Salsa sendiri terdiam menyaksikan itu semua.Ia terlalu syok dengan semua ini.Ia tak menyangka bahwa Intan adalah adik kandung Raka.Rasanya, ini semua salah Salsa yang bercerita tentang rahasianya pada Intan. Andai saja dirinya tidak menceritakan semuanya ini pasti tidak akan terjadi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Ini benar-benar sesuatu yang tak pernah ia duga. "Intan, aku bisa jelaskan," ucap Indri berharap agar Intan mau mendengarkan penjelasan. "Aku sudah mendengar semuanya dari dia!" Intan pun menunjuk Salsa yang tengah berbaring di atas ranjang. Tentu saja Intan murka sebab merasa keluarganya telah ditipu habis-habisan oleh Indri. "Kurang apa keluargaku pada mu? Mereka sangat menyayangimu, terutama Mama!" kesal Intan.Sementara itu, Indri pun menatap wajah Salsa. Ia masih tak menyangka semua ini akan terjadi, apalagi ternyata Salsa sendiri yang telah bercerita pada Intan. Sedangkan sebelumnya sudah dikatakan bahwa ini adalah rahasia mereka! Apakah maksud
"Ampun, Ma!" Indri sontak memeluk kaki Sinta.Ia tak mau jika dirinya terlempar dari keluarga Januartha. Apapun yang terjadi, posisinya harus tetap istri Raka.Susah payah ia mendapatkan ini semua.Tak mungkin ia lepaskan begitu saja.Dan cara pertama yang ia tahu adalah mendapatkan kembali kepercayaan yang telah diberikan oleh Sinta terhadap dirinya selama ini. "Lepas!" Sinta pun bergerak agar Indri melepaskan kakinya. Apa yang telah dilakukan oleh Indri sungguh sangat keterlaluan, bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya selama ini Indri berani menipu keluarga Januartha. Saat itu, bertepatan dengan datangnya Miska dan menyaksikan sendiri apa yang terjadi pada anaknya. "Indri?" panggil Miska seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Semua mata pun kini tertuju pada Miska, mereka tidak menduga bahwa Miska akan datang ke sana. Saat dalam perjalanan menuju rumah, tepatnya saat mengemudi, Indri memang menyempatkan diri untuk menghubungi Miska.Meskipun belum menceritakan s
"Tapi, Ma---""Indri!"Istri pertama Raka itu tampak terdiam. Namun tak sengaja, bersitatap dengan Intan. "Intan, sekarang coba kamu posisikan diri di aku. Kita sesama wanita dan sedang berjuang demi garis dua, tiba-tiba saja muncul wanita lain, kemudian meminta pertanggung jawaban dari suamimu." "Apa yang kamu rasakan? Hancur, kan? Itu juga yang aku rasakan! Kami tinggal satu atap, tapi aku harus menutup rapat rasa sakitku! Aku terluka, tapi tidak ada yang tahu," tutur Indri lagi. Air mata berlinang di pipinya saat mengutarakan "perasaannya" itu.Namun, ia tahu satu hal.Bom yang ia lepaskan berhasil sebab Intan mendadak tertegun mendengar ucapannya. Rumah tangga Intan juga sedang kacau karena belum mendapatkan anak.Bagaimana bisa seorang istri meminta suaminya menikah lagi demi pertanggungjawaban? Intan tampak berpikir keras. Apakah mungkin itu yang juga terjadi pada rumah tangga Kakaknya?Semuanya mendadak membingungkan, tetapi Intan tak tahu apa yang harus dia lakukan. Apak
Wajah Raka tampak mengeras.Jelas sekali, dia ingin membantah. Hanya saja, Oma Mala ternyata mendekati cucunya itu dan menariknya keluar dari sana. Indri dan yang lainnya menyaksikannya, akan tetapi tidak ada yang bersuara. "Untuk sementara ini kamu sabar, biarkan Mamamu pulih dulu. Kita semua tahu betapa dia sangat berutang budi pada Indri," ucap wanita tua itu, "apapun yang kamu katakan, dia tidak akan mendengar karena baginya Indri adalah manusia paling baik, sekaligus malaikat yang berwujud manusia." Raka menghela napas, tapi ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Omanya. Sinta menganggap bahwa Indri adalah seorang yang baik, yang telah memberikannya kehidupan kedua setelah hampir meregang nyawa.Ibunya itu akan merasa bersalah jika menyakiti Indri. "BMW, kamu jago juga menutupi semuanya dari Oma, ya," celetuk Oma tiba-tiba. "BMW?" Raka pun tersenyum miring mendengar sang Oma yang berbicara dengan gaya anak muda. "Kenapa?" tanya Oma Mala seakan bingung melihat ekspr
"Sudahlah, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang belum terjadi," ucap Oma Mala yang tak ingin merusak suasana hatinya yang sedang berbahagia. Saat yang lainnya tengah diselimuti rasa syok, justru Oma Mala berbeda.Dia memang sangat menginginkan Salsa menjadi cucu menantunya. Siapa sangka, harapannya sudah terkabul! "Katanya waktu itu kamu hamil di luar nikah, sering gonta-ganti pacar. Oma kesal karena sudah berharap kamu bisa menjadi istri Gio," ucapnya Oma Mala lagi, "Waktu itu Oma sangat kecewa. Kamu sangat rugi besar karena hanya menjadi budak nafsu pelampiasan lelaki hidung belang. Dan, siapa sangka ternyata dia pria hidung belang yang hamilin kamu!"Oma Mala menitip sinis Raka yang kesal dengan ucapan tersebut. "Hidung belang?" ulang pria itu tak terima. "Hahahahhaha...." Suara tawa Oma Mala pun terdengar semakin menggelegar. Hal ini membuat Salsa semakin merasa bingung dengan sikap Oma Mala. Bukankah Oma seharusnya marah? "Baiklah, Oma pamit dulu. Raka, jaga baik-ba
Tak terasa, beberapa hari telah berlalu.Salsa yang ada di rumah sakit, kini sudah diperbolehkan pulang. Dengan setia, Mayang pun segera menjemputnya sesuai dengan perintah Raka. Sebab, Raka ada pekerjaan di luar kota yang tak bisa untuk diwakilkan oleh asistennya. Tak ada lagi yang harus ditutupi, semua anggota keluarga telah mengetahui bahwa Salsa adalah istrinya.Meskipun Sinta belum bisa menerima kenyataan ini. Paling tidak kini dirinya merasa lebih tenang, tidak perlu lagi terjebak dalam kebohongan yang dimulai oleh istri pertanyaannya, Indri. "May, kita pulang ke rumah aku aja ya," pinta Salsa. "Iya. Tuan Raka kasih perintah begitu," jawab Mayang. Raka tak ingin Salsa kembali ke rumahnya, sebab sudah pasti akan menjadi sasaran empuk Indri. Belum lagi, kini ada Sinta yang berpihak pada Indri, tentunya akan membuat Salsa semakin tersudutkan.Mereka pun pergi.Hanya saja, saat di perjalanan pulang, ban mobil yang mereka tumpangi medadak pecah! Mobil pun harus ber
"Mana uangnya?!" kata Pak Agus yang kembali menemui Indri.Bukannya takut, wanita itu tersenyum--merasa pekerjaan orang suruhannya telah selesai dengan baik, sehingga kembali padanya untuk meminta sisa pembayaran yang telah dia janjikan. Dengan cepat, Indri pun segera memberikannya. Hanya saja, ia tak menyangka, Pak Agus menatapnya tajam. "Kurang!"Ia meminta lebih dari apa yang sudah diberikan oleh Indri! "Kamu mau memeras saya?!" pekik Indri tak terima. "Kamu mau rahasiamu bocor!" ancam Pak Agus, balik. "Berani kamu mengancam saya!" geram Indri.Namun, Pak Agus tersenyum miring melihat wajah sinis Indri, seakan tak terpengaruh oleh ucapan orang yang telah membayarnya untuk pekerjaan tersebut. "Kamu berani sama saya? Saya bukan sembarangan, ya!" ucap Indri semakin geram. "Lalu, kenapa?" Pak Agus pun memegang kerah kemeja Indri seolah bersiap untuk menghabisi Indri. "Lepas!" seru wanita itu panik.Tapi, Pak Agus tak melepaskannya, sampai Indri memberikan lagi uangnya!
Setelah Indri pergi, Salsa pun menyusul Dara masuk.Namun, Dara langsung menyambutnya dengan pertanyaan yang sulit ia jawab. "Benar, Kakak merebut suami orang?" Deg! Sekujur tubuh Salsa terasa dingin kala mendengar pertanyaan sang Adik. Ini pertanyaan yang terasa begitu menyakitkan hatinya. "Kakak, hamil dengan suami orang?" tanya Dara lagi sambil menatap perut buncit Salsa. Rasanya sangat kecewa jika memang benar semua yang dikatakan oleh Indri benar. "Jawab dong, Kak," desak Dara. "Semuanya nggak seperti yang dikatakan oleh Nyonya Indri," jawab Salsa. "Semuanya? Berarti sebagian benar?" tanya Dara lagi yang mulai menampakkan ekspresi wajah kecewanya terhadap sang Kakak. "Kakak bukan merebut Tuan Raka, Dara. Semuanya adalah keinginan Nyonya Indri sendiri!" terang Salsa. "Jadi benar, Kakak hamil dengan suami orang?" tanya Dara yang benar-benar menunggu penjelasan Salsa."Tapi--" "Iya atau enggak, Kak?!" sela Dara, tak mau mendengar.Salsa pun terdiam sejenak unt
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa