Pertanyaan yang terlontar dari bibir kakaknya itu benar-benar tidak diduga Mawar. Kepalanya langsung berputar, pening sesaat, memikirkan jawaban apa yang harus dia beri.
Tapi sepertinya, jeda cukup panjang yang diberikan Mawar cukup menjadi jawaban bagi Airin.
Wanita yang tengah sakit itu pun menghela napas. "Kamu ... mau jadi istri Tuan Sakha?" ulangnya, dengan suara setenang air danau tak beriak, tatapan serta raut mukanya juga sama begitu.
"A-ku—" Mawar tidak mampu berkata-kata. Dia menyukai Sakha karena pria itu ternyata sangat tidak terduga dari bayangannya selama ini. Ada rasa menyesal dalam dirinya karena pe
Keesokan harinya, demam Airin sudah turun. Pagi-pagi sekali dia bangun dan langsung mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Setelah selesai, dia membangunkan Mawar yang tertidur di ranjang bersamanya. Sejenak Airin khawatir adiknya itu akan benar-benar tertular, sehingga dia bertanya saat melihat Mawar terbangun."Kamu baik-baik saja?"Mawar mengangguk lemah karena kantuk yang masih menggantung di bawah pelupuk matanya.Airin menghela napas lega karena melihat Mawar tampak baik-baik saja. Lalu selagi Mawar di kamar mandi, Airin pergi ke jendela dan membukanya lebar. Dia berdiri di sana untuk beberapa saat,
"Tuan! Tuan!"Perhatian Sakha yang semula tengah tertuju pada layar laptopnya teralihkan. Dia melihat seorang pria setengah baya yang merupakan pekerjanya di kebun datang menghampiri.Sakha berdiri dari kursi lalu menuruni tangga teras rumah peristirahatan. "Ya, Pak? Ada apa?" tanya Sakha.Pria setengah baya itu menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, "Itu, Tuan, saya mau minta izin untuk metik mangga di kebun.""Mangga? Memang sudah berbuah?"
Sakha dan Tia sudah berangkat pagi tadi menuju kota, pun juga dengan Ria dan Nia yang harus kembali ke rutinitas mereka masing-masing, tinggal Airin seorang diri yang kini sedang mencangkul tanah setelah sebelumnya mencabut rerumputan di halaman samping paviliun. Rencananya, Airin hendak membangun kebun kecil di sana. Dan dia sudah meminta izin pada Sakha.Kendati pinggul dan tubuhnya masih pegal-pegal atas apa yang Sakha lakukan padanya kemarin, tidak menyurutkan semangat Airin untuk bekerja hari ini.Pada siangnya, Galih datang membawa keranjang besar berisi buah-buahan. Pria itu terkejut mendapati Airin yang tengah bekerja keras dan tampak sangat kotor oleh bekas tanah yang menempel di tangan dan bajunya, bahk
Galih mengampiri Airin dan mengambil kembali ponselnya."Ririn, Tuan bilang apa?" tanya Galih penasaran. Dia sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi ekspresi di wajah Airin saat ini benar-benar mengkhawatirkan. Bahkan ada jejak air mata di pipinya.Airin tersadar, lalu segera memasang senyum penuh misteri. "Biasa, masalah rumah tangga!" jawabnya.Sekalipun Airin mengatakannya dengan nada biasa-biasa saja dan terkesan acuh, tapi melihat dari ekspresi Airin sebelumnya, Galih tahu ada yang tengah perempuan itu sembunyikan. Namun ini bukanlah ranahnya untuk tahu.
Sesampainya Airin di rumah utama, Ria dan Nia ternyata sudah sampai. Airin cukup terkejut dengan kehadiran dua istri Sakha yang cantik-cantik itu tengah duduk-duduk manis di teras. Airin yakin, siapa pun yang melihatnya pasti akan mengira bahwa dua bidadari tengah mampir ke rumah ini.Airin tidak melebih-lebihkan, dibanding dengan dirinya yang saat ini mengenakan pakaian lusuh berlapis-lapis dan wajah yang hampir tertutup debu, Ria dan Nia tampil sangat cantik.Saat Airin turun dari mobil, kedua pandangan wanita di teras rumah itu tertuju langsung padanya. Airin tersenyum pada mereka."Ya ampun, Ririn?!" seru Ria.
Airin bergabung dengan yang lain di dalam, melihat ketiga istri Sakha yang lain sibuk membuka bingkisan yang Tia bawa dan heboh sendiri dengan oleh-oleh itu. Sementara Airin tanpa sadar sibuk memakan manisan pala yang Tia bawa juga dan dia suguhkan di meja. Sedangkan Sakha dan Gani langsung beralih ke ruang kerja, entah untuk membahas apa.Airin mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi nyaris seluruh perhatian di kepalanya terus saja tertuju ke sana.Apa yang Gani lakukan di sini?Apa hubungannya Gani dengan Sakha?Dan apa yang a
Kamar Airin gelap. Ruang tamu juga gelap. Tapi dari cahaya yang masuk melalui jendela yang terbuka, Airin bisa melihat dengan jelas wajah suaminya terpampang di hadapannya."Airin," lirih pria itu. Suaranya rendah dan nyaris tercekat.Airin merasakan dingin yang tadi membuatnya nyaman mulai membekukan, lalu melebur dan mencair begitu saja, hanya karena satu panggilan nama yang seharusnya tidak berartikan apa pun, tapi sangat dahsyat yang Airin rasakan karenanya."Tuan," sahut Airin pelan.Apa yang Sakha lakukan di sini? Bukankah
Tapi pasti ada alasan lain, pikir Airin lagi. Dia menatap Sakha yang kemudian melangkah menghampiri meja rias. Jantung Airin berdetak semakin tidak karuan dibuatnya, mengingat apa yang dulu juga pernah mereka lakukan di sana. Apakah Sakha ingin menggunakan gaya aneh itu lagi?“Apa yang hendak Tuan lakukan?” tanya Airin kemudian, suaranya terdengar gugup. Ini pertanyaan yang entah sudah keberapa kali.Sakha menarik kursi dan menatap Airin. “Duduk di sini, Airin!”Airin mengernyit. “Untuk apa?”Sakha menghela napas sabar. “Duduklah dulu.”Dengan langkah yang sedikit terseok dan ragu-ragu, Airin pun duduk di kursi riasnya itu. Sakha berputar lalu berdiri di belakangnya, menatap Airin melalui cermin oval di hadapannya. Kening Sakha tampak berkenyit pelan.“Wajahmu ….”“Kenapa?” tanya Airin bingung.“Tampak lebih tirus dari biasanya. Apa Ga
Beberapa bulan kemudian.Satu per satu impian Airin selama ini akhirnya tercapai. Tidak lama setelah dia lulus dari kuliah, dia berhasil membuka sebuah brand dan toko parfum hasil buatan dan racikannya sendiri, yang selama ini selalu dia idam-idamkan untuk lakukan. Bisnisnya masih bertaraf bisnis kecil, tapi dia melakukan semuanya dengan sukacita.“Semua adalah hasil jerih payah kamu,” kata Sakha ketika di hari pembukaan toko Airin yang ramai dikunjungi oleh orang-orang, berkat promosi dan iklan yang dia lakukan di mana-mana.“Tuan juga sudah membantu banyak,” sahut Airin, menggoda suaminya itu.Airin tidak ingin bersikap naif dengan melupakan bahwa tanpa Sakha dia tidak mungkin sampai di titik ini. Tapi Sakha bersikukuh bahwa dia tidak melakukan apa pun selain menginvestasikan uangnya ke bisnis Airin. Pria itu ingin sang istri bangga sepenuhnya kepada dirinya sendiri, yang mana sudah cukup Airin lakukan.“Aku benar-benar bangga padamu,” bisik Sakha di telinga Airin saat orang-orang t
EXTRA PART 03 – Henia MaulidaSuara pintu berderit terbuka terdengar menggema di rumah besar yang sepi itu. Henia melangkah masuk ke dalam, sepatunya dia lepas dan kakinya berjinjit di lantai. Sebisa mungkin dia tidak menimbulkan suara apa pun supaya tidak membangunkan orang rumah.Namun, saat langkah kakinya baru saja menginjak satu anak tangga terbawah, sebuah suara terdengar di atasnya.“Habis ke mana kamu jam segini baru pulang?”Itu suara ibunya. Henia menghela napas kasar lalu menapakkan kakinya lagi ke lantai. Lampu menyala dan raut muak di wajah Henia tampak semakin jelas.Dia melanjutkan lagi langkahnya menaiki tangga, memutuskan untuk tidak memedulikan ocehan ibunya.“Wanita tidak bersuami seperti kamu seharusnya nggak keluyuran malam-malam dan pulang pagi seperti ini.”Henia mengepalkan tangannya kuat dan menatap bayangan ibunya di atas tangga dengan tatapan tajam.“Aku bukan anak kecil lagi yang jam pulang aja harus diatur-atur,” balas Henia.“Henia! Kamu nggak dengar apa
“Bunda!”Tia mengangkat pandangannya dari majalah yang tengah ia baca, lalu menatap putranya yang berlari ke arahnya dengan seragam SMP berwarna putih dan biru tua. Senyum Tia mengembang, merentangkan tangan dan merangkul remaja itu dengan kasih sayang keibuan.“Bagaimana sekolah kamu?”Dean melepas ranselnya lalu mengambil sebuah kue dari atas meja. “Aku ada tugas kelompok. Rencananya, aku mau ngerjainnya di rumah temenku hari sabtu nanti,” jawabnya sembari mengunyah.Tia mengangguk. “Kamu boleh pergi.”Pandangan Dean langsung tertuju ke arah ibunya itu. “Benar?” tanyanya hati-hati.“Ya. Memang kenapa? Selama ini Bunda nggak pernah ngelarang, kan?”Kedua bahu Dean lantas tampak lesu. “Apa akhir pekan nanti Bunda bakal ada di sini sama aku?”Pertanyaan itu menyentil Tia dan membuatnya merasa sedih. “Dean, mulai sekarang Bunda bakal selalu ada sama kamu.”Dean menatap ibunya itu dan terdiam. Dia mencari kejujuran di kedua mata sang bunda, namun masih juga belum yakin atas ucapannya. Ap
Setelah bercerai dengan mantan suaminya, Ria memutuskan untuk pindah tempat tinggal ke negara tetangga, di mana di sana dia memulai kehidupan baru dengan seorang pria yang mencintainya. Ria teringat ucapan Sakha di malam saat pria itu menceraikannya, bahwa hati Ria tidak pernah berlabuh sepenuhnya kepada pria itu. Ria tidak pernah bisa mencintai Sakha. Mungkin memiliki sedikit perasaan padanya memang benar, tapi tidak pernah sampai tahap dia mencintai pria itu. Namun, ada satu pria, yang tidak pernah bisa Ria lupakan dan hilangkan dari hatinya semenjak remaja. Gani Akbar Hartono. Ria tidak pernah bilang bahwa dia mencintai Gani, tapi cinta yang diberikan Gani padanya terpampang dengan begitu jelas sehingga Ria luluh tanpa dia sadari. Sakha terlalu dingin. Gani hangat seperti matahari. Bahkan sampai sekarang, Ria kesusahan untuk berhenti membeda-bedakan dua orang itu. Dia telah hidup bahagia dengan Gani, pria yang kini telah menjadi suaminya, tapi dalam beberapa waktu pikiran Ria a
Halo, teman-teman pembaca semua. Kenalkan, saya Asia July, penulis kisah si istri keempat. (Sebenarnya saya dan Sakha sudah menikah siri, saya jadi istri kelimanya. :) Kisah Istri Keempat saya akhiri di bab 95. Itu karena saya sebagai istri kelima sudah saatnya bereaksi di balik layar merebut Sakha dari Airin. Jangan marah yaaa ;) Tapi, tenang saja, semuanya belum benar-benar berakhir. Akan ada EXTRA PART yang lumayan banyak! >,< Menceritakan tentang kisah Airin dan Sakha selanjutnya. Ada 1 konflik yang saya lempar, semoga nanti pembaca suka. Juga di extra part nanti, akan ada kisahnya Ria, Tia, dan Nia. Dan diakhiri dengan kisah Airin dan Sakha menanti kehamilan anak kedua. Lalu, di HIDDEN PART akan ada kisah saya sebagai istri kelima. (Ck! Sudah dibilang jangan iri!-_-) *ini becanda, gak ada hidden part!* Ucapan terima kasih saya sampaikan dengan tulus kepada teman-teman pembaca semua yang sudah membaca karya saya yang sangat penuh kekurangan
“Sekarang?” Sakha menjauhkan tubuh mereka dan menatap istrinya itu tepat di mata. “Tentu saja semuanya sudah berubah. Kamu merubah banyak hal dalam diriku dan duniaku.”Airin menangis. Dan Sakha mengusap pelan air matanya yang mengalir di pipi.“Airin?”“Hm?”“Apa kamu … mencintaiku?”“ …!”“Karena aku sangat mencintaimu.”Sontak tangisan Airin langsung terhenti. Dia menatap mata yang berwarna karamel itu, yang memantulkan cahaya lembut dari lampu di atas mereka. Airin mencari-cari, tapi dia tidak menemukan kebohongan.“Tidak masalah lagi dengan anak. Aku tidak pernah marah padamu saat tahu bahwa kita kehilangan bayi kita, harapanku saat itu hanya satu; mengambil semua rasa sakit yang kamu rasakan dan melimpahkannya padaku.“Dan tidak, Airin. Kalau kamu berpikir bahwa aku akan berpaling, maka kamu salah. Satu-sat
Gelengan kepala diberikan Sakha. Kepalanya mendadak terasa berat sehingga dia pun memajukan tubuhnya, dan menjatuhkan kepalanya ke bahu Airin. Lalu berbisik, “Hanya kamu sekarang, Airin.”Tanda tanya besar menggantung dalam benak Airin. “Hanya aku? Maksud Mas, Kak Ria sudah ….”“Ya, dia bukan istriku lagi.”“Ba-bagaimana? Bukankah Mas dengan orang tua Kak Ria ….”Sakha terkekeh, ternyata Airin juga sudah tahu sejauh itu. “Aku pergi ke rumahnya. Dan berbicara dengan orang tuanya.”“Tapi bagaimana dengan perusahaan Mas?”Sakha mendesah lelah lagi. Dia menarik Airin dekat dan memeluk tubuhnya. “Aku benar-benar merindukanmu, Airin.”Dorongan adalah yang diberikan Airin sebagai jawaban dari ungkapan rindu itu. Ini bukan saatnya untuk mereka bermesra-mesraan. Ada banyak hal yang belum Sakha jelaskan padanya.Sakha menepis tangan Airin ya
Seperti malam sebelumnya. Sakha masuk ke kamar dan mendapati Airin telah tertidur pulas.Sekali lagi, dia menyesal karena pulang terlalu larut malam. Dia merindukan mata indah berwarna hitam kelam itu menatapnya. Dia rindu pada suara wanita itu berbicara padanya.Sekarang semuanya sudah baik-baik saja bagi mereka. Dan Airin bertahan sampai akhir tanpa banyak protes. Mereka bisa memulai semuanya lagi dari awal, pikir Sakha.Perasaan bahagia menbuncah di dalam dadanya, membuat dia tidak bisa menahan diri untuk bergabung bersama Airin di atas ranjang dan memeluk istrinya itu erat.Sakha menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Airin, dan menghidu aromanya dalam-dalam lalu mengeluarkan suara seperti lirihan.Mustahil Airin tidak terbangun dibuatnya.Saat wanita itu membuka mata, dia terkejut, tapi tidak mengatakan apa pun. Bahkan bernapas pun dia takut, takut kalau itu akan membuat Sakha menjauh darinya. Tapi dorongan untuk membalas pelukan itu be
Airin menunggu, lagi. Tapi sudah hampir tengah malam, Sakha tidak kunjung pulang. Dia memang berkata ingin pergi dari sisi pria itu, tapi nanti setelah mereka berdua berbicara. Segalanya harus diluruskan. Airin tidak ingin pergi membawa penyesalan karena kebodohannya sendiri. Namun, sampai kantuk membawa kesadarannya pergi—seperti malam sebelumnya—Sakha belum juga pulang. *** Lagi-lagi pada makan malam. Sakha tidak tahu kenapa waktu malam dan makanan menjadi waktu yang tepat baginya. Atau mungkin kali ini tidak tepat? Kemarin di makan malam bersama Tia. Sekarang di acara yang sama bersama keluarga besar Ferdinan. Ayah mertuanya yang begitu bersemangat terus menerus membahas tentang bisnis sedari tadi, seberapa tidak sabarnya dia mengutarakan ide untuk bisnis barunya di meja makan itu, sampai Sakha bahkan tidak memiliki waktu untuk menyela dan mengutarakan maksud kedatangannya malam ini. Ria duduk di samping Sak