Mendapatkan kabar jika Prayoga dirawat di Rumah Sakit, Arsinta bergegas untuk menemui anaknya. Dia sangat kaget ketika mendengar kabar ini. Tidak tahu apa yang terjadi hingga Prayoga dirawat seperti ini.Tadinya dia dan sang suami akan pergi ke kediaman Farraz, tapi ia urungkan, karena kondisi putranya jauh lebih penting.Sesampainya di ruangan rawat Prayoga, Arsinta membekap mulut, tidak percaya melihat kondisi Prayoga yang terbaring lemah di atas brankar. Padahal tadi baik-baik saja sebelum berangkat."Yoga, apa yang terjadi denganmu?" tanya Arsinta, menatap sendu ke arah wajah Prayoga yang babak belur."Diam Bu, jangan banyak bertanya. Mulutku terasa perih jika digerakkan!" umpat Prayoga."Kau bertengkar lagi? Dengan siapa?" Arsinta mencekal tangan Prayoga yang tak henti-hentinya mengaduh kesakitan.Untung saja dia sudah ditangani oleh Dokter, luka di wajahnya masih terasa perih meski sudah diolesi alkohol."Kita harus memberikan pelajaran pada si Farraz, Bu! Dia sudah membuatku se
Prayoga memajukan langkahnya, melayangkan tatapan murka pada seorang pria muda yang terbangun. Pria muda itu kaget, dengan kehadiran Presdir di kantornya. Radit buru-buru memunguti bajunya yang berserakan di lantai.Tidak bisa Prayoga sangka, jika Ibunya telah berselingkuh dengan sekretaris adik tirinya, apalagi bernotabene sebagai orang kepercayaan Farraz.Radit memakai asal bajunya. Pergerakannya tak luput dari Prayoga yang mengawasinya."Yoga, sebaiknya kita pergi dari sini! Kau hanya salah paham saja," ujar Arsinta. Menahan tubuh anaknya agar tidak menghajar Radit.Wajah sangar Paryoga saat marah, membuat kedua insan yang berhubungan terlarang itu pucat pasi karena sudah dipergoki.Prayoga menepis tangan Arsinta. "Kau sudah bersuami dan suamimu kaya, Bu. Bisa-bisanya Ibu selingkuh dengan bawahan seperti dia!" maki Prayoga kepada Ibunya Arsinta.Tidak tahu, bagaimana mulanya hubungan keduanya terjalin. Prayoga tidak menyangka jika sang Ibu selingkuh dan menjalin hubungan, terlarang
Karena anak dan menantunya tidak kunjung turun ke bawah, Tuan Aryan memilih untuk menyusul mereka saja. Tuan Aryan sangat penasaran, tidak sabar ingin segera bertemu dengan menantunya itu.Dari dulu, Tuan Aryan memang menyukai Shanaya dan menginginkan gadis itu untuk menjadi pendamping hidup putranya. Awalnya tidak mungkin, tetapi sekarang, impiannya sudah terwujud meski harus mengikat keduanya di dalam pernikahan paksa.Tuan Aryan berjengkit kaget, ketika melihat anak dan menantunya sedang duduk di lantai. Karena khawatir dengan apa yang terjadi, Tuan Aryan bergegas untuk menghampiri."Apa yang terjadi?" tanya Tuan Aryan.Farraz dan Shanaya menengadahkan kepala, menatap ke sumber suara."Dia terpeleset, karena tidak memperhatikan jalan," balas Farraz yang masih fokus mengurut kaki istrinya.Shanaya mencengkram lengan kokoh suaminya, kaki dam bokongnya kaki dengan kejadian tadi."Bukan kau yang mendorongnya 'kan, Farraz?" tuduh Tuan Aryan. Dia merasa sedikit takut, jika Farraz melakuka
"Kau merasa senang dengan pembahasan anak tadi? Wajahmu tampak ceria jika kuperhatikan."Baru saja memasuki kamar, Farraz menutup pintunya dan berkata demikian. Apa maksud pertanyaan suaminya ini? Jelas-jelas saat perbincangan tadi, Farraz malah menyodorkan hal itu kepadanya.Shanaya hanya membalas sekenanya, karena dia juga bingung harus menjawab apa. Sebagai wanita yang sudah menikah dan menjadi seorang istri, tentu saja Shanaya memimpikan hal itu, impian semua wanita di luar sana mempunyai anak yang lahir di dalam rahimnya, hal ini Shanaya juga menginginkannya.Hanya saja, Farraz tidak suka dengan pembahasan tadi. Shanaya tahu itu. Suaminya ini berusaha untuk mengakhiri perbincangan dengan dalih akan beristirahat.Shanaya berbalik, berhadapan dengan suaminya. "Bukannya Mas Farraz yang menodongkan pembahasan itu kepadaku? Karena aku hanya menyampaikan apa yang aku rasakan. Tidak salah bukan jika aku merasa senang? Sebagai wanita yang sudah menikah, aku juga menginginkan anak.""Aku
Akibat terdorong dan terjatuh di atas serpihan kaca, Farraz meringis ketika lengan kokonya tertancap serpihan kaca tersebut, menyebabkan lengannya sakit dan mengeluarkan darah segar.Shanaya berjongkok, dia menarik suaminya agar berpindah tempat. Shanaya jadi gemetar, tidak sengaja mendorong tubuh suaminya, beginilah akibatnya."Mas Farraz ... aku minta maaf, aku tidak sengaja mendorongmu," uja Shanaya. Bibirnya bergetar, lantaran shock dengan kejadian barusan.Farraz menepis kasar air mata Shanaya yang menggenang. "Tidak usah menangis, aku sangat muak melihatnya. Ini akibatnya, kau tidak mau mendengarkan perkataan suamimu. Dasar bodoh dan bebal!"Shanaya menggigit bibir bawahnya, menahan untuk tidak menangis. Mau bagaimana pun, Shanaya merasa bersalah atas perbuatannya. Karena didorong olehnya, tangan sang suami terluka."A-aku obati Mas, lenganmu berdarah, ayo," Farraz hanya pasrah saja ketika Shanaya membawanya ke ruang tamu, gadis itu mencari kotak p3k.Keduanya duduk bersebelahan
Kedua insan beda jenis itu sedang bergelut menikmati peraduan ranjang sepanjang malam, tak menghiraukan berapa jam mereka melakukan penyatuan. Saling mencumbu, menyentuh dengan penuh damba, seolah lupa jika yang mereka lakukan ini adalah salah karena sudah melakukan hubungan terlarang.Arsinta terkulai lemas di atas tubuh Prayoga, dengan selimut tebal yang menutupi tubuh polos mereka. Keduanya sama-sama tumbang, saking lelahnya melakukan peraduan ranjang dengan dibanjiri keringat yang membasahi tubuh.Pukul 03.00 dini hari, mereka baru menyelesaikan cumbuan dan sentuhan, sementara milik keduanya masih menyatu enggan untuk melepaskan. Arsinta membenamkan kepalanya di dada bidang Prayoga, tangan kekar pria dewasa itu mengusap kepala hingga punggung wanita yang membesarkannya."Maafkan aku Bu, tidak kusangka bercinta denganmu senikmat ini. Kau tidak membenciku karena hal ini, 'kan?" tanya Prayoga. Dia tahu betul, jika yang dilakukan olehnya itu sebuah kesalahan besar. Karena sudah menyet
Bohong jika Shanaya tidak merasa tersinggung dengan kata-kata pedas suaminya. Ia hanya bisa menahan sesak ketika lagi-lagi Farraz membentaknya, bahkan menolak disentuh olehnya.Terkadang Shanaya bingung dengan Farraz, yang kadang bersikap lembut, kadang juga kasar. Shanaya berpikir, bahwa suaminya ini mempunyai kepribadian ganda.Aish, Shanaya asumsi yang tidak-tidaknya tentang Farraz. Dia tidak boleh menilai Farraz begitu saja, lagi pula mereka baru kenal. Shanaya masih belum mengenal Farraz secara mendalam.Farraz menepis pipinya yang basah karena kecupan Shanaya. Anehnya, darah Farraz berdesir, dia merasa sedikit senang ketika Shanaya menciumnya."Masak tidak boleh, nyentuh juga tidak boleh. Jadi yang boleh apa, Mas?" tanya Shanaya. Sengaja memancing amarah suaminya."Jangan mentang-mentang tanganku sedang luka, kau memancing emosiku. Aku bisa menyeretmu jika kau berani kurang ajar padaku!" ancam Farraz, mengarahkan tissue basah untuk diusal di pipinya."Kurang ajar bagaimana? Aku
Gegas Arsinta datang ke perusahaan Arsawijaya Copration setelah dihubungi oleh putranya. Wanita berusia 48 tahun itu meliuk-liukkan tubuhnya ketika memasuki ruangan impian semua orang. Arsinta melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.Dia tersenyum melihat dua pria di hadapannya sedang menatap ke arahnya. Arsinta tidak sabar, ingin segera mengambil alih data dan berkas tersebut. Agar dia bisa segera menguasai kekayaan suaminya."Kau sexy sekali sayang, maafkan aku tidak menyusulmu ke bawah," Radit menyergap tubuh sang kekasih gelap ketika keduanya berdekatan. Arsinta melingkarkan tangannya. Kedua sepasang kekasih itu tampak mesra, dengan tidak tahu malunya bermesraan di hadapan Prayoga."Tidak papa sayang, jika kau ke bawah, orang-orang kantor pasti akan curiga dengan kita."Prayoga hanya diam dan tidak acuh melihat dua insan yang sedang bercumbu di hadapannya. Yang penting, dia dan Ibunya bisa menemukan berkas serta data yang mereka cari untuk dialihkan atas nama mereka
"Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t