Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar.
“Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan.
“Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh.
“Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya.
“Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....”
Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tubuhnya di cermin. Ia mengelus perutnya dan membayangkan perut itu akan terus membesar seiring berjalannya waktu. Allura segera mandi dan menuju klinik. Ia memesan ojek online dari ponselnya. Lima menit kemudian, ojek online-nya sudah tiba. Rin langsung berangkat tanpa basa-basi.
“Bisa tunggu sebentar tidak Pak? Saya hanya akan membeli beberapa obat saja lalu pulang,” ujar Allura pada Pak Ridwan yang tak lain adalah driver ojek online yang mengantarnya.
“Bisa Neng,” jawab Pak Ridwan.
“Sebentar ya Pak.”
Allura pun masuk ke klinik. Ia membeli dua testpack untuk membuktikan hasil yang valid. Setelah membayarnya, Allura pun keluar.
“Sudah Pak,” ucap Allura.
“Eh, mangga Neng,” ucap Pak Ridwan mempersilahkan ia memberikan helm berwarna hijau untuk dipakai Allura lagi.
Beberapa menit kemudian, Allura sudah sampai di depan rumah.
“Tiga puluh dua ribu semuanya ya Pak?” tanya Allura sembari merogoh tasnya dan mengambil dompet.
“Iya Neng,” jawab Pak Ridwan.
“Nih, ya Pak. Kembaliannya ambil saja,” ucap Allura ramah. Ia menyodorkan selembar uang dua puluh ribu, sepuluh ribu, dan lima ribu kepada Pak Ridwan.
Allura berlari kecil menuju pintu rumahnya. Ia sangat tidak sabar rupanya. Jantungnya berdebar hebat memikirkan hasil testpack-nya nanti. Ia kembali mengunci pintu, lalu menuju kamarnya. Duduk di ranjang dengan memeluk tasnya sambil senyum-senyum girang. Jika ada orang yang melihatnya, pasti sudah disangka tidak waras. Senyum-senyum sendiri padahal tidak ada yang terjadi. Ia pun mengambil dua testpack yang sudah dibelinya tadi lalu masuk ke kamar mandi.
Beberapa menit sudah berlalu, tetapi Allura tak kunjung keluar dari kamar mandi. I terpaku melihat hasil testpack yang dipegangnya. Hanya satu garis merah. Allura tidak percaya dan mencobanya lagi pada testpack yang kedua.
Allura ambruk di kamar mandi dengan hati yang hancur. Hasilnya tetap negatif. Harapannya seakan hancur begitu saja. Perasaannya sedih tidak karuan. Bulir air mata mulai menetes dari ujung netranya. Ia melemparkan kedua testpack-nya sembarangan. Ia meremas rambutnya frustasi. Padahal harapannya tampak begitu nyata sesaat tadi. Tetapi takdir selalu punya caranya sendiri untuk menguji umat manusia. Perasaan seolah hanya permainan semata. Diterbangkan lalu dilepas hingga terjatuh sangat dalam.
Sudah lima belas menit lamanya Allura menangis. Ia tidak bisa memberi kejutan bahagia untuk suaminya. Harapannya hancur begitu saja. Kenapa takdir harus bermain-main dengan harapannya? Ia hanya meminta seorang anak untuk melengkapi kebahagiaan keluarganya. Namun, takdir masih berkata tidak untuk itu.
Allura mengusap air mata di pipi lalu mencuci wajahnya. Ia berniat pergi konsultasi ke dokter kandungan tanpa Rayan. Ia pikir ada masalah dengan dirinya. Ia juga masih berharap kalau hasil testpack itu salah. Ia pun membawa testpack yang dibuangnya tadi untuk dibawa ke dokter kandungan.Ia memesan ojek online lagi dan menuju rumah sakit.
Beberapa saat kemudian, Allura sudah sampai di rumah sakit dan langsung menuju antrian untuk mendapat nomor giliran. Tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kembali menyerang. Sangat sakit sampai Allura tak kuasa menahannya. Pandangannya sudah mulai kabur dan berputar-putar.
Bruk!
Allura terjatuh begitu saja. Beberapa orang memanggil bidan untuk membawanya untuk diperiksa. Allura pun dibawa ke ruang rawat gawat darurat. Ia hanya pingsan.
“Aww,” pekik Allura menyentuh keningnya yang terasa sakit.
“Mbak sudah sadar?” tanya seorang suster yang merawat Allura.
“Saya kenapa?”
“Mbak tadi pingsan saat mengantri,” jelas suster itu.
“Ah, terima kasih Sus, tapi saya harus konsultasi ke dokter kandungan,” ujar Allura.
“Baik, biar saya antar Mbak.” Suster itu pun mengantar Allura masuk ke ruang dokter kandungan. Kebetulan antrian sudah kosong saat itu.
“Ada yang bisa saya bantu Bu Allura?” tanya Dokter Stevan.
“Begini Dok, beberapa minggu yang lalu, Saya dan suami datang kemari untuk program kehamilan, dan Dokter bilang Saya sudah siap untuk hamil. Beberapa hari kemarin Saya merasa pusing dan mual, lalu mengidam. Saya pikir, Saya hamil ... Tapi setelah saya mengecek menggunakan testpack hasilnya negatif,” jelas Allura sembari menyodorkan hasil testpack-nya.
Dokter Stevan melihat testpack yang diberi Allura. “Bu Allura membawa hasil periksa minggu lalu saat ke mari?”
“Bawa Dok.” Allura mengeluarkan selembar kertas dari tasnya. “Ini.”
“Keadaan rahim Bu Allura bagus, Ibu dan suami juga sama-sama tidak mandul. Apa Bu Allura ingin Saya USG?” tanya Dokter Stevan.
“Boleh Dok,” jawab Allura. Ia hanya mempunyai setitik harapan bahwa hasil USG-nya menunjukkan hasil positif.
“Silahkan.” Dokter Stevan menyuruh Allura tiduran lalu mengoleskan sesuatu ke perut Allura.
Dokter Stevan mulai menggunakan alat USG ke perut Allura dan memeriksanya dari segala arah yang memungkinkan si jabang bayi terlihat. Nihil, Allura memang tidak hamil.
“Bu Allura memang negatif hamil,” kata Dokter Stevan setelah selesai pemeriksaan.
“Tapi bagaimana bisa Dok? Saya bahkan sudah ‘melakukannya’ dan memiliki tanda-tanda kehamilan.”
“Mungkin, Bu Allura sebaiknya memeriksakan secara keseluruhan kesehatanIbu,” saran Dokter Stevan.
“Tapi bukankah hasil kesehatan Saya kemarin baik-baik saja?”
“Memang benar Bu. Tapi itu hanya kesehatan organ-organ reproduksi saja. Kita tidak tahu jika ada penghambat dari faktor lain.”
“Saya tidak memiliki riwayat penyakit Dok.”
“Terkadang beberapa penyakit tidak berejalah pada orang tertentu Bu. Saya tetap menyarankan Bu Allura untuk memeriksakan kesehatan,” ucap Dokter Stevan mendesak Allura agar ia segera cek up.
“Baiklah, Saya akan memikirkan saran dari Dokter. Terima kasih Dok.” Allura pun keluar dan pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Allura membersihkan diri dan bersiap menyiapkan makan malam untuk Rayan. Selama itu ia selalu hati dan pikirannya selalu gelisah. Ia bingung apakah ia harus memberi tahu hasil testpack tadi dan saran dari Dokter Stevan atau tidak. Ia khawatir Rayan akan bersikap berlebihan jika mengetahuinya. Jadi, ia putuskan tidak memberi tahu apa pun pada Rayan dan bersikap biasa saja.
“Sini berikan jasnya Mas. Mas mandilah dulu, biar Adek siapkan makan malamnya,” ucap Allura pada Rayan yang baru saja sampai.
“Terima kasih Sayang.” Rayan pun membuka jas dan tasnya pada Allura dan bergegas mandi.
Setelah Rayan selesai mandi dan berpakaian. Allura mengajaknya untuk makan malam. Rasa lelah yang dipikulnya seakan hilang dalam sekejap karena kasih sayang istrinya. Allura memasak makanan kesukaannya dengan penuh kasih sayang. Soto ayam yang dimasaknya sangat lezat. Sampai-sampai Rayan menambah porsi untuk kedua kalinya. Allura pun senang melihat suaminya suka dengan masakannya. Seketika semua pikiran negatif hilang begitu saja. Ia kembali tersenyum dan berpikir positif saja. Semua rintangan akan mudah jika dijalani bersama, begitu pikirnya. Sudah sepantasnya ia membahagiakan suami yang sangat mencintainya.
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben
Setelah gagal di pertemuan pertamanya, Allura merasa sangat putus asa. Ia tidak tahu harus melanjutkan rencananya itu atau tidak. Kemungkinan besar wanita seperti Aisyah akan menolak kondisinya lagi. Ia pulang ke rumah dengan kondisi hati yang benar-benar hancur. Ia sangat ingin menangis. Tapi jika ia terus menangis matanya akan terlihat sembab, dan Rayan akan mengetahui kalau dirinya sedang bersedih. Sebentar lagi Rayan akan pulang dari kantor. Allura pun menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. “Sayang, Mas pulang.” Rayan tiba-tiba memeluk Allura dari belakang. Ia sengaja mengendap-endap masuk ke dapur untuk mengejutkan Allura. “Ih, Mas ngagetin Adek saja. Hampir saja Adek pukul pakai wajan penggorengan, hehe.” Allura terkekeh. “Wah jahat sekali istriku ini.” Rayan mencium pipi Allura gemas. “Ihh, sudah sana mandi dulu Mas. Bau tahu haha.” Allua mencoba menutup kesedihannya di depan Rayan. “Emm, ini bau. Sini kamu.” Rayan t
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya