Takdir selalu mempermainkan perasaan seseorang. Tidak terkecuali orang-orang baik sekali pun. Rayan diterkam kenyataan yang benar-benar membuatnya menyesal. Sudah alurnya kalau penyesalan berada di akhir. Sayangnya yang membuat Rayan semakin menyesal adalah ia tidak bisa menjadi suami yang baik bagi Allura. Kenyataan bahwa Allura kini hanya mantan istri membuatnya terpukul. Apa lagi mengetahui bahwa Allura sedang dirawat di rumah sakit karena sakit keras.
Untuk mengetahui hal sebesar itu saja Rayan harus diberi tahu oleh Badai yang hanya orang asing dalam keluarganya. Mengetahui bahwa Allura tengah mengidap penyakit kanker otak stadium akhir sungguh membuat Rayan terpuruk. Selama ini ia tidak bisa mengetahui penderitaan istrinya sendiri. Lagi-lagi hanya penyesalan yang bisa ia rasakan.
Rayan pergi ke kamarnya dengan sedih bercampur emosi. "Apa yang sudah aku lakukan!" teriaknya.
Safiya hanya bisa menangis melihat keadaan suaminya. Berusaha tetap bu
Rayan menyuapi Allura dengan penuh cinta. Ia benar-benar ingin merawat Allura hingga sehat. Namun, nampaknya Allura tidak menginginkan itu. Rayan terus berusaha mengurus Allura, tetapi Allura justru menjauh. Memilih menjaga jarak dan memilih bersama Safiya."Permisi, Bu Allura harus dibersihkan dulu, ya. Harap keluar terlebih dahulu," ujar seorang perawat yang diikuti satu perawat lainnya.Tanpa berkata-kata lagi, Safiya, Rayan, dan Badai pun keluar ruangan. Membiarkan Allura membersihkan diri dibantu oleh dua perawat tadi. Badai memang tidak main-main merogoh koceknya demi Allura. Ia bahkan menginginkan ruangan VIP agar kenyamanan Allura terjamin. Namun, bukan Allura namanya kalau tidak protes. Saat baru saja tersadar Allura sudah memikirkan bagaimana ia akan membayar biaya rumah sakit pada Badai. Allura tidak mau terlalu membebani Badai. Apa lagi pria itu sudah banyak membantunya.Badai sendiri merasa tidak masalah jika ia harus men
Badai masuk membawa beberapa obat dan vitamin untuk Allura. Pria itu berusaha menahan emosinya sebelum masuk. Rayan yang mencegahnya mendekati Allura membuatnya sedikit geram. Badai tahu semua kesedihan dan rasa sakit yang Allura alami sejak mereka menjalin pertemanan. Badai pun tahu bagaimana bodohnya Rayan yang mudah terhasut dengan emosinya. Kini Allura bukan lagi istri dari Rayan, Badai sedikit lega dengan fakta baru itu."Ini vitamin dan obat dari Paman yang harus Mbak minum. Paman bilang, Mbak harus dirawat di sini sampai keadaan Mbak membaik. Saya tidak akan menerima penolakan kali ini, Mbak. Karena Mbak tidak punya alasan apa pun untuk itu," jelas Badai lembut tetapi dengan penuh penegasan.Badai pun membantu Allura untuk meminum obatnya. Allura juga menurut akan apa yang dilakukan Badai. Untuk apa menolak kebaikannya yang bagaikan malaikat itu? Apalagi Allura akan sangat sungkan untuk menolak bantuannya."Kamu sudah banyak menolongku, Bada
Dengan lesuh Rayan keluar dari ruangan Allura. Diikuti oleh Safiya di belakangnya yang ikut merasa sedih karenanya. Hati Rayan bergemuruh penuh penyesalan karena sudah menceraikan Allura. Tak pernah terbayangkan kalau pernikahannya dengan Allura akan berakhir dengan pilu. Wanita yang sejak enam tahun lalu mengisi hatinya kini tengah berbaring sembari memperjuangkan hidupnya. Wanita yang selama ini dia agung-agugkan kini hanya menyandang status mantan istri. Rayan hanya bisa menyesal dan menyalahkan keadaan yang ada.Dengan amarah yang membara, Rayan mengendarai mobilnya cukup cepat. Bukan marah pada Allura, tetapi Rayan marah pada dirinya sendiri kerena sudah begitu bodoh untuk tidak bisa mencintai Allura dengan baik selama ini. Padahal Allura sudah sangat mencintai dirinya dengan sangat tulus."Mas, hati-hati, kita bisa celaka jika Mas menyetir seperti ini," tegur Safiya yang merasa cemas. Namun, Rayan tidak mempedulikannya sama sekali. Sebaliknya Rayan
Setelah selesai makan bersama, Rayan dan Safiya segera menuju rumah sakit. Mereka berdua sama-sama merasa cemas. Rayan cemas jika nanti Safiya benar-benar hamil maka ia harus bertanggung jawab dan kesempatannyauntuk bersama Allura lagi hanyalah sebuah harapan semu. Sedangkan Safiya cemas jika dirinya tidak hamil maka Rayan akan menceraikannya dan kembali ke pelukan Allura. Hal yang mereka berdua takuti jelas bertolak belakang. Kini hanya waktu dan takdirlah yang bisa menjawab kecemasan hati mereka berdua. Menentukan nasib pernikahan yang menurut Rayan hanyalah sebuah kecelakaan, tapi bagi Safiya itu adalah sebuah takdir yang mengharuskan mereka berdua hidup bersama selamanya. Hubungan yang begitu rumit di antara mereka berdua hanya membuat beban pikiran yang tiada ujungnya.Hari masih pagi, koridor rumah sakit terlihat cukup sepi. Hanya ada beberapa petugas kebersihan dan beberapa perawat yang baru saja datang. Rumah sakit dua puluh empat jam ini cukup ram
Apa lagi yang bisa Rayan lakukan selain memberikan perhatiannya pada Safiya. Awalnya Rayan bersikeras untuk tetap mengurus Allura dan mengabaikan Safiya yang tengah kesakitan. Namun, bukan Allura namanya kalau tidak bisa membujuk Rayan dengan baik. Allura akan melakukan apa pun agar Rayan mau mengiyakan permintaannya. Bahkan Allura sampai mengancam Rayan agar mantan suaminya itu mau memperhatikan istrinya yang sekarang. Laki-laki mana yang akan sanggup melawan jika diancam tidak boleh melihat anaknya sendiri, terlebih dari wanita yang sangat dicintainya. Tentu siapa pun tidak mau jika harus menahan rindu pada anak yang selama ini sudah dimimpi-mimpikan.'Maafkan aku Mas ... bukan maksudku untuk melarangmu dekat dengan anak kita, hanya saja aku juga harus membuatmu menerima pernikahanmu yang sekarang,' batin Allura. Sebenarnya ia sendiri masih sakit hati ketika melihat Rayan begitu perhatian pada Safiya. Tapi ia benar-benar harus memendam perasaannya sendiri demi
Seperti biasa, pagi-pagi sekali Badai sudah bersiap untuk mengunjungi Allura. Ia tahu bahwa wanita itu sudah bangun sejak petang untuk sholat subuh. Badai berpikir kalau kehadirannya setidaknya tidak akan membuat Allura merasa kesepian. Badai juga berusaha untuk menjaga Allura selama 24 jam. Ia tidak ingin kalau Allura kenapa-kenapa dan ia tidak ada di sampingnya. Kali ini Badai menyempatkan diri untuk membeli mawar putih di toko bunga. Ia yakin kalau Allura akan menyukai bunga mawar itu. Dengan senyum lebar Badai memasuki ruangan Allura."Selamat pagi Mbak Allura,'' sapa Badai.''Pagi, Badai. Kamu selalu datang sepagi ini. Apa tidak mengganggu pekerjaanmu?'' tanya Allura penasaran. Sebenarnya ia cukup senang karena Badai bisa menjadi teman mengobrolnya dan tidak merasa bosan di kamar rumah sakit yang hanya bernuansa putih polos.''Tentu saja tidak. Lagi pula Mbak Allura tidak perlu memikirkan pekerjaan saya. Saya senang bisa menemani Mbak Allura s
"Tenangkan dirimu, Badai. Semua manusia pasti mempunyai tujuannya masing-masing. Jika kehendak Allura memang seperti itu, maka biarkanlah. Kamu hanya perlu mendukungnya dan membuatnya bahagia walau hanya sesaat. Perihal kematian itu adalah kehendak Sang Maha Kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berpasrah akan takdir dari--Nya,'' ujar Dokter Albert menasehati."Tapi tetap saja saya tidak kuasa jika harus melihat Mbak Allura menahan pedihnya sendiri. Saat saya berada di sampingnya dan melihat ia menangis, sungguh hati saya terasa sangat perih. Sangat ingin saya katakan untuk jangan pernah menangis seperti itu lagi. Tetapi saya hanya bisa diam dan berusaha menenangkannya saja.""Kamu sudah berusaha yang terbaik, Nak. Cukup lakukan saja yang menurutmu benar dan buat dia bahagia. Kamu harus menjadi kuat setiap saatnya. Karena menjadi kekuatan untuk wanita tegar seperti Allura pasti membutuhkan tekad yang kuat."Kini Badai hanya diam. Tidak bicar
"Maukah Mbak Allura menjadi pendamping hidupku untuk selamanya?'' tanya Badai dengan duduk berlutut di hadapan Allura. Di tangannya sudah terpampang jelas cincin berlian yang indah. Tatapan mata Badai seolah benar-benar mengharapkan kalimat persetujuan dari Allura.Allura sendiri sangat terkejut dengan lamaran yang Badai lakukan tiba-tiba itu. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Badai akan melamarnya seperti ini. Allura memang mengira kalau Badai memiliki perasaan terhadapnya, tetapi Allura tidak berpikir kalau Badai sampai ingin mempersuntingnya. Hidup bersamanya walaupun tidak sampai satu tahunbarangkali."Apa maksudmu Badai?'' tanya Allura tak mengerti.Tatapan Badai tidak teralihkan sedetik pun. Mata hitam legamnya terlihat nanar. Tersirat makna rasa cinta dan kasih sayang sekaligus kesedihan. Kini tangannya menggenggam tangan Allura yang ringkih. Mencoba menyalurkan perasaan akan kesungguhan kalimat yang sebentar lagi akan ia tuturkan.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya