Cara duduk gelisah di atas tempat tidur sambil memilin kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin. Gadis itu tidak sengaja sudah mendengar pembicaraan di antara Kafka dan Jafier. Semuanya tanpa ada yang terlewat sedikit pun.
Apa Jafier benar-benar ingin membawanya pergi?
Apakah dia harus meninggalkan Alvaro dan pergi bersama Jafier?
Bagaimana dengan nasib bayi yang masih berada di dalam kandungannya?
Sanggupkah dia memisahkan calon buah hatinya dari Alvaro?
Cara tanpa sadar menghela napas panjang. Bagaimana pun juga anak yang berada di dalam kandungannya adalah darah daging Alvaro. Dia tidak mungkin memisahkan anak itu dari ayahnya.
Bunyi kenop pintu yang diputar membuat Cara tergagap karena pintu
Loby Hotel Menara 2 Marina Bay Sands tampak ramai di jam makan siang seperti sekarang. Banyak pengunjung dari kalangan atas sedang menikmati makan siang di sana. Termasuk Alvaro dan Angela. Sepasang suami istri itu sedang menikmati makanan lezat khas Taiwan. Chinese Hot Spot Sichuan, hingga Mie Sapi yang terkenal paling enak. Saat mereka sedang asyik menikmati makan siang, ponsel milik Alvaro tiba-tiba saja bergetar. Dia hanya melirik ponselnya sekilas untuk melihat siapa yang menelepon. Alvaro tertegun sesaat karena yang menelepon ternyata Cara. Untuk apa gadis itu meneleponnya? Apa ada hal penting yang ingin Cara sampaikan? "Siapa?" tanya Angela setelah menyesap sedikit Mohito-nya. "Caramell." Alvaro melirik Angela sekilas karena ingin tahu bagaimana ekspresi wanita
Para pelayan sibuk menata beberapa makanan di atas meja makan. Jafier, Cara, Alexandra, dan si kecil Dio sudah duduk manis di sana.Cara tanpa sadar menelan ludah melihat banyaknya makanan yang disajikan oleh pelayan di mansion keluarga Mahendra. Mulai dari menu lokal sampai internasinal. Padahal ini hanya sarapan, tapi pelayan sudah menyiapkan banyak sekali makanan. Cara tidak yakin bisa menghabiskan semua makanan itu."Kakak Cantik, Dio mau itu," ucap Dio seraya menunjuk pancake yang berada di dekat Cara."Kamu mau pancake ini?" tanya Cara untuk memastikan.Dio mengangguk. Cara pun segera mengambil beberapa buah pancake untuk anak itu."Dasar manja!" cibir Jafier seperti biasa. Dia tidak suka melihat Dio yang terus mencari perhatian Cara sej
Cara terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Padahal sekarang sudah hampir jam sebelas malam. Namun, kedua mata gadis itu sampai sekarang sulit sekali untuk dipejamkan. Cara biasanya langsung tidur saat melihat bantal. Namun, entah kenapa malam ini dia tidak bisa tidur. "Ahh ...." Cara akhirnya bangun lalu duduk bersandar di ujung tempat tidur. "Kenapa aku tidak bisa tidur, sih?" gumamnya sambil mengacak-acak rambut hingga berantakan karena kesal. "Kamu belum tidur, Caramell?" Cara terkejut karena Jafier tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Aroma musk yang menguar dari tubuh lelaki itu seketika menyeruak di indra penciumannya. Jafier berjalan menghampiri Cara, lalu mendudukkan diri tepat di samping gadis itu. "Sekarang sudah hampir tengah malam, loh. Kenapa belum tidur juga, Caramell?" tanyanya seraya merapikan rambut Cara yang sedikit berantakan.
Napas Jafier terdengar teratur. Lelaki itu tertidur lelap setelah bercinta dengan Cara. Namun, berbeda dengan gadis cantik yang berada di dalam dekapannya. Cara tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang baru saja dirinya lakukan dengan Jafier.Bagaimana mungkin dia bisa bercinta dengan Jafier? Padahal lelaki itu jelas-jelas saudara kandungnya sendiri.Apa dia sudah kehilangan akal?Cara mengusap wajah kasar, ketakutan tergambar jelas di wajah cantiknya. Dia merasa sangat takut karena baru saja melakukan dosa yang sangat besar."Ya Tuhan, aku takut ...," gumamnya dengan suara gemetar.Cara tidak tahu harus berbuat apa lagi setelah ini. Dia telah gagal menjaga kehormatan yang seharusnya dia berikan untuk Alvaro. Tubuhnya kotor. Cara merasa sep
Alvaro tidak pernah berhenti tersenyum melihat gedung-gedung yang berdiri kokoh lewat kaca mobil di sampingnya. Beberapa jam yang lalu pesawat yang membawanya dari Singapura baru saja mendarat di Jakarta. Rasanya dia tidak sabar ingin sekali bertemu dengan Cara, lalu memeluk gadis itu dengan erat untuk melepas rindu karena sudah seminggu lebih mereka berpisah."Kamu ngelamunin apa sih, Al?" tanya Angela seraya menyandarkan kepalanya di lengan Alvaro.Alvaro tergagap. "Em, bukan apa-apa," jawabnya terbata-bata."Kenapa kamu tersenyum terus sejak tadi?" Angela menatap Alvaro dengan pandangan menyelidik. Entah kenapa dia merasa jika Alvaro terlihat jauh lebih bahagia sekarang."Masa, sih?" Alvaro malah bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Angela. Dia pasti sudah tidak sabar ingin bertem
"Caramell?" Alvaro cepat-cepat mengendarai Mercedes Benz G65 miliknya ke minimarket tersebut tepat setelah lampu menyala hijau. Senyum lega tercetak jelas di bibirnya setelah memastikan jika gadis yang menelungkupkan kepalanya di atas meja itu ternyata benar-benar Cara.Setelah tiga jam lebih dia berputar-putar mengelilingi kota, akhirnya gadis itu berhasil dia temukan.Alvaro geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli karena mendengar dengkuran halus yang berasal dari Cara. Ternyata gadis itu sedang tidur. Begitu lelap padahal tempat ini sangat berisik karena banyak kendaraan yang berlalu lalang.Astaga!Bagaimana mungkin Cara bisa tidur di tempat seperti ini? Apa gadis itu tidak takut jika ada orang yang ingin berniat jahat pada dirinya?Dasar ceroboh!Alvaro pun duduk di kursi kosong yang berada tepat di samping Cara, dan ikut meletakkan kepalanya di atas meja. Sepasang mata tajamnya sibuk memandangi wajah sang istri yang tidur begitu lel
Ruangan itu sangat minim penerangan. Lampu bohlam berukuran lima watt tidak cukup terang untuk menerangi ruangan berukuran 6 x 8 meter tersebut. Banyak barang-barang yang tidak terpakai berada di sana. Semua terlihat usang dan berdebu. Lantainya pun kotor. Minimnya ventilasi membuat udara terasa sangat pengap. Sebuah kasur lantai tipis dan kotor menjadi tempat tidur Cara malam ini. Gadis itu membiarkan semua bajunya tetap berada di koper karena tidak ada lemari untuk menyimpan pakaian. Cara beringsut di sudut gudang karena banyak tikus dan kecoa yang berkeliaran di sekitarnya. Dia merasa takut sekaligus jijik dengan binatang tersebut. Jam terus berputar. Tidak terasa sekarang sudah hampir tengah malam. Namun, rasa kantuk seolah-olah enggan menghampiri Cara. Gadis itu tidak bisa tidur. Bagaimana mungkin Cara bisa tidur di tempat yang kotor dan tidak nyaman seperti itu. Apa ini hukuman yang Tuhan berikan untuknya karena telah mengkhianati Alvaro?&
Alvaro melirik Angela yang tidur lelap di sampingnya. Dengan hati-hati dia turun dari atas tempat tidur agar tidak membangunkan Angela. Alvaro ingin pergi ke kamar Cara untuk melihat keadaan gadis itu. Alvaro memutar kenop pintu kamar Cara dengan pelan. Istri keduanya itu sedang tidur menghadap ke tembok dengan selimut tipis yang menutupi tubuhnya. Helaan napas panjang sontak lolos dari bibir Alvaro saat melihat jemari Cara yang penuh dengan luka. Gadis itu bekerja terlalu keras melaksanakan setiap perintah yang keluar dari bibir Angela tanpa sepengetahuan dirinya. Andai saja dia tahu, dia pasti akan melarang Cara mengerjarkan semua pekerjaan rumah demi menjaga bayi yang berada di dalam kandungannya. Alvaro pun mengambil kotak P3K. Dengan penuh pengertian mengobati jemari Cara yang terluka. "Aku tidak suka melihatmu sakit. Jangan sakit lagi ya, Caramell?" Alvaro mengecup jemari Cara dengan penuh sayang. Semoga saja jari gadis itu lekas membaik
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di