Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya.
“Sayang,” panggil Rayan.
“Iya Mas.”
“Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja.
“Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis.
“Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi.
“Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
“Iya.” Rayan dan Allura berjalan beriringan ke dapur. “Mas antar seperti biasa ya,” ucap Rayan setelah duduk di kursi makan.
“Iya Mas. Tapi mungkin Adek akan pulang lebih awal.” Allura mengambil nasi untuk Rayan.
“Ya, itu bagus. Adek kan baru saja sembuh.”
“Bagaimana kita ke rumah Dimas dan Claire nanti malam Mas? Jadi, pulang kerja nanti Adek bisa mampir ke toko perlengkapan bayi untuk kado yang akan kita bawa.” Sebenarnya niat utama Allura bukanlah itu, tetapi ia ingin pergi untuk konsultasi ke dokter.
“Baiklah. Maaf Mas tidak bisa menemani Adek untuk membeli kadonya. Pekerjaan di kantor mulai menumpuk karena proyek baru yang Mas tangani,” jelas Rayan.
“Tidak apa-apa Mas, yang penting Mas jaga kesehatan ya.”
“Iya Sayang.”
“Ayo kita makan sekarang Mas,” suruh Allura. Rayan pun mengangguk dan mulai menyantap sarapan yang dibuat istrinya.
Setelah sarapan selesai, Rayan mengantar Allura ke tempat kerjanya. Sepanjang perjalanan Rayan terus membahas soal anak. Nama yang akan diberikan, sifatnya akan mirip dia atau Allura, sampai berapa jumlah anak yang ingin dimilikinya bersama Allura. Jika Rayan tahu tentang penyakit Allura, sudah dipastikan ia tidak akan mengizinkan Allura hamil. Jangankan rencana untuk memiliki anak, ia bahkan tidak akan berani membahas soal anak kepada Allura. Ia tahu pasti sangat menyakitkan jika tidak bisa menjadi seorang ibu.
“Jangan lupa makan siang ya Sayang. Hati-hati juga nanti saat membeli kado,” ucap Rayan pada Allura yang hendak masuk ke kantornya. Lalu mengecup kening istrinya lembut.
“Iya Mas. Mas juga hati-hati. Adek masuk dulu ya, dah ....” Allura melambaikan tangannya pada Rayan dan berjalan masuk.
Baru saja Allura melewati pintu masuk, ia sudah disambut beberapa karyawan. Mereka saling menyerbu pertanyaan apakah Allura baik-baik saja atau sebenarnya ia sedang hamil? Tapi Allura hanya menjawab mereka dengan senyuman. Bagaimana lagi? Jika dibilang Allura baik-baik saja itu bohong. Ia sedang mengidap penyakit ganas yang terus menggerogoti kepalanya. Sekaligus merenggut setengah harapannya untuk menjadi seorang ibu. Ia berusaha tegar dan menyembunyikan masalah ini dari semua orang, termasuk suaminya sendiri.
Allura duduk dibangkunya. Mencoba membuang semua rasa sakit yang terus menerpa hatinya dan berusaha fokus dengan pekerjaannya hari ini. Beruntung pekerjaannya hari ini tidak begitu banyak. Ia dapat mengerjakannya dengan cepat dan segera pergi ke rumah sakit. Ia harus bisa konsultasi ke dokter sekaligus membeli kado untuk Claire sepulang kerja nanti.
Untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya, Allura diam-diam membeli obat pereda nyeri secara ilegal. Ia tidak punya pilihan lain lagi. Jika ia membelinya di rumah sakit, ia harus terpaksa menjalani pengobatan dan ia tidak akan bisa hamil. Entah berapa lama pengobatan akan terjadi jika Allura ingin sembuh. Kalaupun sudah lama ia berobat, belum tentu juga ia sembuh dan bisa hamil. Ini adalah keputusan yang benar-benar berat untuknya.
Allura menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Ia izin untuk pulang lebih awal dengan alasan ia baru sembuh dan harus checkup ke dokter hari ini. Ya, itu memang benar. Tapi untuk memutuskan ia tidak ingin diobati dan memilih hamil. Allura pun bergegas ke rumah sakit.
“Bagaimana Bu Allura? Sudah memutuskan untuk berobat?” tanya Dokter.
“Saya sudah memutuskan Dok. Saya tidak ingin diobati, tapi Saya ingin hamil,” ujar Allura dengan yakin. Hatinya begitu teguh memutuskan hal itu.
“Itu adalah keputusan yang sangat besar Bu Allura. Tapi Saya salut Bu Allura bisa mengambil keputusan seberat ini. Apa suami Ibu tahu tentang penyakit Ibu ini?” tanya Dokter itu lagi.
“Tidak Dok. Saya tidak ingin dia tahu tentang penyakit Saya. Jika dia tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan saya hamil,” jelas Allura. “Jadi bagaimana Dok? Apa yang harus saya lakukan?
“Sebentar ya Bu, biar saya cek lagi.” Dokter memeriksa semua kemungkinan yang terjadi jika Allura hamil.
Allura hanya diam melihat Dokter yang tampak serius membaca berkas-berkasnya.
“Bu Allura punya waktu satu bulan untuk bisa hamil,” ucap Dokter setelah beberapa saat.
“Satu bulan Dok?” tanya Allura tak percaya.
“Iya, satu bulan. Setelah itu Saya tidak bisa menjamin Bu Allura bisa hamil atau tidak. Karena penyakit Ibu sudah memasuki fase terakhirnya, dan Bu Allura tidak ingin menjalani pengobatan. Jadi, waktunya hanya satu bulan. Setelahnya, Bu Allura bisa melahirkan anak itu. Tapi, masa untuk Bu Allura bertahan hidup semakin sedikit karena terpotong oleh masa kehamilan Bu Allura nanti,” jelas Dokter panjang lebar.
“Keputusan Saya sudah bulat Dok. Saya akan tetap ingin hamil. Saya akan berusaha selama satu bulan ini.”
“Kalau begitu kurangilah melakukan kegiatan yang berat dan membuat Bu Allura lelah. Saya akan memberi resep beberapa vitamin untuk Bu Allura konsumsi.” Dokter pun menulis beberapa nama obat di kertas dan memberikannya kepada Allura.
Sepulangnya dari rumah sakit, Allura langsung menuju toko perlengkapan bayi. Ia bingung harus membeli apa untuk sahabatnya Claire. Ia berkeliling di bagian baju-baju bayi. Matanya terfokus pada baju bayi berwarna merah jambu yang sangat manis. Sangat imut, pikirnya. Ia ingin membeli baju itu untuk anaknya sendiri, tapi ia sadar kalau ia belum tentu bisa hamil. Akhirnya ia putuskan tetap membeli baju itu, tapi untuk anak Dimas dan Claire. Ja juga membeli beberapa mainan dan perlengkapan bayi lainnya. Lalu menyuruh karyawan toko untuk membungkusnya menjadi satu dalam kertas kado yang cantik.
Kado Allura sudah siap. Satu kotak berukuran sedang dengan pita besar di atasnya. Lalu ada kartu ucapan yang akan ia tulis bersama Rayan nanti. Setelah membayarnya, Allura pun pulang. Sesampainya di rumah, ia kembali menjadi seorang istri yang rajin mengerjakan tugas-tugasnya. Namun, ia juga ingat dengan target satu bulannya. Ia harus lebih sering mengistirahatkan dirinya dan rajin meminum vitamin yang diberi Dokter.
Rayan dan Allura sudah siap untuk berangkat ke rumah sahabatnya. Tak lupa mereka juga membawa hadiah yang sudah dibeli Allura tadi. Rumah Dimas cukup jauh, sebab itu mereka sampai setelah tiga puluh menit lebih di perjalanan.
“Wah, Rayan ... Allura ... Apa kabar?” Claire menyambut Rayan dan Allura yang baru saja datang. Ia tampak sangat senang kedatangan dua tamu itu.
“Kami baik kok,” kata Rayan. “Bagaimana denganmu dan calon anak?” tanyanya.
“Sangat baik. Mari duduk, biar aku panggilkan Dimas dulu.” Claire pun pergi ke kamarnya. Rayan dan Allura duduk di ruang tamu.
“Hai, Pak Rayan,” sapa Dimas.
“Jangan memanggilku seperti itu, di sini aku adalah sahabatmu dan Claire,” ujar Rayan.
“Oh, iya. Ini untuk kalian.” Allura menyodorkan sebuah kotak kepada Dimas.
“Astaga, sampai repot-repot membeli hadiah,” kata Dimas.
“Sudah, terima saja. Ini untuk calon keponakan kita nanti,” sahut Rayan. Dimas pun menerimanya.
“Hey, lihat! Tampaknya anakku sangat senang kedatangan Paman dan Bibinya. Dia menendang perutku tadi,” ucap Claire terkejut saat bayi dalam perutnya itu menendang-nendang.
“Wah-wah. Boleh Bibi pegang?” tanya Allura.
“Tentu saja Bibi.”
Allura pun mengelus perut buncit Claire. Ia terkejut saat bayi di dalam sana menendang.
Kedua pasangan itu terus mengobrol ria. Saling bercerita kisah pertemanannya semenjak di bangku perkuliahan dulu. Allura seakan melupakan semua kesedihannya. Ia begitu bahagia melihat Claire yang sedang hamil. Bagaimana bahagianya jika ia sendiri yang merasakan itu? Tidak terbayang betapa bersyukurnya ia jika bisa merasakan itu semua.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben
Setelah gagal di pertemuan pertamanya, Allura merasa sangat putus asa. Ia tidak tahu harus melanjutkan rencananya itu atau tidak. Kemungkinan besar wanita seperti Aisyah akan menolak kondisinya lagi. Ia pulang ke rumah dengan kondisi hati yang benar-benar hancur. Ia sangat ingin menangis. Tapi jika ia terus menangis matanya akan terlihat sembab, dan Rayan akan mengetahui kalau dirinya sedang bersedih. Sebentar lagi Rayan akan pulang dari kantor. Allura pun menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. “Sayang, Mas pulang.” Rayan tiba-tiba memeluk Allura dari belakang. Ia sengaja mengendap-endap masuk ke dapur untuk mengejutkan Allura. “Ih, Mas ngagetin Adek saja. Hampir saja Adek pukul pakai wajan penggorengan, hehe.” Allura terkekeh. “Wah jahat sekali istriku ini.” Rayan mencium pipi Allura gemas. “Ihh, sudah sana mandi dulu Mas. Bau tahu haha.” Allua mencoba menutup kesedihannya di depan Rayan. “Emm, ini bau. Sini kamu.” Rayan t
Allura menjalani aktivitas paginya seperti biasa. Bedanya, hari ini ia tidak perlu bersiap untuk berangkat ke kantor lagi. Ia sudah resmi berhenti bekerja. Sekarang waktunya sepenuhnya hanya untuk mengurus rumah tangganya. Menjadi ibu rumah tangga ternyata jauh lebih melelahkan daripada hanya menjadi wanita karier. Harus belanja keperluan rumah, memasak, bersih-bersih. Lalu jika semua itu sudah selesai, ia harus apa? Allura hanya mengobrol dengan bayi di kandungannya dan membuka akun dating. “Siang nanti Mas antar belanja ya?” tanya Rayan sebelum berangkat ke kantornya. “Memangnya Mas tidak sibuk?” “Tidak. Mas hanya perlu memeriksa beberapa dokumen saja di kantor hari ini.” “Baiklah. Kebetulan banyak barang yang akan Adek beli.” “Siap Sayang. Dah, Mas berangkat kerja dulu ya.” “Iya Mas, hati-hati.” Rayan mencium kening Allura seperti biasa lalu berangkat ke kantornya. Allura membuat beberapa daftar
Pagi yang cerah berjalan seperti biasanya. Allura mempersiapkan segala sesuatu sebelum Rayan akan pergi bekerja. Ia memasak sarapan dengan menu sederhana. Seperti omelette, sambal terasi, dan sayur bayam. Ia juga mulai membawakan bekal untuk Rayan. Lebih baik makan masakan rumahan bukan? Apalagi masakan istri memang yang terbaik. Ketimbang harus membeli masakan orang lain dan mengeluarkan uang. Rayan sangat senang sekarang Allura lebih santai mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Biasanya ‘kan ia harus terburu-buru karena waktunya sangat sedikit terpotong oleh pekerjaan kantornya. Setidaknya sekarang ia bisa mempunyai banyak waktu untuk istirahat dan bersikap tenang. “Mas, Adek sudah lama tidak berziarah ke makam Ibu,” ujar Allura setelah membereskan sarapan. “Ya? Kapan Adek ingin ke sana?” tanya Rayan yang langsung mengerti maksud sang istri. “Hari ini, bolehkah?” “Sendirian? Adek tahu ‘kan kalau hari ini Mas lembur?”
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya