"Bagaimana kondisi Angie?" tanya Zayyan pada Samantha, mereka berada di ruang kerja Zayyan. "Dari perilaku Nyonya, tak ada yang harus dicemaskan, Tuan. Mungkin Tuan perlu meyakinkan Nyonya supaya menerima keadaan sekarang dan tidak memaksakan diri untuk berupaya mengingat kenangan lama. Jika Nyonya memaksa, itu bisa mempengaruhi kesehatan Nyonya. Ingin mental, kurasa saya terlalu meremehkan Nyonya." Samantha tersenyum tipis, "Nyonya jauh lebih baik dari lima tahun yang lalu. Bahkan saya salut dengan Nyonya yang sudah berani mengutarakan emosional pada kedua orang tuanya, seperti yang anda ceritakan.""Humm." Zayyan berdehem singkat. Selian tahu Kina telah membaca buku tersebut, Zayyan juga tahu jika Kina menemui orangtuanya. Istrinya mengamuk dan meluapkan semua tekanan yang dia pendam selama ini. Itu bagus!Hanya saja, melihat kondisi Kina saat di pemakaman, Zayyan sangat khawatir. "Sepertinya Nyonya sudah bisa mengekspresikan diri, dan selama itu dipertahankan Nyonya akan baik-bai
"Kau sudah tahu jika kau satu-satunya, Bukan?!"Kina menegang kaku, gugup karena pertanyaan dari Zayyan tersebut. Jantungnya berdebar sangat kencang dalam sana, wajahnya menampilkan raut muka panik dan napasnya memburu. Salah satu yang Kina takuti adalah ini, Zayyan mengungkit masalah ini. Sekarang, bagaimana cara Kina menjelaskannya? Dia memang tahu dia satu-satunya untuk Zayyan, pria ini mencintainya dengan begitu besar dan dia juga pernah jatuh cinta pada Zayyan. Dulu! Akan tetapi perasaan dulu dan sekarang berbeda. Maksudnya, disaat sekarang dia telah jatuh cinta pada Zayyan, begitu juga dengan dahulu. Hatinya tak jauh-jauh, tetap berlabuh pada Zayyan. Namun, seperti apa Kina dulu saat jatuh cinta, dia tidak ingat sama sekali. Yang dia tahu dia tengah jatuh cinta pada sosok ini tanpa sedikitpun ingatan dari masa lalu, tak ada bayang-bayang apapun yang mempengaruhi perasaannya. Mungkin dia jatuh cinta dengan cara yang baru! "Aku tidak paham," jawab Kina pelan, mendorong dada bida
"Ini Daddy." Zayyan berkata dingin, menatap datar ke arah makhluk kecil di hadapannya. Zana yang menutup wajah dengan tangan langsung menjauhkan tangan dari wajah, dia menatap daddynya lalu cengengesan dan bersikap malu-malu. "Maaf, Daddy," ucap Zana pelan. "Kenapa Daddy dan Mommy di balik gorden?" "Kenapa kau ke sini?" Zayyan dan Zana bertanya secara bersamaan, Kina hanya diam–berpura-pura sibuk menutup pintu lalu memperbaiki letak gorden. "AC di kamar Kenna sepertinya rusak, Daddy. Kenna kepanasan," jawab anak itu secara pelan dan hati-hati. Dia berjalan ke arah ranjang orang tuanya lalu memilih berbaring di tengah-tengah. "Kenna akan tidur di sini," lanjutnya mencicit pelan. Dia takut pada daddynya tetapi dia bersikeras untuk tidur di sini. Kamarnya sangat panas, Zana tak akan bisa tidur di sana. "Humm." Zayyan berdehem singkat, menatap putrinya sejenak lalu berjalan ke arah kamar mandi. Sedangkan Kina, setelah Zayyan masuk dalam kamar mandi, dia langsung menghampiri putriny
Kina terbangun lalu mendapati dirinya sudah berganti pakaian. Putrinya tak lagi di sebelahnya dan begitu juga dengan Zayyan. "Piyamaku berganti lagi. Pasti aku berkeringat dingin tadi malam." Kina menghela napas, turun dari ranjang lalu berjalan ke arah kamar mandi. "Akhir akhir ini aku sering berkeringat dingin di malam hari dan selalu Mas Zay yang mengganti pakaianku. Hah … dia sabar sekali mengurusku. Jika aku jadi dia, aku pasti sering mengeluh. Pasangan gila, suka keringat dingin tengah malam, gangguan jiwa yang kebawa ke alam mimpi dan … hah-- melelahkan," gumam Kina pelan, berjalan lesu ke arah kamar mandi. Dia yang mengalami ini saja lelah, mengeluh dan bertanya kapan dia bisa sembuh dari semua ini. Lalu bagaimana bisa Zayyan sangat sabar menghadapinya? Satu yang membuat Kina bertanya-tanya, apakah dia sangat lemah dahulunya sehingga dia berakhir depresi berat lalu mengalami gangguan jiwa? Apa dia tidak berani melawan apapun, hanya diam ketika dia ditindas? "Hah, nggak usa
"Sedang apa, Kina?" "Hehehe ...." Kina hanya menyengir, menatap gugup bercampur malu pada kedua pria yang berada di hadapannya. Mereka adalah Reigha dan Jabier, kakak dan sepupu suaminya. Kina merapatkan punggung ke dinding, bergeser secara perlahan-lahan kemudian segera kabur dari sana, tanpa menjawab pertanyaan dari Jabier. Jabier yang melihatnya menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan kelakuan istri dari sepupunya tersebut. "Kina mungkin cemburu melihat Zayyan bersama Samantha," ucap Jabier pelan, lalu mempersilahkan supaya Reigha lebih dulu masuk ke ruangan tersebut. Reigha tersenyum tipis, melangkah masuk ke ruangan itu sembari melirik Jabier sebelumnya. "Cemburu harus diiringi dengan cinta. Kau punya?""Apa maksud Kakak?" Jabier mengerutkan kening. Sayangnya Reigha tak mengatakan apa-apa lagi, kakak yang sangat ia hormati tersebut memilih duduk tenang disebuah single sofa dalam ruangan. "Kudengar kondisi Kina jauh lebih baik, Zayyan," ucap Reigha pada Zayyan, mendapat
"Ucapan Samantha dalam sekali." Kina termenung sendiri, mengurung diri dalam kamar setelah sebelumnya dia diperiksa oleh Samantha. 'Cintai kenyataanmu seperti Tuan Zayyan keukeuh mempertahankan mu sebagai takdir.' batin Kina, mengulang kembali ucapan Samantha padanya.Kina menghela napas sejenak kemudian memilih untuk mandi–demi menyegarkan pikiran serta ketenangan jiwa. Setelah selesai mandi, Kina berencana ke bawah untuk mencari putrinya. Walau faktanya Zana adalah putri kandungnya, pada dasarnya Kina terlanjur menganggap anak kecil yang terlahir dari rahimnya tersebut sebagai temannya. Kina sadar jika apa yang dia lakukan bisa mempengaruhi pola pikir putrinya yang masih kecil tersebut. Namun, dulu-- saking tak ada yang mau mendengarkan keluh kesahnya dan kebetulan hanya ada Zana di sisinya, jadilah Kina benar benar menganggap anak itu sebagai temannya. Sejujurnya ada Bintang, sahabatnya. Akan tetapi karena harus menjaga Zana secara maksimal, Kina dilarang menghubungi siapapun. Ja
Pelukan ini sangat nyaman dan hangat! Kina suka. "Mommy dengar kondisi kamu sudah membaik. Kamu sudah mengingat Zayyan dan Zana, Nak?" ucap Satiya, kini beralih membelai lembut pinggiran wajah menantunya. 'Ingat dikit doang.' batin Kina, tetapi tidak menjawab demikian karena tak ingin mematahkan kebahagiaan perempuan tulus di hadapannya. Satu yang Kina ingat, perempuan ini adalah perempuan yang sama yang memeluknya, memberikan kekuatan saat Kina dulu hancur. Perempuan ini datang ke rumahnya, meminta maaf untuk perbuatan putranya yang telah melecehkan Kina. Saking hangatnya pelukan wanita ini, Kina sampai salah paham–mengira jika wanita ini adalah ibu kandungnya. "Zana main dulu yah, Sayang. Mommy Grandma pinjam dulu," pinta Satiya lembut pada cucunya. "Siap, Grandma." Zana menjawab bersemangat, memberikan gerakan hormat pada neneknya kemudian segera berlari membawa uang langka di tangannya. Yes! Satiya membawa Kina untuk ikut dengannya ke ruang keluarga, di mana di sana sudah ad
Setelah semua orang pamit pulang dari rumahnya, Kina langsung menemui Zana. Melihat putrinya duduk di sebuah gazebo taman samping rumah, Kina langsung ke sana. "Na, kamu belum memberitahu Mommy tentang hasil menguping kamu. Sekarang kasih tahu Mommy," ucap Kina, merampas mainan Zana supaya anak itu mau mendengarkannya. "Aduh, Mom." Zana berkacak pinggang, "Mommy sudah terlanjur tahu.""Kamu belum memberitahu Mommy, kenapa Mommy sudah tahu? Katakan cepat, Na. Aku-- Mommy sudah penasaran." Kina mendesak, menatap sebal ke arah putrinya. Enak saja Zana tak memberitahu, uang seribu Kina sudah keluar untuk membayar putrinya ini. Uang langkah itu! Zana menghela napas pelan, dia memijit kening seolah sedang terkena beban besar lalu segera menatap lelah pada mommynya. "Kan-- Granddad dan Grandmom sudah memberitahu Mommy. Bahkan Mommy dapat banyak hadiah. Huh, Nana tidak dikasih. Kenapa begitu?" Di akhir kalimat, Zana memanyunkan bibir–menampilkan raut muka merajuk. "O-oh …." Kina ber oh r