Mendapati kepergian Rayan dengan amarah, Allura langsung masuk ke kamar. Dia kembali menangis sambil berbaring di ranjangnya. Ternyata menangis semalaman belum cukup baginya, baru saja menginjakkan kakinya di rumah dia harus kembali menangis. Bahkan sekarang tubuhnya terasa sangat lemah. Dia memutuskan untuk tidur, karena dia benar-benar tak memiliki tenaga lagi. Bahkan Allura tak ingat jika dia belum sempat untuk mengisi perutnya.
Karena tubuh yang begitu lemah, Allura butuh waktu untuk bangun dari tempat tidur, dia melihat ke arah jendela kamar, matahari sudah semakin meninggi. Perlahan namun pasti, dia membawa tubuhnya untuk ke kamar mandi sekadar mencuci muka.
Setelah itu, Allura jadi kebingungan sendiri saat keluar dari kamarnya. Dia merasa tak tahu harus melakukan apa.
Namun, suara dering ponselnya membuat Allura duduk di meja makan sambil mengangkat panggilan yang ternyata dari Badai.
"Halo?"
"Halo. Mbak, b
Suasana terasa sangat mencekam. Bagi Allura, Rayan terlihat seperti singa yang terluka, keganasan dan juga ketakutan, bahkan amarah dan kesedihan terlihat sangat jelas di matanya. "Kamu salah paham, Mas. Aku tidak melakukan apa pun yang kamu tuduhkan." Allura mencoba melepaskan diri, dia tak ingin apa yang akan Rayan lakukan membuatnya menyesal esok hari, namun, Allura tidak bisa. "Kamu bohong. Katakan padaku Allura, apa pria itu lebih gagah dariku? Apa dia sudah merasakan tubuhmu? Dan apa kau mendapatkan kepuasan darinya?" "Mas! Cukup! Tolong jangan tuduh aku!" Allura berusaha kembali membebaskan diri, dia mendorong dada Rayan sekuat tenaga agar menjauh. Namun, Rayan tetap teguh dengan posisi tubuhnya. Dia bahkan mengangkat kedua tangan Allura di atas kepala wanita itu hingga tubuhnya terkunci. Andai saat ini Allura tidak dalam posisi begini, dia akan melayangkan tamparan keras untuk menyadarkan suaminya itu. Allura sangat yakin
Semakin hari keadaan tidak menjadi lebih baik. Hubungan Rayan dan Allura benar-benar terasa dingin. Rayan terus mengabaikannya hingga berakhir selalu tidur di kamar tamu. Dan seperti hari-hari sebelumnya, Rayan tak bersedia memakai pakaian yang Allura siapkan, bahkan tak pernah sekalipun Rayan makan di rumah. Entah itu sarapan atau bahkan makan malam. Padahal Allura sudah menyiapkannya dengan setulus hati. Tentu saja Allura jadi semakin menderita. Dia tak mengira nasib pernikahannya akan jadi begini. Berusaha mencari cara, Allura ingin mengajak Rayan bicara. Dia benar-benar butuh berkomunikasi dengan suaminya itu agar masalah yang tengah mereka hadapi tidak semakin berlarut-larut. Baru saja Allura hendak menghubungi Rayan, dia mendapatkan panggilan lebih dulu, dan ternyata Safiya yang menghubunginya. "Assalamualaikum, Mbak," panggil Safiya di seberang sana. "Wa'alaikum salam, Safiya. Kenapa kau menghubungiku?" Allura bers
Perjalanan dari Jakarta ke Bandung lumayan lama, dan sepanjang jalan itu, Allura bercerita banyak hal tentang Rayan pada Safiya. Entah itu makanan favoritnya, kebiasaannya, keburukannya, hampir semua yang orang luar tak tahu. Allura melakukan itu tentu saja memiliki tujuan, agar saat Safiya bersama Rayan nanti, dia bisa mengambil hati Rayan. Namun, semakin membicarakan suaminya itu, Allura jadi semakin merindukannya. Andai dia bisa bicara sebentar dengan Rayan sebelum pergi tadi, tapi tentu saja hal itu tak mungkin. Suaminya masih marah padanya. Setelah menjelaskan pada Safiya jalan menuju rumah mertuanya, Allura tersenyum senang saat melihat pekarangan yang hijau penuh dengan bunga itu sudah terlihat. Safiya sampai terpukau melihat wajah Allura yang tadi mendung kini nampak bersinar. "Di sini ya, Mbak?" tanyanya sambil menginjak rem. Allura mengangguk dan segera melepas seatbelt. Dia keluar dan bergegas menuju ru
Sejak tadi Rayan bisa mendengar dengan jelas suara dari ponselnya yang ada di atas meja. Namun, nada itu hanya dia khususkan untuk satu orang, jadi meskipun dia tak melihatnya, Rayan tahu benar siapa yang sedang menghubunginya saat ini. Allura, istrinya. Rayan tahu, apa yang sudah dia lakukan beberapa waktu ini tidak bisa dibenarkan, mengabaikan Allura dengan sengaja, bahkan menganggapnya seakan tak ada. Tapi, egonya masih terluka, dia belum sembuh. Jika Allura tidak meminta maaf dan menjelaskan ke mana dia malam itu, maka Rayan tak akan pernah mau memperbaiki keadaan yang terlanjur dingin ini. Saat panggilan itu akhirnya berhenti, Rayan yang tengah berdiri di dekat dinding kaca segera berbalik dan berdecih. Dia tahu, Allura pasti sekarang sudah menyerah. Mengabaikan benda itu, Rayan segera menghampiri meja tamu yang berada di sebelah kanan ruangan, di atas meja itu sudah terhidang makan siang yang tadi ia minta OB untuk membawak
Safiya yang baru saja keluar dari toilet merasa bingung sekarang, apakah dia harus masuk ke ruangan Allura dan bertemu kembali dengan Rayan, atau justru pergi begitu saja. Namun, kebimbangan itu akhirnya terpecahkan setelah dia memutuskan melangkah ke arah ruangan Allura. Dia harus meyakinkan diri bahwa sekarang Allura baik-baik saja. Jika tidak, pikirannya akan terus teringat di saat melihat Allura pingsan tadi. Keadaan itu benar-benar membuatnya syok berat. Berhenti tepat di depan pintu berwarna putih, Safiya memegang kenop dan hendak mendorongnya, tapi suara tangisan di dalam sana membuatnya terpaku. Dari celah pintu dia bisa melihat betapa Rayan sangat mencintai istrinya. Laki-laki itu bahkan mengucapkan kalimat maaf berkali-kali meskipun Allura sendiri belum sadar karena pengaruh obat. 'Kenapa semua semakin terasa berat," batin Safiya hendak berbalik. Dia sebaiknya pergi karena masuk ke dalam hanya akan membuat hatinya bimbang.
Sudah tiga hari Allura dirawat di rumah sakit. Tiga hari pula dia berusaha terlihat baik-baik saja di depan Rayan. Dia tak mau kalau Rayan sampai curiga jika ada penyakit lain yang parah tengah dia derita. Karena itu, saat dokter sudah memastikan kandungannya baik-baik saja, Allura meminta Rayan untuk segera membawanya pulang. Sebagai suami yang baik, Rayan tak bisa menolak, dengan telaten dia membantu Allura bersiap untuk pulang bersamanya ke rumah mereka. Saat sampai di rumah, senyum Allura membuat Rayan memeluk tubuh istrinya itu. "Apa pun yang sudah aku lakukan kemarin padamu, tolong maafkan aku, Allura," bisik Rayan sambil mendekap hangat tubuh Allura. Mengangguk pasti, Allura pun berucap, "Semua sudah berlalu, Mas. Yang pasti jangan pernah abaikan aku lagi." Mendengar itu, Rayan langsung menarik mundur tubuhnya. Tanpa keraguan dia langsung setuju. "Tidak akan lagi. Berjauhan darimu terasa berat, Sayang," bisiknya sambil me
Safiya sudah memutuskan akan menenangkan diri dan tak terpengaruh dengan adanya Agus di kota yang sama dengannya. Namun, saat dia membuka status Rayan, hatinya terasa sesak melihat laki-laki itu membagikan kebahagiaannya dengan Allura di aplikasi chat itu. Merasa cemburu, Safiya jadi berpikir ulang. Dia memutuskan menghubungi Agus, dan menerima tawarannya di restoran tadi. Besok, dia akan jalan-jalan bersama pria itu. Bukankah Safiya berhak bahagia? Jika bukan dengan Rayan, dia harus mencari kebahagiaan sendiri dan membuka hati untuk pria lain. Maka saat pagi menjelang, Safiya dikejutkan dengan pesan Agus yang mengatakan jika laki-laki itu sudah berada di lobi hotelnya. Tanpa berlama-lama, Safiya yang baru selesai merapikan diri langsung turun untuk menemuinya. "Jadi, mau ke mana kita?" tanya Safiya saat berjalan meninggalkan hotel berdampingan dengan Agus. "Ke mana, ya? Pasar tradisional, bagaimana?" "Pasar?" Safiya bertanya saat kedua
Jika soal mencintai tanpa harus berbalas, maka wanita ahlinya. Bagaimana cinta dalam diam dan cinta di hati sungguh bukanlah hal yang sulit jika dibilang harus terus disembunyikan. Memang begitulah takdir wanita berpatokan patriarki, tak memperlihatkan segala perasaan yang tengah dialaminya. Allura terbangun dengan perasaan bercampur aduk. Bagaimana dirinya pun sudah mengecek kembali kalender digital yang ada di gawai miliknya. Terranda merah pada hari ini dengan keterangan, Hubby Birthday. Ya! Rayan akan berulang tahun! Buru-buru dirinya segera menyiapkan kebutuhan Rayan yang akan pergi bekerja pagi-pagi sekali. Sedangkan Rayan masih asyik terpejam, menikmati tidurnya. Rupanya pulang bekerja benar-benar waktu yang tepat bagi Rayan untuk beristirahat, memeluk erat istri yang dicintainya sepanjang waktu, bahkan tak luntur sedikit pun. Allura terus saja memotong-motong bahan makanan. Dia mulai memasaknya sampai aromanya tercium ol
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya