Tak terasa, beberapa hari telah berlalu.Salsa yang ada di rumah sakit, kini sudah diperbolehkan pulang. Dengan setia, Mayang pun segera menjemputnya sesuai dengan perintah Raka. Sebab, Raka ada pekerjaan di luar kota yang tak bisa untuk diwakilkan oleh asistennya. Tak ada lagi yang harus ditutupi, semua anggota keluarga telah mengetahui bahwa Salsa adalah istrinya.Meskipun Sinta belum bisa menerima kenyataan ini. Paling tidak kini dirinya merasa lebih tenang, tidak perlu lagi terjebak dalam kebohongan yang dimulai oleh istri pertanyaannya, Indri. "May, kita pulang ke rumah aku aja ya," pinta Salsa. "Iya. Tuan Raka kasih perintah begitu," jawab Mayang. Raka tak ingin Salsa kembali ke rumahnya, sebab sudah pasti akan menjadi sasaran empuk Indri. Belum lagi, kini ada Sinta yang berpihak pada Indri, tentunya akan membuat Salsa semakin tersudutkan.Mereka pun pergi.Hanya saja, saat di perjalanan pulang, ban mobil yang mereka tumpangi medadak pecah! Mobil pun harus ber
"Mana uangnya?!" kata Pak Agus yang kembali menemui Indri.Bukannya takut, wanita itu tersenyum--merasa pekerjaan orang suruhannya telah selesai dengan baik, sehingga kembali padanya untuk meminta sisa pembayaran yang telah dia janjikan. Dengan cepat, Indri pun segera memberikannya. Hanya saja, ia tak menyangka, Pak Agus menatapnya tajam. "Kurang!"Ia meminta lebih dari apa yang sudah diberikan oleh Indri! "Kamu mau memeras saya?!" pekik Indri tak terima. "Kamu mau rahasiamu bocor!" ancam Pak Agus, balik. "Berani kamu mengancam saya!" geram Indri.Namun, Pak Agus tersenyum miring melihat wajah sinis Indri, seakan tak terpengaruh oleh ucapan orang yang telah membayarnya untuk pekerjaan tersebut. "Kamu berani sama saya? Saya bukan sembarangan, ya!" ucap Indri semakin geram. "Lalu, kenapa?" Pak Agus pun memegang kerah kemeja Indri seolah bersiap untuk menghabisi Indri. "Lepas!" seru wanita itu panik.Tapi, Pak Agus tak melepaskannya, sampai Indri memberikan lagi uangnya!
Setelah Indri pergi, Salsa pun menyusul Dara masuk.Namun, Dara langsung menyambutnya dengan pertanyaan yang sulit ia jawab. "Benar, Kakak merebut suami orang?" Deg! Sekujur tubuh Salsa terasa dingin kala mendengar pertanyaan sang Adik. Ini pertanyaan yang terasa begitu menyakitkan hatinya. "Kakak, hamil dengan suami orang?" tanya Dara lagi sambil menatap perut buncit Salsa. Rasanya sangat kecewa jika memang benar semua yang dikatakan oleh Indri benar. "Jawab dong, Kak," desak Dara. "Semuanya nggak seperti yang dikatakan oleh Nyonya Indri," jawab Salsa. "Semuanya? Berarti sebagian benar?" tanya Dara lagi yang mulai menampakkan ekspresi wajah kecewanya terhadap sang Kakak. "Kakak bukan merebut Tuan Raka, Dara. Semuanya adalah keinginan Nyonya Indri sendiri!" terang Salsa. "Jadi benar, Kakak hamil dengan suami orang?" tanya Dara yang benar-benar menunggu penjelasan Salsa."Tapi--" "Iya atau enggak, Kak?!" sela Dara, tak mau mendengar.Salsa pun terdiam sejenak unt
"Kakak!" panggil Dara. Salsa yang masih duduk di sisi ranjang menatap wajah sang adik dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. "Kak, Dara minta maaf," ucap Dara sambil berhambur memeluk sang Kakak. Akhirnya keduanya pun menangis sambil saling memeluk dengan begitu erat. Dara terharu dengan pengorbanan sang Kakak yang begitu besar, sedangkan Salsa yang malu dengan apa yang dia lakukan untuk bisa bertahan hidup demi sang adik. Hanya ini yang dapat dilakukan oleh Salsa demi bisa menghidupi sang adik. Seandainya dia bisa memilih cara lain.... "Maaf ya, Dek. Kakak nggak berguna untuk kamu, Kakak cuman bisa melakukan ini untuk bisa membuat kamu hidup lebih layak," ucap Salsa penuh penyesalan. "Kakak, nggak perlu minta maaf. Justru Dara yang harus minta maaf karena udah nyusahin Kakak," ucap Dara. "Kakak sayang sama kamu." "Dara juga," balas Dara. Kemudian keduanya pun kembali berpelukan erat dengan begitu saling menyayangi, menyesali dengan semua yang telah terjadi. Teruta
Hari ini, Salsa pergi ke kampus meskipun sebenarnya dia ingin sekali berada di rumah saja.Selain ada kelas, Salsa juga butuh suasana yang bisa membuatnya lebih nyaman.Sejak kejadian kemarin, para tetangga mulai membicarakan dirinya yang adalah seorang wanita perebut suami orang. Entah karena faktor kehamilannya atau dirinya terlalu stres, yang jelas rasanya kepala Salsa ingin pecah memikirkan itu semua. "Hai, Sa!" Evan yang baru saja tiba di kelas langsung menghampiri Salsa. Gadis itu pun tersenyum membalas sapaan akrab sahabatnya Evan. Sesaat kemudian, keduanya pun duduk saling bersebelahan. "Apa kabar?" tanya Salsa berbasa-basi. Untuk kali ini, ia ingin menepikan beban pikirannya. "Baik," jawab Evan. Kemudian, mata pria itu tak sengaja tertuju pada perut buncit Salsa. Hanya saja belum sempat mengatakan apa yang dipikirkan, seorang perempuan muncul di kelas: Karin.Dia adalah seorang mahasiswa di kampus yang sama dengan Evan dan Salsa dan juga salah satu tetangga di
"Aku mencintai kamu apa adanya," kata Evan lagi. "Kenapa di sini?" tanya Raka tiba-tiba.Deg!Salsa pun terkejut melihat kehadiran Raka. Sejak kapan? Sedangkan Raka menatapnya tajam penuh intimidasi.Pria itu memang sengaja menuju kampus Salsa, sebab ponselnya Salsa tak dapat dihubungi.Dia tak bisa jauh dari istri keduanya tersebut. Namun, Raka malah menemukan Salsa tengah bersama seorang laki-laki lain? "Pulang!" Raka pun segera memegang tangan Salsa. Bermaksud untuk membawanya pergi, akan tetapi Evan pun dengan cepat menghempaskan tangan Salsa. Hingga pegangan Raka pada tangan Salsa pun terlepas. Tentu saja Raka sangat kesal dengan apa yang dilakukan oleh Evan. "Beraninya kau?!" Raka pun mengepalkan tangannya melihat apa yang dilakukan oleh Evan.Bahkan, kini Evan malah menarik Salsa untuk lebih dekat dengannya.Salsa pun melepas tangannya dengan cepat, dirinya juga tidak mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa maksud Evan melakukan semua itu? "Jangan menyen
"Ikut!" Setelah puas memukul Evan, Raka pun menarik Salsa untuk ikut dengan dirinya. Pria itu mengemudikan mobil dengan sangat ugal-ugalan di jalan. Sedangkan Salsa hanya diam saja karena dia juga pusing dengan keadaan yang semakin rumit ini. Jika saja bisa dipercepat melahirkan dia akan segera melahirkan agar segera pergi dari kehidupan Raka. Ia sudah muak dan rasanya hampir gila.Sebentar Raka membaik, tetapi kesalahpahaman terus mendera.Mungkin, ini karena mereka bukanlah jodoh? Dalam waktu singkat, keduanya pun sampai di rumah. Salsa masih saja memilih diam dalam kepasrahan.Namun, ada mobil yang juga terparkir di sana terlebih dahulu. Oma Mala mendatangi rumah Salsa! Wanita tua itu juga melihat Raka menarik Salsa dengan kasar turun dari mobil. "Raka, pelan-pelan dong. Kalau Salsa kenapa-kenapa gimana?" tanya Oma Mala dengan kesal.Raka terkseiap, tapi dengan cepat mengendalikan emosi.Ketiganya pun kini berada di ruang tamu.Namun, keheningan membuat emosi Rak
Hanya saja, Raka tak berdiam diri.Dia langsung menemui Evan yang kini dirawat di rumah sakit karenanya. Dengan kondisi lemahnya, Evan pun mengatakan semuanya. Salsa benar. Evan hanya ingin menjadi pelindung untuknya.Pemuda itu bahkan meminta maaf setelah membuat salah paham terjadi di antara Salsa dan Raka. Evan benar-benar tidak tahu jika Raka adalah suami Salsa, serta tak pernah melakukan hal gila hingga akhirnya Salsa hamil anaknya.Buru-buru, Raka pun pergi menuju rumah mewah sang Oma setelah mengetahui semuanya.Sayangnya, saat baru menginjakkan kaki di depan pintu rumah, Raka telah dicegah oleh seorang satpam. "Mohon maaf Tuan Muda, Nyonya Oma tidak mengizinkan Anda masuk ke rumah ini."Tentunya membuat langkah kaki Raka harus terhenti di sana dengan terpaksa. Hanya saja, tak mudah untuk bisa mencegah seorang Raka. Ditatapnya sang satpam dengan tajam, hingga membuatnya ketakutan. "Tu-tuan, saya hanya menjalankan perintah," kata Satpam itu lagi yang juga berusaha men
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa