“Hayati, aku harus ke rumah sakit,” ujar Rangga. Hayati refleks langsung beranjak bangun mendengar Rangga mengatakan ingin ke rumah sakit.“Siapa yang sakit?” tanya Hayati sambil melangkahi bathup. Rangga menelan salivanya melihat penampakan Hayati lalu berdecak dan mengusap wajahnya. Meraih handuk yang sudah tersedia dan memakaikan pada tubuh Hayati.“Ya ampun, aku sampai tidak sadar kalau ....”“Hayati kamu baru saja membangunkan sesuatu yang tadi sedang tertidur. Aku harus ke Rumah sakit, Bunda sedang di UGD sepertinya kena serangan jantung,” tutur Rangga sambil menangkup wajah Hayati dan menempelkan keningnya pada kening Hayati.“Aku sangat ingin ada kamu menemaniku di sana, tapi situasi hanya akan semakin tidak kondusif.”“Pak Rangga baiknya cepat ke sana, aku tunggu di sini. Kabari aku terus ya, aku doakan Bunda segera stabil lagi,” tutur Hayati. Rangga menganggukkan kepalanya lalu mencium kening Hayati sebelum beranjak pergi.***“Gimana kejadiannya?” tanya Rangga ketika tiba d
“Pak Rangga ... ahhh.”“Hm,” gumam Rangga masih terus melanjutkan aksinya. Beberapa hari tidak bertemu Hayati serasa ada yang kurang dalam hidupnya dan malam ini Rangga akan melampiaskannya. Hayati harus bersiap jika besok dia akan kelelahan atau mungkin sulit berjalan.Entah berapa lama keduanya berada dalam peraduan madu kasih. Hayati dengan jiwa mudanya selalu terlena dan terbuai dengan sentuhan Rangga. Bahkan desahan manja yang keluar dari bibirnya ketika Rangga bergerak di atas tubuhnya seakan menjadi pemicu untuk terus membuat keduanya melayang.Hayati sudah terbuai dalam mimpi setelah merasakan manisnya pernikahan yang diberikan oleh Rangga. Rangga memperbaiki letak selimut dan memastikan pendingin udara tidak membuat Hayati terlalu kedinginan karena tubuh yang berada di bawah selimut itu masih polos tanpa sehelai benang pun.Rangga memilih membersihkan diri sebelum ikut terlelap. Berada di bawah guyuran air hangat membuat tubuhnya lebih rileks dan otot-otot yang menegang mulai
“Apa Rangga akan menikah lagi Bun?” tanya Renata.“Maksudnya?” tanya Malika.“Aku beberapa kali bertemu Rangga dengan seorang wanita, sepertinya mereka cukup akrab. Kekasih atau calon istri mungkin?”Malika dan Isna saling tatap. Karena selama ini Rangga tidak menceritakan atau membahas apapun urusan pribadinya. Hanya berperan menggantikan sang Ayah melindungi Ibu dan Adiknya.“Bunda, tidak tahu. Tapi kalau benar Rangga sudah siap menempuh hidup baru dan sudah ada calonnya, Bunda sangat bahagia. Kebahagiaan anak-anak Bunda, itu yang terpenting.”“Tapi aku tidak menduga jika Rangga lebih memilih wanita sederhana bahkan terlihat rumahan sekali. Sedangkan kita semua tahu latar belakang keluarga kalian dan pekerjaan Rangga, sayang sekali wanita itu terlihat tidak sepadan,” ungkap Renata sekaligus menyindir.“Untuk Bunda tidak masalah, yang penting Rangga senang dan bahagia.”“Apartemen Rangga itu di mana ya? Sepertinya aku harus jemput Aska ke sana,” ujar Renata.Isna yang memang sudah me
“Rama,” teriak Isna sambil berlari mengejar Rama.Rama tidak peduli, dia terus berjalan keluar dari restoran menuju mobilnya. Selama ini dia sudah sabar, sabar menunggu tapi terasa seperti orang bodoh. Cintanya begitu besar pada Isna tapi hanya dibalas dengan ketidaksetiaan.“Rama, aku bisa jelaskan,” ujar Isna sambil memegang tangan Rama bermaksud menghentikan pria yang saat ini masih berstatus suaminya. Rama menghempaskan tangan Isna dan terus melangkah. Saat hendak membuka pintu mobil, Isna segera berdiri menghalanginya. “Aku bisa jelaskan!” ucap Isna.Rama berdecak sambil melempar tatapan matanya enggan menatap Isna. Melipat kedua tangannya di dada, “Oke, jelaskan. Aku ingin dengar.”“Dia itu sahabat kecil aku, kami sudah lama tidak bertemu. Jadi wajar kalau ....”“Sering bertemu dan bahkan kalian bercinta. Shitt, Isna kamu pikir aku bodoh. Selama ini aku percaya kamu sibuk tapi dibalik itu kamu bohongi aku.”“Itu tidak benar.”“Apa yang tidak benar, aku sudah lama mengawasimu dan
Rama berdecak, “Kenapa kamu selalu menyalahkan orang lain padahal masalahnya ada pada diri kamu sendiri. Pergilah!”“Rama, please. Maafkan aku, kita perbaiki lagi ya,” rengek Isna sambil memegang lengan Rama.“Perbaiki? Kalau kamu berpikir untuk memperbaiki hubungan kita, kamu tidak akan tetap bersama pria itu tadi malam. Padahal jelas-jelas aku sudah membuktikan sendiri kesalahan kamu dan dengan tidak merasa bersalah kamu malah bermalam dengan pria itu. Bahkan sekarang kamu minta kita perbaiki, apa kamu waras?” Isna tidak menjawab, bahkan saat ini sudah mulai terisak.“Aku bahkan sempat merasa sangat bersalah berada dalam situasi harus menikahi Hayati. Membuat aku bersikap kasar pada wanita itu demi menjaga hati dan cinta kita. Tapi ternyata aku bodoh, malah orang yang aku bela seakan melemparkan kotoran di wajah aku,” ungkap Rama.“Tapi ....”“Keluar, atau aku panggil security.”Isna akhirnya meninggalkan ruang kerja Rama. Saat melewati meja sekretaris Rama, wanita itu menyapa sambi
Hayati menatap suasana cafe, mencari meja yang dirasa cukup nyaman. Rangga yang sudah menyampaikan tidak akan pulang dan Bu Ida yang dilarang olehnya untuk memasak, akhirnya Hayati memilih menghabiskan waktu di cafe sambil makan malam.Membuka buku menu, ada beberapa jenis makanan yang menggugah seleranya. Menentukan pilihannya pada pelayan dan memainkan ponselnya menunggu pesanannya dihidangkan. Hayati tersenyum melihat foto pernikahannya dijadikan wallpaper ponselnya oleh Rangga.Bahkan dalam galeri, terdapat album foto pernikahannya juga foto-foto candid dirinya yang diambil oleh Rangga.“Ramen kuah tom yam, lemon tea hangat dan sandwich tuna,” ujar seorang pelayan mengantarkan pesanannya membuat Hayati kembali fokus dan meletakkan ponselnya.“Terima kasih, Mbak.”“Selamat menikmati.” Hayati hanya tersenyum dan meraih sendok saat pelayan itu sudah menjauh. Menyendokkan kuah lalu mencicipinya, “Hm, enak.”Hayati sudah menghabiskan hampir setengah isi mangkuk ramennya saat seseorang
“Sebenarnya ada apa dengan rumah tanggamu Isna, katakan pada Bunda!”Isna bergeming, tidak ingin menceritakan apapun, apalagi mengakui jika dirinyalah yang bermain api dan menyebabkan hubungannya dengan Rama bermasalah.“Bunda, sebaiknya istirahat. Aku antar ke kamar,” ajak Rangga.“Tapi bagaimana dengan Isna?”“Sudahlah Bun, masalah Isna dan Rama biar aku yang urus.” Malika akhirnya menuruti apa yang diperintahkan Rangga.Setelah kembali dari kamar Malika, Isna masih berada di ruang tamu. Rangga duduk di hadapannya, “Aku butuh penjelasan dari kamu, ada apa sebenarnya dengan kalian?”Isna berdecak, “Harusnya Kak Rangga tanya ke Rama, aku ini adik Kak Rangga jadi kak Rangga harus membela aku.”“Bagaimana bisa aku membelamu kalau masalahnya saja aku tidak tahu dan Rama tidak akan memutuskan hal seberat itu kalau tidak ada hal yang serius diantara kalian.”“Yang jelas ini semua karena Rama, kalau dia tidak menikah lagi dengan Hayati hubungan aku dengan Rama akan baik-baik saja.”Rangga t
"Ibu jadi ingin bertemu dengan keluarga Isna, karena yang dilakukan istrimu sudah menginjak harga diri kamu sebagai suami." "Sudahlah Bu, kita harus hati-hati juga jangan sampai keputusan Rama akan berimbas dengan perusahaan." Rama menghela nafasnya, apa yang dikatakan oleh Yaksa itu benar. Dia tidak boleh gegabah dalam menyampaikan keputusannya. Sepertinya aku harus bertemu dengan Kak Rangga, batin Rama. "Ahh, kemarin aku bertemu dengan Hayati.""Benarkah, lalu bagaimana kondisinya? Tinggal dimana dia sekarang?" tanya Zahida yang penasaran dengan kondisi Hayati. Bagaimanapun juga Rama masih harus bertanggung jawab pada hidup Hayati, karena kecelakaan yang membuat Ayah Hayati meninggal."Hayati baik, bahkan aku lihat penampilannya luar biasa dibandingkan sebelumnya. Lebih cantik," tutur Rama sambil tersenyum. “Tapi aku tidak tahu dia tinggal dimana dan dia bilang sudah menikah lagi,” ungkap Rama.“Menikah? Lalu tinggal dimana dia sekarang?” tanya Yaksa, ada kekhawatiran jika Rama