Suara derap langkah kaki terdengar begitu nyaring di lorong kantor, seorang perempuan dengan rambut panjang bergelombang yang berayun mengikuti langkahnya terlihat tengah terburu-buru sekali. Raut wajahnya kian memutih dan guratan kekhawatiran terlihat dengan jelas. Perempuan itu seolah berpacu dengan waktu, hingga langkahnya terhenti di depan ruangan dengan pintu hitam tertutup rapat. Perempuan itu mengetuk pintu berapa kali dan menyebutkan siapa dirinya dan saat seseorang dari dalam ruangan menyuruhnya masuk, perempuan itu pun langsung menghadap si pemilik ruangan. "Tuan, tolong izinkan saya pulang sekarang." Perempuan itu tanpa basa-basi langsung mengutarakan niatnya. "Pulang? Kenapa? Jam kerja masih lama, Melody. Kamu sekretarisku, gimana bisa kamu yang lebih dulu pulang dari bosmu?" tanya Anderson Gretchen. CEO GRETCHEN HOLDING COMPANY. Anderson bahkan tidak melihat lama ke arah perempuan bernama Melody Gray yang telah menjabat sebagai sekretarisnya selama tiga tahu
"Ayo kita selesaikan administrasi untuk operasi jantung adikmu, Melody." Melody tidak bisa menolak, dia sendiri yang setuju. Kekuatan apa yang Melody miliki saat ini Toh memang dia sedang membutuhkan uang banyak. Di sisi lain ada yang membutuhkan anak dari rahimnya. Dari luar saja terlihat seperti pernikahan pada umumnya, tapi yang Melody lihat hal itu tidak ada bedanya dengan dia menyewakan rahimnya. Oh sungguh bodoh, bahkan sewa rahim tidak memerlukan hubungan seks. Lalu apa yang pantas dia sebut dengan hubungan ini nantinya? "Melody, ayo cepat," tegur Diana ketika Melody kembali terdiam. Setelah semua biaya pengobatan Mike telah dilunasi oleh Diana, kini perempuan itu menanyakan berapa total hutang yang Melody miliki dan ke mana dia harus membayar hutang tersebut. Hanya dengan beberapa kali klik sana sini, semua hutang Melody lunas. Melody tercengang, dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat itu. Hutang ratusan ribu dolar dan juga biaya rumah sakit itu bisa dil
"Sayang, aku ingin kamu menikah dengan Melody." Diana seperti melempar bom waktu pada Anderson saat ini. "Apa maksudmu? Kamu gila ya? Menikah dengan Melody? Dia sekretarisku, Diana!" Amukan Anderson menggema di ruang tamu tersebut, wajah Anderson begitu merah menahan amarah yang memuncak. Melody baru kali ini melihat bosnya semarah itu. "Lalu, kamu Melody! Bagaimana bisa kamu datang ke rumahku dengan tanpa malunya dan meminta istriku untuk membuatku menikah denganmu!" Anderson menatap tajam pada gadis yang langsung menundukkan pandangannya. "Sayang, dengarkan aku dulu. Ini semua demi kebaikan kita semua. Bukan Melody yang memintanya, tapi aku. Aku yang memohon agar Melody mau menikah dan melahirkan anak untukmu," ujar Diana. "Hahahaha! Kamu? Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan, Diana. Apa kamu yakin mahu berbagi suamimu dengan wanita lain?" Diana tidak langsung menjawab, dia juga tahu betul kalau hal itu mustahil. Namun, dia tidak punya pilihan. Bagaimana mungkin dia
"Saya tidak tahu kenapa Anda bisa sekejam itu menuduh saya ini dan itu. Saya memang miskin, saya butuh uang untuk operasi adik saya. Anda tidak akan mengerti karena tidak berada di posisi saya. "Kenapa Anda melampiaskan kekesalan Anda pada saya? Harusnya Anda bisa mengambil hati orang tua Anda, hingga mereka tidak mengancam Nyonya Diana." Anderson hampir saja kembali naik pitam, jika saja Diana menghentikannya. Diana tidak ingin situasinya makin tidak kondusif. Bisa gagal rencananya nanti. Bukan ini yang Diana inginkan. "Melody, jangan bilang begitu. Aku yakin ini hanya salah paham, kok. Kamu jangan diambil hati ya apa yang suamiku bilang. Dia sedang emosi, jadi ngomongnya ngelantur." Diana mendelik tajam pada suaminya, sudah susah payah dia menemukan orang yang cocok sebagai alat untuk mendapatkan keturunan. Jangan sampai Melody merubah pikirannya. Melody tidak menyahut, dia diam dan hanya memperhatikan pasangan suami istri itu saling adu mulut. Keduanya saling menyalahkan satu
Hari operasi jantung Mike telah tiba, kegundahan hati Melody tidak terlakan. Meski ada kasus proses operasi jantung yang tidak berjalan lancar, setelah oasca operasi karena adanya ketidak cocokan dengan tubuh si pasien. Namun, dokter sudah meyakinkan Melody bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jika operasi itu berhasil, maka Mike bisa bertahan hidup hingga berpuluh tahun kedepannya. Melody mondar-mandir di depan ruang operasi, tidak ada yang menemaninya. Dia memblokir nomer telepon Leo, setelah dia memutuskan hubungan keduanya secara sepihak. Melody tidak ingin diberatkan oleh rasa bersalahnya hingga dia goyah dengan jalan yang dis pilih. "Kumohon Tuhan, selamatkan Mike. Jangan bawa dia," gumam Melody. Tidak ada satu pun yang berada di samping Melody saat-saat seperti sekarang, jangankan Anderson yang akan menjadi suaminya. Diana pun tidak menunjukkan batang hidungnya. "Apa yang kamu harapkan dari orang yang hanya ingin menjadikanmu mesin pencetak anak, Melody. Bangun dar
"Adik Anda tidak apa-apa, operasinya berjalan dengan lancar. Namun, kami akan terus memantau untuk perkembangan ke depannya."Melody tersenyum lega saat mendengar hal itu, dia bahkan hampir terjatuh jika saja Anderson tidak menopangnya. Setelahnya, dokter kembali menjelaskan kondisi Mike dengan lebih detail lagi sebelum dirinya pergi dan Mike diantar ke ruangan lain. ***Waktu berjalan dengan sangat cepat tanpa Melody sadari, hingga akhirnya hari pernikahannya dengan Anderson pun telah tiba.Melody mengatakan pada Mike bahwa dia akan menikah. Namun tidak sampai bercerita bagaimana dirinya mendapatkan uang untuk biaya pengobatan dan melunasi hutang. Apa yang Melody pastikan adalah Mike tidak perlu tahu apa pun. Mike yang juga sudah diperbolehkan pulang, sehingga dia bisa menghadiri pernikahan kakaknya. Dia saat ini menunggu di ruang rias pengantin perempuan. Memperhatikan kakaknya didandani sedemikian rupa. Cantik, sungguh sangat cantik. Riasan simple, gaun pengantin berwarna puti
Seusai Anderson keluar dari kamar mandi, dia tidak menemukan sosok istri barunya. Meski kamar itu temaram dengan penerangan lampu yang diatur sedemikian rupa. Namun, Anderson masih dapat melihat dengan jelas seisi kamar pengantin itu. Anderson menoleh ke sana ke mari mencari Melody, hingga dia menemukan tubuh mungil Melody tertidur dengan posisi yang pasti tidak nyaman. Laki-laki itu mendekati Melody dan membopongnya, dibaringkannya Melody di kasur king size yang memang untuk mereka gunakan. "Dasar, ini aku udah macem nikahin bocah saja. Lagian ngapain juga dia tidur di sofa kecil itu. Sudah tahu tubuhnya kecil, buat susah orang saja. Toh, tidur seranjang pun tidak akan membuatku terangsang," ucapnya. Anderson mendengus kesal dan beranjak dari ranjang, laki-laki itu mengambil botol vodka dan mencicipinya sambil menikmati pemandangan malam di luar hotel. Suasana begitu sunyi senyap, Anderson menghembuskan napasnya. Dia mengingat kembali apa yang istrinya katakan, sehari sebelum hari
Melody mendelik kasar pada Anderson, sungguh dia tidak sanggup jika harus berhadapan dengan manusia satu ini lebih lama lagi. Belum lagi saat pengajuan cutinya selesai, entah apa yang akan terjadi pada kewarasannya nanti. Anderson dikenal sebagai CEO yang tidak berperikemanusiaan jika itu menyangkut pekerjaan, sudah berapa banyak karyawan yang mengeluhkan akan hal itu. Apalagi jika ada proyek baru, bukan tidak main kerasnya Anderson memacu mereka agar lembur tiap hari. Di kantor saja sudah membuat kepala Melody pusing tujuh keliling, gimana nanti jika mereka terus bertemu setiap hari di luar jam kerja. Membayangkannya saja sudah membuat Melody kesal setengah mati. Jika bisa, ingin saja dia mencubit keras pinggang laki-laki yang sedang memamerkan seringainya yang paling menyebalkan."Ngapain sih kamu, sana tidur. Jangan pernah ganggu aku. Ini bagianmu, awas saja kalau melewati batas ini. Akan kuhajar," ancam Melody setelah memberi sekat di kasur yang akan mereka gunakan tersebut.