Tubuh Kiara yang kecil dipapah Ferdi masuk ke mobilnya. Semua orang yang ada di dalam kafe, tidak memperdulikan semua kejadian itu, hanya memandang sekilas. Demikian juga dengan pelayan kafe. Mereka sudah pernah menjadi pelanggan kafe tersebut, hanya bertanya seperlunya.
Ferdi dengan mudah membawa dan melajukan kendaraan dengan tujuan ke tempat kost-nya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Kiara yang masih dalam keadaan setengah sadar memegang tangan Ferdi.
“Kita mau ke mana? Ka-kamu tidak racun aku kan, Fer?” tanya Kiara setengah sadar.
“Kiara … Kiara. Mana bisa aku racun kamu? Ada-ada saja, aku mau anterin kamu pulang, atau mau ke kost-an aku dulu?” tanya Ferdi tertawa menutupi kebohongannya.
“Nanti kalau aku pulang, pasti majikanku marah. Lebih baik aku ke kost-an kamu aja dulu, Fer. Bentar aku tiduran, biar kepalaku nggak pusing lagi.”
“Kamu yakin mau ke kost-an aku? Serem loh, kagak takut?” tanya Ferdi bersorak kegirangan.
Kiara sudah tidak dapat lagi menahan pusing di kepalanya, tertidur dengan kepala menyender pada bahu Ferdi. Cowok itu hanya tersenyum puas, sambil mengambil foto mereka berdua di dalam mobil.
“Emang kalau rejeki tidak akan ke mana, polos banget sih dia.”
Setelahnya, Ferdi pun menghubungi Mimi. “Hallo, Nona! Udah aku kirim fotonya. Jangan lupa sisa uangnya, aku tunggu sekarang,” lapornya melalui ponselnya dengan senyum mengembang.
Mobil Honda Brio warna hitam berbalik menuju ke rumah Andra dengan pelan. Ferdi bermaksud mengambil hati Kiara. Ia bukan hanya cowok yang memanfaatkan kesempatan. Jarak antara kafe dengan rumah Andra tidaklah jauh, hanya ditempuh dalam waktu tiga puluh menit, dalam suasana macet.
Tiba di rumah Andra, terlihat sepi. Kiara yang masih tertidur pulas dia biarkan tetap berada di dalam mobil. Sementara dia melihat situasi sekeliling rumah. Turun dari mobil menuju pintu rumah yang tertutup, tidak ada seorangpun di sana. Satpam pun tidak terlihat.
Baru akan kembali naik ke dalam mobil, tiba-tiba terdengar bunyi kendaraan datang. Ferdi melihat ke arah arloji yang ada di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.10 WIB. Dia urungkan langkah dan kembali ke arah mobil yang baru datang.
Seorang pria memakai jas warna coklat turun dari dalam mobil melihat ke arah Ferdi. Sedangkan Ferdi dengan sopan membungkuk dan mengulurkan tangan menjabat tangan, Andra yang baru datang.
“Selamat sore, Om. Saya Ferdi, teman Kiara.”
“Ya, kenapa? Ada perlu dengannya?” tanya Andra menatap tajam ke arah Ferdi penuh selidik. Tiba-tiba merasakan tensi darahnya naik melihat cowok menanyakan Kiara.
“Tidak, saya hanya mengantarkan Kiara yang sedang tertidur saja. Tadi mengeluh kepalanya pusing ketika di kafe,” jawab Ferdi lancar membuat Andra memicingkan mata.
“Memang Kiara di kafe sama siapa?”
“Sama saya, Om. Tidak sengaja ketemu di jalan, lantas kita ngobrol di kafe,” kata Ferdi bohong.
Terlihat Andra melirik ke arah mobil Ferdi. Cowok bertubuh tegap itu sadar, jika Andra ingin tahu yang ada di dalam mobilnya. Dia pun membuka pintu bagian samping. Andra berjalan mendekat, gemeretak gigi putihnya melihat Kiara tertidur dengan nyenyak di kursi mobil. Senyum tipis di sudut bibir Ferdi melihat reaksi Andra. Dia pura-pura tidak melihat reaksi Andra yang terlihat tegang.
“Sebaiknya saya saja yang bawa masuk Kiara,” kata Ferdi memancing suasana.
Dengan wajah merah padam Andra menolak permintaan Ferdi. Ia menggendong tubuh Kiara masuk ke kamar dan merebahkan di atas ranjang. Tubuh Kiara menggeliat tak beraturan membuat Andra merasa gerah, dan keluar dari kamar menemui Ferdi.
“Thanks, udah bawa Kiara pulang. Tapi ingat, jangan sampai kalian ketemu lagi! Aku pastiin kamu jauh dari Kiara!” ancam Andra dengan tegas.
Ferdi merasa perangkapnya kali ini berhasil. Dia bisa membuat Andra marah dan membenci Kiara nantinya. Perang baru saja dimulai. Ferdi tersenyum dalam hati berhasil meraih pundi-pundi rupiah tanpa harus kerja keras. Dia bisa hidup berfoya-foya dengan memanfaatkan kehadiran Kiara. Setelah mengangguk dan menyetujui pemintaan Andra, Ferdi bergegas pulang. Dia tidak sadar sejak tadi Mimi memerhatikan dari balik pintu kamarnya dengan senyum menyeringai, puas.
“Hmm, pintar kau Ferdi. Tidak sia-sia aku membayarmu mahal. Sebentar lagi kepercayaan Mas Andra pasti akan luntur melihat kelakuan istri barunya. Mentang-mentang masih muda, kamu mau gaet suamiku, tidak bisa!” gumam Mimi sengan seringai penuh kemenangan sambil menutup pintu rapat.
Sementara Andra dengan napas memburu menuju kamar Kiara.
Dadanya sudah bergemuruh menahan rasa yang sudah panas membakar sejak melihatnya tertidur dalam mobil. "Kiara...!
Tanpa melihat Kiara yang sedang tidur pulas dia, menanggalkan pakaian dan langsung merengkuh tubuh mungil tersebut.Hampir setengah jam Kiara tidak juga terbangun. Bahkan tubuhnya yang sudah tidak mengenakan kain selembar pun berada di dalam rengkuhan suaminya. Saat Andra akan melakukan pelepasan terakhir, merasakan sesuatu yang menggajal di bagian bawah tubuh gadis itu.“Shitt … aku lupa, dia lagi halangan. Kamu beruntung Kiara. Lain kali tidak akan aku lepaskan!” ucap Andra mengusap wajahnya dengan kasar.Sejenak dia pandangi tubuh molek yang berada di depannya. Matanya menyeringai puas, melihat hasil cetakan merah berada di kulit gadis yang berwarna coklat itu. Kemudian dia rengkuh kembali dan membuat tanda merah pada leher gadis itu, hingga Kiara menggeliat terbangun.“T-Tuan Andra?” Kiara hampir melompat dari tempat tidur. Matanya membulat sempurna meski tubuhnya belum bisa tegak. Kepalanya masih terasa pusing. Kiara meringis kesakitan saat Andra mencengkeram lengannya dengan
“I-iya … i-ya, Nyonya. Aku ngerti , tadi yang minta kan ….”Mimi menatap Kiara dengan tajam, amarah membakar di matanya. "Banyak omong kamu!" bentaknya. "Bisa 'kan, kamu kasih alasan tidak mau anter ke depan. Emang dasar, gadis gatel, mau cari perhatian Mas Andra!"Kiara menundukkan kepalanya, berusaha menahan air mata yang menganak di pelupuk matanya. Dia tidak mengerti mengapa Mimi sebegitu marahnya. Dia hanya ingin menerima permintaan Andra mengantar hingga di pintu.Mimi semakin menjadi-jadi. "Jangan sampai aku lihat lagi kejadian seperti ini terulang, ingat itu!" lanjutnya sambil menabrak bahu Kiara dengan kasar. Kiara tersentak, merasakan sakit di bahunya. Dia meringis kesakitan, namun tidak berani melawan.Mimi pun berlalu dengan langkah lebar, meninggalkan Kiara yang masih terdiam di tempatnya. Rasa sakit di bahunya bercampur dengan rasa sedih dan kecewa. Dia tidak menyangka bahwa Mimi akan bersikap sekasar itu padanya.Kiara hanya menarik napas panjang. Bingung apa yang sehar
Ferdi mengedikkan bahunya. "Ah, rahasia dong," jawabnya sambil tertawa kecil.Kiara mendengus kesal. Dia tahu bahwa dia tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Ferdi.“Beruntung sekali lo, Fer. Beda ama nasib gue, yang harus bayar utang dan nggak jelas asal usulnya.”Ferdi terdiam, melirik ke arah Kiara sejenak. Terbersit rasa kasihan pada gadis yang ada di hadapannya sekarang. Selama ini dia mengenal Kiara gadis yang tidak pernah bertingkah macam-macam. Sekarang menjadi target pundi-pundi rupiahnya. Persetan, segera dia tepis rasa kasihan kepada gadis yang ada di depannya tersebut.“Udah, nggak perlu dipikirin. Rejeki orang beda-beda, mungkin sekarang lagi gue yang hoki, besuk elo, besoknya lagi nggak tahu.”Kiara terdiam mencoba meresapi apa yang dikatakan Ferdi adalah benar. Sambil meminum jus kesukaannya Kiara menanyakan kembali kejadian kemarin saat dirinya sudah berada di rumah dan bergumul dengan suaminya. Teringat pergulatan tadi malam, tubuh gadis itu terasa menggi
Andra mengemudi dengan tangan gemetar, matanya melotot ke jalanan. Pikirannya dipenuhi bayangan sang istri muda, Kiara, bersama dengan laki-laki yang mengantarnya pulang kemarin. Amarah bagaikan api yang membakar di dadanya.Andra berbisik pada diri sendiri. "Siapa dia? Apa yang dia lakukan dengan Kiara?"Andra melirik arlojinya. Sudah hampir jam masuk kantor. Dia harus segera menenangkan diri sebelum bertemu meeting dengan koleganya.Di kantor, Andra terkejut Mimi duduk di mejanya dengan senyum cerah. Dia menyambut Andra dengan pelukan hangat saat Andra memasuki ruangan."Selamat pagi, Mas. Selamat datang!"Andra membalas pelukan Mimi dengan canggung. Dia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun Mimi merasakan ketegangan di tubuhnya."Ada apa, Mas? Kamu terlihat pucat."Andra tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya lelah."Mimi menatap Andra dengan lekat, tidak yakin dengan jawabannya. Dengan mendekat ke arah suaminya Mimi memastikan kondisi Andra."Mas, ada sesuatu
Perkiraan Mimi meleset, dia pikir Andra tidak menyukai gadis polos. Tetapi melihat antusias sebelum malam pernikahan, membuat Mimi berfirasat buruk soal hubungan Andra dan Kiara pada akhirnya. Sebagai langkah awal dia mulai melancarkan tipu muslihatnya dengan membuat Andra membenci Kiara. Semua berjalan lancar hingga hari ini.“Hem, kamu kok senyum terus sejak tadi aku perhatikan. Chat an sama siapa?”Seketika Mimi menatap Andra dan menyembunyikan ponselnya di dalam tas kecil. Andra yang melihat sikap Mimi semakin aneh menjadi penasaran. Mimi yang merasa diperhatikan oleh suaminya seketika berdiri dan pamitan untuk pulang dengan alasan tubuhnya mendadak sakit.“Mas, aku pulang dulu. Kurang enak badan, sepertinya kelamaan duduk ini,” kata Mimi sambil berdiri tangan mengulur kepada Andra untuk pamitan.Karuan saja, Andra terkejut dan bingung ingin mengantarkan Mimi pulang, namun meeting akan segera dimulai. Tidak mungkin Andra meninggalkan begitu saja dengan pembahasan proyek dengan jum
Masih dalam kondisi tidak sadar. Tubuh Kiara berada di dalam pelukan Ferdi. Cowok tampan mantan idola sekolah itu, mulai beraksi. Menyentuh bagian tubuh Kiara yang masih tertutup dengan pakaian lengkap.Senyum Ferdi merekah mengambil ponsel. Ferdi mendekatkan wajahnya ke Kiara untuk mengambil foto selfie bersama. Ferdi tersenyum, "aku ingin mengabadikan momen indah ini. Kau terlihat cantik saat tidak sadar. Kita terlihat serasi," ucap Ferdi dengan tawa menguar.SentFoto sudah terkirim ke Mimi dan beberapa saat terdengar notif M-banking. Ferdi segera memeriksanya, nomimal 10 juta sudah masuk ke dalam rekeningnya. Tawa keras kembali terdengar memenuhi ruangan yang ber-AC.“Gue kaya … gue kaya.” Ferdi tertawa keras. “Thank’s Kiara, lo udah bikin hidup gue bahagia. Kasihan sekali hidupmu. Tapi tenang aja, kalau lo nanti dibuang mereka gue siap buat ganti-in.”Cahaya bulan menembus jendela, menerangi ruangan dengan remang-remang. Ferdi berdiri di samping ranjang, menatap Kiara yang terbar
Ferdi terduduk di toilet, meratapi nasibnya yang malang. Dia harus menanggung rasa sakit dan malu akibat ambeien yang dia dapatkan.Hingga beberapa menit lamanya Ferdi masih berusaha untuk maju dan merangkak ke atas ranjang. Namun usahanya sia-sia, pantatnya semakin bertambah sakit. Ferdi mulai ketakutan dengan kondisi ini, dia mencoba mencari tahu di internet soal penyakit.Sementara Kiara yang di atas ranjang, kesadarannya mulai pulih. Tubuhnya mulai bergerak tangan meraba ke sekitar ranjang. Mata Kiara mulai mengerjap melihat kelihat ke arah Ferdi yang duduk sambil memainkan poselnya. Syok, Kiara melihat baju bagian atasnya terbuka. Tatapannya tertuju pada Ferdi yang masih sibuk dengan ponsel. Kiara bergerak dan berusaha bangkit dari ranjang.“Ferdi!” panggil Kiara pelan, karena marasakan tubuhnya belum berada dikesadarn yang penuh.“Ke, udah bangun?” tanya Ferdi yang nampak terkejut dan menurunkan ponselnya.“Lo apain gue, kenapa gue ada di sini? Katakan, Ferdi!” teriak Kiara mula
Mimi terbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat dan terlihat kelelahan. Dia baru saja menjalani serangkaian pemeriksaan dokter setelah merasakan lemas dan pusing saat turun dari kantor Andra. Di tangannya, dia memegang ponselnya, melihat foto-foto yang dikirimkan Ferdi. Rasa marah dan kecewa masih membakar hatinya. Dia tidak menyangka Andra, pria yang dia cintai dan percayai, tega menipunya dan menyukai Kiara.Namun, di balik rasa marah dan kecewa, ada secercah kebahagiaan yang terpancar di wajah Mimi. Dia tersenyum tipis saat melihat foto-foto Kiara yang dipeluk hangat oleh Ferdi."Karma itu memang nyata. Kau pikir bisa dengan mudah merebut suamiku? Kau akan merasakan balasannya.Mimi saat ini menderita sakit tumor jinak pada rahimnya. Sudah dilakukan berbagai cara pengobatan, kecuali operasi. Mimi tidak ingin melakukannya, karena pobia dengan bayangan mamanya yang meninggal akibat kegagalan waktu melakukan operasi pengangkatan Rahim juga. Mimi sudah ikhlas jika tidak bisa memp
Setelah beberapa saat berpelukan, Andra dan Kiara duduk di sofa. Mereka mulai berbincang-bincang tentang masalah yang mereka hadapi. Kiara mendengarkan dengan seksama semua keluhan Andra. Ia memberikan semangat dan dukungan penuh pada suaminya.Mata Kiara bertemu dengan tatapan penuh harap Andra. Ia mengulurkan tangannya, menggenggam jemari suaminya erat."Aku yakin kita bisa melewati semua ini bersama-sama, Mas," ujarnya lembut, suaranya bagai belali yang menenangkan. "Kita harus tetap kuat dan saling mendukung."Andra mengangguk pelan. Ia merasa sangat beruntung memiliki istri seperti Kiara. Di tengah badai kehidupan yang sedang mereka hadapi, kehadiran Kiara bagaikan oase di tengah gurun. Namun, kekhawatiran masih menghantui pikirannya."Aku tahu, Sayang," jawabnya, "Tapi aku khawatir kalau Mimi akan melakukan hal-hal yang tidak terduga. Dia tidak akan menyerah begitu saja."Kiara tersenyum pahit. Ia pun merasakan kegelisahan yang sama. "Aku juga khawatir," akunya, "Tapi kita tidak
Andra merasa detak jantungnya semakin cepat saat dia mencoba membujuk Mimi. Darah mengalir dari luka di tangan Mimi, dan perban yang Andra pasang terlihat kurang rapi.“Mimi,” bisik Andra, “kita harus segera ke klinik. Lukamu perlu diperiksa lebih lanjut.”Mimi menatap Andra dengan mata yang penuh ketakutan, tapi akhirnya mengangguk setuju. Mereka berdua berjalan pelan menuju mobil, Andra memastikan Mimi tetap tenang. Di dalam hati, Andra berdoa agar luka Mimi tidak terinfeksi.Mimi memandang Kiara dengan mata tajam, senyumnya menyiratkan kepuasan. Andra merasa jantungnya berdebar.“Kiara,” ucap Andra dengan suara bergetar, “aku akan mengantar Mimi ke klinik. Tapi setelah itu, kita harus bicara.” Kiara hanya mengangguk, dan Andra membantu Mimi berdiri.Mereka berdua keluar dari rumah, Andra memandang Kiara dengan ketegangan. Mimi berhasil membuat Andra meninggalkan Kiara sendirian. Ia merasa puas dengan keberhasilannya. Dengan begitu, ia bisa lebih leluasa untuk menjalankan rencana jah
Suara Mimi memecah keheningan di apartemen itu. Kiara dan Andra saling pandang dengan tatapan was-was. Jantung mereka berdebar kencang. Dengan langkah ragu, Andra melangkah maju. Di ruang tamu, berdirilah Mimi dengan senyum merekah di wajahnya. Tatapan matanya menusuk tajam ke arah Kiara.Mimi dengan nada mengejek. “Oh, ternyata kalian berdua ada di sini. Lama tidak bertemu, Andra. Kau terlihat segar sekali.Andra tergagap. “Mi... Mimi, apa yang kau lakukan di sini?”Mimi mendekati mereka. “Hanya ingin menyapa suami tercinta. Sudah lama kita tidak bertemu, bukan?”Kiara berdiri di belakang Andra, tubuhnya gemetar. Ia merasa seperti sedang berada dalam sebuah mimpi buruk.Kiara berusaha tenang.” Apa maksudmu datang ke sini?”Mimi tertawa kecil. “ Maksudku? Tentu saja ingin bertemu dengan orang-orang yang kucintai.”Mimi melirik ke arah perut Kiara, lalu kembali menatap Andra.“Oh ya, selamat ya. Sepertinya kau akan segera menjadi seorang ayah.”Nada bicara Mimi terdengar penuh sindiran
Kiara memeluk erat Andra, suaminya, di ambang pintu rumah mereka. Senyumnya tak henti mengembang, melupakan semua kesedihan yang pernah merundunginya. Menjadi istri kedua karena paksaan memang pahit, tapi Andra telah membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya.Pernikahan mereka memang tak lazim. Andra, pengusaha kaya raya. Kontrak pernikahan mereka jelas: Andra menginginkan bayi dari rahim Kiara, dan Kiara akan diceriakan Andra setelah melahirkan. Tak ada cinta di awal pernikahan mereka, hanya rasa saling membutuhkan. Kiara menikah demi menebus hutang keluarganya.Namun, seiring waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Kiara. Andra yang dingin dan kaku ternyata penyayang dan perhatian. Dia selalu meluangkan waktu untuk Kiara, mendengarkan ceritanya. Perhatian kecil Andra yang tulus itu menghangatkan hati Kiara yang dingin.Kiara pun berusaha menjadi istri yang baik bagi Andra. Dia menemaninya, dan selalu ada saat dia membutuhkan. Perlahan tapi pasti, Andra pun mulai luluh hatinya. Di
Hangatnya pelukan Andra menyelimuti Kiara, mengusir hawa dingin yang menyelimuti malam itu. Air mata mereka telah mengering, digantikan oleh perasaan cinta dan kasih sayang yang kembali mekar di antara mereka."Maafkan aku, Kiara," bisik Andra, suaranya bergetar. "Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakitimu."Kiara menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. "Aku tahu, Mas Andra. Aku tahu kau sangat perhatian denganku dan bayiku. Bukannya dia yang kalian tunggu sejak awal?"Andra tersenyum, senyum yang tulus dan penuh penyesalan. "Ya, kamu benar. Aku berjanji, Kiara. Aku akan menebus semua kesalahanku. Aku akan menjadi suami dan ayah terbaik untukmu dan anak kita."Kiara tersenyum, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Dia tahu bahwa Andra tulus dalam penyesalannya, dan dia ingin memberinya kesempatan kedua."Aku percaya padamu, Mas Andra," bisiknya.Andra memeluk Kiara lebih erat, merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang. Dia bersyukur karena Kiara masih mau memberinya kese
Kiara yang diliputi rasa ingin tahu, memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang asal-usulnya yang selama ini menjadi rahasia. Dia beralih ke media sosial milik adiknya, Alex, sebagai sumber informasi. Namun, karena sudah lama tidak aktif di media sosial, Kiara mengalami kesulitan dalam menemukan akun Alex yang menggunakan nama samaran.Meskipun terkendala, Kiara tidak menyerah. Dengan semangat yang kuat, dia terus mencari dan menelusuri akun demi akun. Upayanya tak sia-sia. Berkat kerja keras dan keteguhannya, Kiara akhirnya berhasil menemukan akun Alex. Rasa lega dan bahagia menyelimuti dirinya saat dia membuka profil Alex dan mulai menjelajahi kehidupan digital sang adik angkat.Kiara mulai menjelajahi postingan dan foto-foto Alex, mencari petunjuk apa pun yang bisa mengantarkannya pada informasi tentang asal-usulnya. Dia berharap bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya, siapa orang tuanya? Mengapa dia ditinggalkan? Dan apa rahasia di balik masa lalun
Di ruang tamu, Kiara dan Bi Sumi sibuk dengan kesibukan baru mereka. Membuat rajutan yang didapat teorinya dari internet. Kiara terlihat antusias dengna kesibukan barunya. Bi Sumi berceritanya dengan senyum hangat.“Nyonya, orang tua saya adalah penggemar kerajinan tangan,” katanya. “Ayah saya pandai membuat ukiran kayu, sedangkan ibu saya ahli dalam merajut dan menjahit.”Kiara terkejut. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Bi Sumi memiliki latar belakang keluarga yang kreatif. “Bagaimana mereka bertemu?” tanya Kiara.Bi Sumi mengambil napas dalam-dalam, matanya menerawang ke masa lalu. “Ayah dan ibu saya bertemu di sebuah pameran seni,” katanya. “Mereka berdua tertarik pada sebuah pameran kerajinan tangan di kota kecil tempat mereka tinggal. Ayah saya terpesona oleh ukiran kayu yang dibuat oleh ibu saya, dan ibu saya terkesan dengan kain rajutan buatan ayah saya.”Kiara merasa ada benang merah yang menghubungkan cerita Bi Sumi dengan hidupnya sendiri. Dia juga mencintai kerajinan tan
Kiara berjuang untuk mempertahankan pernikahannya dengan Andra meski tahu jika hati andra sudah kembali kepada Mimi, istri pertama. Mimi sangat licik memanfaatkan kelemahan Andra dengan menjeratnya kembali ke dalam hubungan asmara. Kiara tidak punay pilihan lain, Mimi masih istri sahnya Andra, dan tidak mungkin dia memintanya berpisah sesuai janji Andra yang dulu. Meski tahu, jika Mimi sudah jahat kepada Kiara dan juga bayi yang dikandungnya.Kiara merasa terjebak dalam perasaan yang tak berujung. Pernikahannya dengan Andra, yang dulunya penuh cinta dan harapan, kini terasa seperti medan perang. Setiap hari, Kiara berusaha mempertahankan hubungan mereka, meski tahu bahwa Andra telah kembali ke pelukan Mimi, istri pertamanya.Andra, pria yang dulu pernah membuat hati Kiara berbunga-bunga, kini menjadi sosok yang terpecah di antara dua wanita. Mimi, wanita licik yang memanfaatkan kelemahan Andra, berhasil menariknya kembali ke dalam hubungan asmara. Kiara tahu bahwa Mimi tak akan berhen
Mimi memanfaatkan situasi ini dengan cerdik. Dia tahu bahwa Andra memiliki hasrat yang tinggi ketika emosinya tidak stabil. Dengan rayuan dan perhatian yang konstan, dia perlahan-lahan menarik Andra kembali ke dalam pelukannya.Di tengah kekacauan batinnya, Andra menemukan secercah ketenangan dalam diri Mimi. Tawanya yang merdu dan sentuhan lembutnya bagaikan balsem yang meredakan luka hatinya yang tergores oleh pengkhianatan Kiara. Sejenak, Andra melupakan segala masalahnya dan tenggelam dalam perhatian Mimi yang tulus dan penuh kasih sayang.Mimi, dengan kejeliannya, melihat kesempatan ini untuk kembali merebut hati Andra. Dia tahu bahwa saat Andra dilanda emosi, hasratnya pun membara. Dengan rayuan yang menggoda dan perhatian yang tak henti-hentinya, Mimi perlahan menarik Andra kembali ke dalam pelukannya. Kata-kata manisnya bagaikan mantra yang membius Andra, membuatnya lupa akan rasa sakit yang ia alami.Andra, yang masih terluka dan rapuh, tak kuasa menolak godaan Mimi. Dia terb