Alvaro menatap nanar undangan pernikahan berwarna biru navy yang berada di tangannya. Di undangan tersebut tersebut tertulis jelas nama kedua calon mempelai, Caramell dan Kafka.
Alvaro tersenyum kecut lalu mengusap air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka akan mendapat udangan yang di dalamnya tertulis nama mantan istrinya dengan lelaki lain. Seharusnya namanya tertulis di undangan tersebut bersama Cara, bukan Kafka.
Alvaro menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Sedikit pun dia tidak pernah membayangkan Cara akan menikah dengan Kafka. Sebentar lagi belahan jiwanya akan menjadi milik lelaki lain.
Hidupnya benar-benar hancur sekarang. Rasanya dia ingin sekali mati karena tidak sanggup melihat gadis pujaannya bersanding dengan lelaki lain.
"Ah ...." Alvaro meremas undangan yang
Cara menjalani kehidupan yang begitu berat. Apa lagi orang yang dia cintai berada sangat jauh darinya.Kondisi Kafka drop setelah melewati proses pernikahan yang begitu melelahkan. Lelaki itu langsung dibawa ke Singapura untuk menjalani pengobatan agar bisa sembuh, tapi Tuhan malah berkehendak lain. Kafka meninggal dunia setelah enam bulan setelah berjuang keras melawan penyakitnya.Cara merasa sangat terpukul atas kepergian Kafka. Dia terus dihantui perasaan bersalah bersalah karena belum sempat membahagiakan Kafka di sisa akhir hidupnya.Apakah ini salah satu rencana Tuhan agar dia bisa bersatu lagi dengan Alvaro?Agar dia bisa membesarkan Mello bersama bersama Alvaro.Agar dia bisa menyaksikan tumbuh kembang buah hatinya itu sampai dewasa.
"Anda serius tidak mau, Tuan Alvaro?"Tubuh Alvaro menegang. Tatapan kedua matanya terpaku pada seorang gadis yang memakai gaun sabrin berwarna peach tanpa lengan yang berdiri tidak jauh darinya.Waktu seolah-olah berhenti bergerak, dunia seolah-olah berhenti berputar, suara-suara di sekitarnya pun mendadak lenyap. Hening.Meskipun Paradisso Club minim dengan penerangan, Alvaro masih bisa melihat dengan jelas kalau gadis berambut cokelat itu adalah Cara. Mantan istri keduanya itu ternyata benar-benar ada di hadapannya sekarang. Rasanya seperti mimpi."Ca-Caramell?!" Suara Alvaro tercekat di tenggorokan. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat saat menatap Cara.Dua sejoli yang sudah lama terpisah jarak dan waktu itu akhirnya bertemu. Perasaan
"Kenapa kamu repot-repot memasak, Caramell? Biar Bibi yang memasak." Bik Arum begitu terkejut mendapati Cara sudah ada di dapur pagi-pagi."Ndak apa-apa, Bik." Cara malah tersenyum lalu melanjutkan kembali masakannya. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa membuat makanan lagi untuk Alvaro dan Mello.Cara mematikan kompor karena nasi goreng buatannya sudah matang, setelah itu menatanya di atas meja makan. Aroma lezat yang menguar dari nasi goreng buatannya menyeruak memenuhi ruang makan. Benar-benar menggugah selera."Astaga, Caramell. Kamu yang buat semua makanan ini?" Mulut Mama menganga lebar melihat banyaknya makanan yang ada di atas meja makan. Ada nasi goreng, telur dadar, roti bakar, dan salad sayur."Iya, Tante," jawab Cara malu-malu."Sudah berapa kali mama bilang, jangan panggil mama tante. Mengerti!" perintah Mama tidak bisa dibantah. Wanita paruh baya i
Adisty menatap Alvaro tanpa berkedip. Gadis itu tidak pernah menyangka jika lelaki yang sedari tadi terus menganggu pikirannya kini berada tepat di hadapannya. Selain tampan, ayah kandung Mello tersebut ternyata memiliki hati yang sangat baik.Kening Alvaro berkerut dalam menatap gadis berambut hitam sebahu yang duduk di samping Sadewa. "Sepertinya saya pernah melihat Anda. Anda guru Mello, kan?"Adisty tergagap. Dia cepat-cepat mengubah raut wajahnya agar terlihat tenang. "I-iya," jawabnya.Alvaro tersenyum hangat. "Pantas saja wajah Anda terlihat tidak asing. Ternyata saya pernah bertemu beberapa kali dengan Anda saat mengantar Mello sekolah.Sadewa diam-diam memperhatikan Adisty. Putri kesayangannya itu tampak malu-malu dan salah tingkah. Apa Adisty menyukai Alvaro?"Saya Alvaro Dinata, ayah kandung Mello," ucap Alvaro memperkenalkan diri.Adisty menyambut uluran tangan
Jantung Adisty berdebar hebat, seolah-olah ingin meledak. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang mengepakan sayap di dalam perutnya. Rasanya sungguh gila dan mendebarkan. Adisty tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.Apa dia benar-benar menyukai Alvaro?Adisty mendudukkan diri atas tempat tidur. Sebelah tangannya terangkat, menyentuh dadanya yang berdebar hebat. "Ya Tuhan, aku kenapa? Apa aku menyukai ayah kandung Mello?"Jantung Adisty berdegup lebih kencang karena terbayang dengan senyum hangat Alvaro dan kebaikan lelaki itu. Sepertinya dia memang benar-benar sudah jatuh hati pada ayah kandung Mello tersebut.Adisty tiba-tiba beranjak menuju lemari pakaiannya yang berada di sudut kamarnya. Dia ingin memilih baju yang akan dia gunakan untuk bertemu dengan Alvaro besok. Entah kenapa dia ingin terlihat cantik di mata lelaki pemilik lesung pipi di sebelah kiri itu.Adisty tiba
Mello sejak tadi terus menoleh ke arah tangga, menunggu Cara turun agar mereka bisa sarapan bersama. Namun, Cara tidak kunjung datang padahal dia sudah menunggu lumayan lama di meja makan."Mello, makan dulu, ya?" Mama mengulurkan satu potong roti tawar dengan selai stroberi pada Mello. Namun, Mello hanya diam menatap makanan tersebut."Mello mau disuapi sama bunda. Kenapa Bunda tidak turun-turun, Nek?"Mama menghela napas panjang mendengar pertanyaan Mello barusan. Cucu kesayangannya itu memang selalu ingin bersama Cara sejak gadis itu kembali datang."Bunda sedang kurang enak badan, Sayang. Mello makan sama nenek, ya?"Mello menggeleng pelan. "Tidak mau. Mello maunya disuapi sama bunda."Alvaro meletakkan sendoknya. Sepasang
Sepasang calon pengantin biasanya sering baradu pendapat, bahkan bertengkar menjelang hari pernikahan. Seperti yang dialami oleh Cara dan Alvaro. Mereka sekarang sedang berada di salah satu butik yang paling terkenal di Ibu Kota untuk memilih gaun pengantin. Namun, mereka belum juga menemukan gaun pengantin yang cocok karena Alvaro selalu saja menemukan kekurangan di gaun yang Cara pilih."Punggungnya terlalu terbuka.""Bagian depannya terlalu pendek, kaki jenjangmu jadi kelihatan.""Kamu ingin memperlihatkan punggung polosmu ke lelaki lain? Aku tidak suka gaun itu. Ganti!"Cara menghela napas panjang untuk menahan emosinya agar tidak meledak. Rasanya dia ingin sekali menendang Alvaro keluar dari butik untuk melampiaskan kekesalannya karena Alvaro sejak tadi mengatakan tidak suka pada
"Ca-calon istri?" Jantung Adisty mencelus. Darah di dalam tubuhnya seolah-olah berhenti mengalir. Dia bergeming. Kaku.Alvaro baru saja melambungkan angannya setinggi-tingginya, tapi lelaki itu malah tega menjatuhkannya dalam sekejab. Adisty jatuh terjerembab. Rasanya benar-benar menyakitkan.Adisty menatap nanar Alvaro yang suka sekali menggoda Cara hingga membuat pipi gadis itu bersemu merah. Pemandangan yang sangat manis bagi siapa pun yang melihatnya, tapi tidak baginya.Entah kenapa udara di sekitarnya seolah-olah berubah menjadi seperti karbon diksida yang begitu mencekik leher. Dadanya sesak. Kaca-kaca di mata Adisty perlahan pecah. Tatapan gadis itu pun berubah menjadi buram. Kedua mata Adisty terasa sangat perih. Namun, hatinya jauh lebih perih melihat kemesraan antara Alvaro dan Cara.Adisty menarik napas dalam-dalam. Mati-matian dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di depan mereka.
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di