ini. Hanya saja, bagus juga, setidaknya dia tidak berniat untuk berebut kekuasaan dengan Steve. Tak lama kemudian, Clara keluar dari kamar mandi, lalu duduk bersandar di sofa. Dia mengambil selembar roti tawar, lalu mengigitnya. “Katakanlah, ada apa?”“Kak, hari ini para senior b
“Apa kata Mama?” tanya Clara sambil memegang segelas susu kedelai.“Memangnya Mama bisa ngomong apa lagi? Kamu tahu kan sejak kecil Mama begitu menyayangiku. Aku adalah putra kandung Mama! Tentu saja dia akan berpihak sama aku.” Mengenai masalah ini, Steve sangatlah percaya diri.Justru karena Amara sangat memanjakannya, Steve merasa meski dia tidak memiliki seluruh kekuasaan Keluarga Setiawan, setidaknya dia mesti menguasai setengahnya. Namun siapa sangka, ayahnya malah mewarisi sebagian besar bisnis keluarga kepada Brandon, sedangkan Steve hanya kebagian sedikit saham saja. Ketika mengungkit masalah ayahnya, dia pun merasa jengkel.“Oh,” balas Clara dengan datar. Setelah menghabiskan segelas susu kedelai, Clara menyeka mulutnya, lalu meletakkan gelas ke atas meja. “Terima kasih atas sarapanmu.”“Kak, kalau begitu janji, ya, nanti kamu mesti bantu aku. Jangan lupa, kita berada di posisi yang sama, kita adalah kakak beradik!” Setelah dipikir-pikir, Steve pun berjanji, “Setelah aku meme
Monica menelepon Steve juga untuk mencari tahu kondisi terkini saja. Setelah mendengar suara penuh percaya diri Steve, dia pun semakin penasaran saja. “Apa kamu bisa bocorkan, gimana caranya kamu mengalahkan Brandon dalam satu hari? Aku sungguh penasaran!”Seandainya Brandon bisa dikalahkan dengan gampangnya, mana mungkin dia akan bisa bertahan di posisi teratas di dunia bisnis.Brandon masih tergolong muda, tetapi dia malah sudah mengambil alih Setiawan Group. Awalnya banyak orang yang merasa tidak puas, tetapi hasil kerjanya berhasil menaklukkan mereka semua. Gara-gara kemampuannya, Setiawan Group baru bisa berkembang menjadi semakin bagus lagi.Sekarang Steve malah berkata, dia ingin mengambil alih semuanya dalam waktu satu hari. Memangnya kenapa kalau semua senior Keluarga Setiawan berada di tempat? Mereka paling-paling hanya bisa mengurus masalah keluarga saja, apa mungkin mereka bisa ikut campur dalam masalah perusahaan?Apa mungkin para pemegang saham perusahaan hanya pajangan
Atau bisa jadi, ini adalah proses yang akan dilalui untuk mencapai tingkatan baru?Monica sungguh tidak memahaminya. Hanya saja, dia sudah tidak bisa berjalan lagi saat ini.Adam datang untuk memapah Monica, lalu membawanya untuk duduk di sofa. “Nona, aku panggilkan dokter!”“Nggak usah, kondisiku nggak bisa diobati oleh dokter.” Monica paham bahwa dirinya tidak sedang sakit. “Aku perlu memulihkan diriku dulu, kamu berjaga di luar.” Monica duduk bersila di atas sofa, lalu berkata dengan serius.Adam mengangguk. Baru saja berjalan selangkah, dia kepikiran sesuatu, lalu membalikkan kepalanya berkata, “Itu, Nona tidak keluar lagi?”Ketika Adam membahas masalah ini, Monica baru kepikiran. Tadi kepalanya sangat pusing, dia bahkan melupakan masalah ini. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, “Keluar!”“Tapi, Nona ….”“Panggil Hanny ke sini. Biarkan dia menyamar menjadiku!” ucap Monica.Sebenarnya Monica ingin menghadiri rapat Keluarga Setiawan. Dia bukan ingin menyaksikan pertunjukan seru, mela
Hanny berkata dengan pelan, “Iya, aku tahu, Kak.”“Pergilah.” Monica melambaikan tangannya. Dia kelihatan sangat pucat dan tidak bertenaga.“Kondisi Kakak …,” ucap Hanny dengan cemas.“Aku baik-baik saja. Ingat ucapanku.” Selesai berbicara, Monica memejamkan matanya. Sepertinya dia tidak ingin berbicara lagi.Hanny terpaksa meninggalkan ruangan tanpa bersuara.Mendengar suara tutup pintu, Monica baru melebarkan matanya, lalu memanggil, “Adam!”Adam segera maju. “Nona!”“Utus dua orang yang lebih andal untuk ikuti dia. Ingat, jangan sampai terjadi hal yang nggak diinginkan!” Tatapan Monica terlihat sangat datar.“Baik!” Tentu saja Adam tahu maksud majikannya. Dia pun segera melaksanakannya.Saat Monica sedang latihan, dia perlu orang yang bisa dipercaya untuk melindunginya. Selain Adam, Monica tidak kepikiran kandidat lain lagi. Hanya saja, Monica tidak mungkin tidak mengutus orang untuk mengikuti Hanny. Apalagi anak itu sangatlah labil, perlu terus diamati.…Saat menjelang siang, para
Sambil mengangguk, Brandon mengamati sekeliling. “Di mana Nenek?”“Nenekmu akan segera keluar. Kita mulai dulu,” balas Steve.Setelah berpikir beberapa saat, Brandon langsung berjalan maju duduk di posisi paling utama. Dia memalingkan kepalanya melihat Yuna. Yuna spontan melepaskan tangan yang merangkul lengan Brandon, lalu berdiri beberapa langkah menjauh dari Brandon.“Para senior ….” Setelah terdiam sejenak, Brandon memalingkan kepalanya untuk melihat Steve. “Om, hari ini kamu mengumpulkan semua anggota keluarga di sini. Apa ada yang ingin kamu katakan?”Mendengar pertanyaan Brandon, Steve sungguh merasa puas. Dia pun berkata dengan tersenyum, “Tentu saja ada yang ingin aku katakan. Masalah ini sangatlah penting bagi Keluarga Setiawan! Mengenai masalah keturunan Keluarga Setiawan!”Ketika mendengar masalah penting, semua orang langsung bersemangat. “Masalah penting apa? Jangan-jangan … Steve sudah punya keturunan?”Salah seorang senior bercanda. Alhasil, semua orang di tempat langsu
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta