Cara mengerjabkan mata perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Kening gadis itu berkerut dalam ketika mendapati Alvaro sudah tidak ada di sampingnya. Cara merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku sebelum mendudukkan diri di atas tempat tidur.
Ibu kandung Mello itu sontak menoleh ketika mendengar pintu kamarnya terbuka. Alvaro masuk ke dalam kamar sambil membawa sebuah nampan berisi segelas susu dan setangkup roti bakar.
"Selamat pagi, Istriku." Alvaro mengecup bibir Cara sekilas sebelum meletakkan nampan tersebut di meja kecil samping tempat tidur.
"Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak?" tanyanya seraya mendudukkan diri di samping Cara.
"Nyenyak sekali," jawab Cara. "Kamu nggak kerja?" tanya gadis itu setelah melihat jam yang menempel di dinding kamar mereka. Ternyata sekarang sudah hampir jam setengah sembilan pagi.
"Long time no see, katamu?" sengit Mama dengan mata melotot. Sebelah tangan wanita paruh baya itu refleks memukul belakang kepala Alvaro dengan cukup keras untuk melampiaskan kekesalan.Mama benar-benar kesal karena Alvaro tidak memberi tahu kalau cucunya sudah lahir ke dunia. Padahal dia sudah menanti kehadiran Mello sejak lama."Aduh!" Alvaro meringis sambil mengusap belakang kepalanya yang sakit. "Kenapa Mama memukul kepalaku?" sengitnya tidak terima."Kenapa kamu tidak memberi tahu kalau cucu Mama sudah lahir, Alvaro?" geram Mama terdengar kesal. "Bik Arum tadi bilang kalau Mello sudah berumur satu bulan. Kamu ini benar-benar ...."Mama geleng-geleng kepala. Kali ini dia merasa sangat kecewa dengan Alvaro.Alvaro terus mengusap belakang kepalanya sambil memikirkan alasan agar Mama tidak semakin marah dan curiga kalau Mello sebenarnya anak kandung Cara, bukan Angela."A
Cara sontak melirik Alvaro yang berdiri di depan pintu kamarnya sambil menggendong Mello. Penyesalan dan rasa bersalah terpancar jelas dari kedua sorot mata lelaki itu.Alvaro merasa sangat bersalah sudah mengatakan pada Mama jika anak Cara sudah meninggal. Dia benar-benar bingung mencari jawaban yang tepat saat Mama bertanya di mana anak Cara tadi"Sorry ...," ucapnya tanpa suara pada Cara.Wajah Cara sontak mengeras, amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah cantiknya. Alvaro benar-benar keterlaluan mengatakan pada Mama jika anak kandungnya sudah meninggal.Padahal Mello masih hidup sampai sekarang. Malaikat kecilnya itu bahkan tumbuh dengan sangat baik dan sehat. Apa Alvaro tidak bisa memilih alasan lain untuk membohongi Mama?Kenapa lelaki itu mengatakan kalau anak kandungnya sudah meninggal?Astaga!Helaan napas panjang keluar dari bibir manis Ca
Tempat itu sangat ramai. Semua kursi terisi penuh oleh orang-orang yang ingin melihat balap motor nomor satu di dunia. Kebanyakan dari mereka memakai baju berwarna kuning dan membawa bendera kecil dengan nomor 46. Termasuk Angela dan Allendra. Mereka sekarang sedang berada di sirkuit Le Mans. Mumpung ada di Paris, Allendra dan Angela tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat Moto GP yang diadakan di sana. Lagi pula besok lusa mereka harus kembali ke Indonesia untuk melanjutkan rencana mereka yang sempat tertunda karena visa Angela bermasalah. Pertandingan berlangsung sangat seru. Para pembalap memacu kuda besinya dengan kecepatan maksimal yang mereka mampu agar bisa tiba di garis finish paling depan. Angela tanpa sadar menahan napas saat pembalap favoritnya beradu kecepatan dengan pembalap lain di tikungan. Jantungnya nyaris saja
Allendra sontak menatap makanan yang terbuat dari hati angsa yang dibakar dengan saus khas sehingga rasanya menjadi sangat lezat dan segelas cocktail yang terbuat dari aneka campuran champagne dan minuman alkohol bercita rasa blackberry.Allendra sangat menyukai Kir Royale karena minuman tersebut memiliki rasa buah beri yang cukup kuat dan segar."Kenapa kamu diam saja, Allendra? Apa kamu tidak suka dengan makanan yang Mama pesan?" Mama menatap Allendra dengan alis terangkat sebelah karena putra kandungnya itu hanya menatap makanan yang dia pesan.Allendra menggeleng pelan karena Foie Gras memang menjadi salah satu makanan favoritnya selama tinggal di Paris. Dia bahkan biasa makan hati angsa yang dibakar itu sampai tiga kali dalam seminggu.Namun, selezat apa pun makanan tersebut tidak akan mampu menandingi lezatnya masakan buatan Mama. Sampai sekarang pun masakan Mama masih menempati urutan pertama makanan paling enak yang pernah Allendra mak
Angela memasuki loby hotel tempatnya menginap bersama Allendra dengan senyum cerah karena pembalap favoritnya keluar menjadi juara. Rasa kesal karena Allendra pergi meninggalkannya di tengah pertandingan untuk bertemu dengan Mama akhirnya terbayar sudah. Sebelum pulang dia mampir ke sebuah minimarket untuk membeli beberapa kaleng minuman berakohol dan makanan ringan karena ingin merayakan kemenangan pembalap favoritnya bersama Allendra. Rasanya pasti sangat seru dan menyenangkan.Angela menekan tombol lift yang ada di hadapan. Seringaian kecil muncul di bibirnya melihat sepasang kekasih sedang asyik berciuman tanpa malu saat pintu lift di hadapannya tersebut terbuka.Dengan santai dia masuk ke dalam lift mengabaikan kedua orang yang sedang bercumbu tersebut. Mereka masih asyik berciuman, bahkan saling melumat dan bertukar saliva tanpa memedulikan kehadirannya karena hal seperti ini sudah dianggap wajar di negara mereka.An
Alvaro sangat panik karena Cara malah menangis tersedu-sedu. Dia pun menuntun gadis itu duduk di gazebo yang berhadapan langsung dengan kolam renang. "Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kamu menangis?" tanya Alvaro terdengar khawatir. "A-aku takut sekali, Alva ...," jawab Cara di sela isak tangisnya. "Apa yang kamu takutkan, Sayang?" Alvaro mendekat, dengan penuh pegertian dia mengusap air mata yang membasahi pipi Cara. "Apa lelaki berengsek itu menemuimu lagi?" Alvaro mengedarkan pandang ke sekitar mencari keberadaan Jafier. Dia bersumpah akan membunuh lelaki itu dengan kedua tangannya sendiri jika berani menyentuh Cara. Cara menggeleng pelan membuat Alvaro bertanya-tanya hal apa yang membuat istri keduanya itu menangis te
"Kak Alexandra, jangan seperti ini ...." Cara mendesah panjang. Dia tidak pernah menyangka Alexandra rela bersimpuh di kakinya demi mendapatkan kata maaf darinya."Jafier sudah mendapat hukuman atas perbuatannya. Tolong maafkan Jafier, Caramell." Setitik air mata jatuh membasahi pipi Alexandra karena teringat dengan Jafier yang masih terbaring tidak sadarkan diri rumah sakit sampai sekarang.Jafier mengalami gagar otak karena Alvaro memukul belakang kepalanya lumayan keras. Dia sempat pingsan selama tiga jam dan muntah-muntah sebelum akhirnya tidak sadarkan diri sampai sekarang.Sang kakek bahkan menarik kartu debit dan mencabut semua fasilitas yang selama ini Jafier dapatkan sebagai hukuman karena berani melawan perintahnya dan membuat keluarga besar Mahendra malu."Kak Alexandra, Cara mohon. Tolong berdirilah.""Kamu mau maafin Jafier, kan?" Alexandra menatap Cara dengan penuh harap. Dia
"Alva, bagaimana penampilanku. Apa aku terlihat cantik?"Alvaro pun memperhatikan penampilan Cara dari atas sampai bawah. Malam ini Cara memakai gaun berwarna merah muda yang memiliki belahan sampai sebatas paha dari George Chakra. Serta satu set perhiasan emas dari Stone Hange dan sepasang sitletto dari Jimmy Cho yang membuat ibu kandung Mello tersebut terlihat cantik dan anggun."Cantik," jawab Alvaro."Benarkah?""Iya, Sayang. Apa pun yang kamu pakai pasti terlihat cantik."Pipi Cara bersemu merah. Alvaro selalu saja bisa membuatnya tersipu malu. "Terima kasih," ucapnya terdengar lucu."Apa aku terlihat seperti Bunda Shim Soo Ryeon?" tanya Cara sambil mengayunkan gaunnya ke kiri dan ke kanan seperti anak kecil."Shim Soo Ryeon?" gumam Alvaro tidak mengerti. "Apa dia tetangga baru kita?"
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di