Kaisar terbangun lebih dulu meski alarm di ponselnya belum berbunyi. Ia menatap Almeera yang masih terlelap, wajahnya yang tenang membuat Kaisar tersenyum. Perlahan ia bangkit dari tempat tidur, melangkah dengan hati-hati agar tidak membangunkan istrinya.
Setelah memastikan Almeera masih tidur nyenyak, Kaisar mengambil ponselnya dan memesan sarapan dari rumah makan yang terdekat dari apartemen. Ketika pesanan sudah terkonfirmasi, Kaisar kembali duduk di tepi ranjang dan menatap Almeera yang mulai menggeliat.
“Sayang, bangun. Bayi kita membutuhkan nutrisi,” bisiknya lembut.
Almeera membuka mata perlahan, masih setengah mengantuk. Namun, ia masih mendengar ucapan Kaisar. “Aku sudah memesan sarapan kesukaanmu. Jangan pergi ke mana-mana hari ini, Sayang. Istirahat aja di apartemen.”
Almeera mengerjapkan matanya, mencoba memahami kata-kata Kaisar yang terdengar sangat protektif. “Aku tidak boleh keluar?” ta
“Mbak Meera, ayo kita cepat pulang ke rumah sekarang! Rumah kita tadi didatangi oleh Pak Harsono dan mereka memukuli Bapak,” ucap adiknya, tampak panik.DEG!Pak Harsono?Almeera yang sedang melayani pelanggan rumah makan tempatnya bekerja, sontak berhenti. Firasat buruk langsung memenuhi hati Almeera mendengar nama rentenir paling kejam di kampungnya itu.Apakah ayah tirinya kembali membuat ulah?Memang sejak Ibunya meninggal, pria paruh baya itu semakin tak bisa diandalkan. Kerjanya hanya berjudi dan mabuk-mabukan–membuat keluarganya semakin terjerat dalam tumpukan utang.“Baik, Mbak akan pulang. Tunggu di sini dulu, Rifki, Mbak akan berpamitan kepada Bu Sri,” ucapnya, lalu segera menemui sang pemilik rumah makan. Untungnya, bos Almeera mengizinkan walau gajinya harus dipotong dua ratus ribu.Tapi, Almeera tak peduli.Bersama sang adik, dia pun bergegas keluar dari rumah makan itu.Secepat mungkin, keduanya berlari.Namun ketika mereka tiba di rumah, kaki Almeera melemas.Kondis
Tanpa pikir panjang, Almeera menggendong tubuh Rifki menuju ke taksi. Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta sopir taksi agar mengantarnya ke rumah sakit terdekat. Badannya begitu panas, hingga Rifki pun dilarikan ke ruang IGD supaya bisa dilakukan penanganan secara intensif.“Apa Anda keluarga pasien?” tanya dokter yang memeriksa Rifki.“Iya, Dok, saya kakaknya. Bagaimana keadaan adik saya, Rifki?” tanya Almeera dengan raut wajah penuh kecemasan.“Pasien menderita pneumonia akut dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Kami sudah memasangkan ventilator untuk membantu pernapasannya. Nanti pasien akan ditangani secara langsung oleh dokter spesialis paru-paru. Sekarang, Anda bisa mengurus administrasinya dulu,” ujar sang dokter.Pneumonia?Bagaimana bisa?Namun, Almeera menahan pertanyaannya itu dan langsung menemui petugas bagian administrasi. Saat bagiannya tiba, seorang wanita dengan blazer hitam memberikan penjelasan mengenai estimasi biaya perawatan. Dimulai dari tarif kama
‘Sepertinya, rumah ini telah berpindah kepemilikan,’ batin Almeera mencoba menenangkan diri. Hanya saja, Almeera sekarang tak tahu harus meminta tolong kepada siapa.Dia tak punya kenalan di kota ini.Dengan gontai, Almeera lantas memutuskan untuk berjalan menjauh dari rumah itu.Dia bahkan tak sadar sudah melewati sederet bangunan ruko yang berjajar di pinggir jalan. Dan … dalam kondisi yang hampir putus asa, Almeera justru melihat seorang pria tua yang sedang menyeberang jalan, tapi tak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya.Deg!Hati nurani Almeera langsung terusik. “Awas, Pak!” seru Almeera. Sang kakek menoleh ke arahnya dengan ekspresi terkejut.Namun, ia masih diam di tempat. Menyadari itu, Almeera berlari secepat kilat menuju ke arah sang kakek–mengambil tindakan penyelamatan. Sekuat tenaga, ia menarik lengan pria tua itu, lalu memeluknya hingga mereka terjatuh dalam posisi duduk di trotoar. Bugh!TIN!“Kalau jalan, pake mata dong! Ngaggetin tah
“Almeera kenapa kamu melamun? Ayo, masuk!” “Hah? I-iya. Opa, maaf,” kaget Almeera.Gadis itu mengiringi langkah Tuan Barata dengan perasaan canggung. Ini pertama kalinya ia melihat kediaman yang begitu mewah dan luas. Bahkan, jarak dari halaman ke pintu depan saja terhitung tiga kali lipat dari lebar rumahnya di kampung! Namun, kejutan tak berhenti di sana…..Begitu menginjakkan kaki di pintu, empat orang pelayan bergegas menyambut kedatangan mereka. “Selamat datang kembali, Tuan Besar. Apakah Anda ingin makan siang?” sapa salah satu pelayan yang sepertinya paling senior.Tuan Barata tampak mengangguk santai. “Makan siangnya nanti saja, Bi Yuli. Untuk sekarang, tolong obati luka di siku dan lutut Almeera, lalu buatkan teh herbal untuknya.”“Oh, iya. Jangan lupa, ambilkan salah satu baju milik Karenina untuk Almeera.”“Maaf? Baju Nyonya Muda untuk Nona ini?” tanya Bi Yuli, terkejut. Almeera sampai menengok. Entah mengapa, dia merasakan perempuan berseragam hitam itu meliriknya d
“B-bukan, Tuan,” jawab Almeera ketakutan, “Sa–saya…”“Lepaskan Almeera, Kaisar! Opa yang menyuruh Bi Yuli untuk memberikan baju Karenina kepada Almeera, karena dia sudah menyelamatkan hidup Opa. Tanpa Almeera, Opa sekarang sudah tertabrak mobil.”Melihat sang cucu tampak menyakiti Almeera, Tuan Barata segera turun tangan melepaskan tangan Kaisar yang mencengkeram lengan Almeera. Kini kedua alis Kaisar langsung tertaut membentuk satu garis lurus. “Si Mata Empat ini menyelamatkan Opa? Apa aku tidak salah dengar?” ulangnya.“Tidak, Kaisar. Almeera mempertaruhkan nyawanya demi Opa, dan Opa sudah memilih dia untuk menjadi istri keduamu.”Duar!Perkataan Tuan Barata bagaikan petir yang menyambar Almeera di siang hari. Sungguh, menikah dengan Kaisar saja tidak mau.Apalagi harus jadi istri kedua darinya? Lebih baik, dia susah payah mencari biaya rumah sakit sang adik daripada menjadi perusak rumah tangga wanita lain! Almeera hendak berbicara, tapi Kaisar ternyata lebih cepat! “Nina masi
Cukup lama, Almeera terdiam. Kenapa pria ini harus memiliki istri kedua untuk mendapat keturunan?Tapi, Almeera ragu bertanya.Salah-salah, dia bisa menyinggung Kaisar dan berakhir dipenjarakan!“Ehem….”Deheman Kaisar menyadarkan Almeera dari lamunan. Seketika, gadis itu menyadari bahwa Kaisar tengah menatapnya tajam. “Bagaimana? Kau setuju, kan?”Almmera meremas jemari tangannya.Dia masih ragu. Tapi, biaya perawatan sang adik sulit ditolaknya.Jadi, tak apa bila dia harus berkorban sedikit demi kesembuhan dan masa depan adiknya, kan?“Kalau begitu … saya setuju, Tuan,” cicit Almeera pada akhirnya.Sementara itu, Kaisar tersenyum sinis. “Sebenarnya, aku yakin kamu pasti setuju. Bukankah ini yang kamu inginkan, mendapatkan uang dengan cara mudah dan lolos dari kesalahanmu?” tuduhnya.Deg!Almeera hendak membalas ucapan pria itu, tetapi Kaisar sudah beranjak dari kursinya dengan sorot mata dingin. “Berikan nomor ponsel dan kartu identitasmu.”Ck! Almeera sebenarnya tak mau. Tapi,
“Nona Almeera?” Panggilan dari seberang menyadarkan dari lamunan.Gadis itu sontak menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab. “Iya, Tuan, ada apa?” “Tolong, temui saya segera di Kafe Upgrade, sebelah kanan poliklinik anak. Saya ada di meja nomor sebelas, Nona,” ujar sang pengacara.“Baik, Tuan, saya akan ke sana sekarang.”Almeera pun merapikan diri sejenak. Sesudah menitipkan Rifki pada perawat, gadis itu turun dengan lift untuk menuju ke lantai satu dan menemukan kafe yang dimaksud oleh sang pengacara. Pandangan matanya mengarah kepada seorang pria berkacamata yang mengenakan dasi berwarna biru. Pria itu juga membawa tas kerja berukuran besar. Almeera yakin bila dia adalah pengacara yang diutus oleh Kaisar.“Halo, Pak Arjuna?” sapa Almeera.“Halo, Nona Almeera. Saya Arjuna Handoko, pengacara yang mewakili Tuan Kaisar. Silakan duduk, Nona,” kata pria itu memperkenalkan diri. Tak berselang lama, Tuan Arjuna menyodorkan map berwarna merah ke tangan Almeera. “Saya akan lan
Sambil menjaga Rifki, Almeera memikirkan nasibnya di kemudian hari. Bagaimana tidak. Meski hanya menjalani sebuah pernikahan kontrak, dia tetap akan menjadi wanita yang kedua. Dengan kata lain, dia akan menyakiti hati dari istri pertama Kaisar. Hingga detik ini, Almeera belum mengerti kenapa Tuan Barata memaksa sang cucu untuk menikah lagi. Padahal, istri Kaisar yang bernama Karenina itu sedang terbaring koma. Bukankah kesannya ini sangat keterlaluan?‘Aku harus menjaga jarak dari Tuan Kaisar. Kalau bisa, aku akan minta izin untuk tinggal di tempat yang terpisah setelah dilakukan inseminasi.’ Almeera membatin di dalam hati, berusaha menguatkan dirinya sendiri. Rasa lelah membuat Almeera tertidur di samping brankar sang adik. Hingga suara ketukan di pintu membuatnya tersentak kaget. Tak disangka pagi sudah menjelang. Buru-buru, Almeera memakai kacamata dan mengikat rambutnya asal-asalan. “Selamat pagi, apakah Adik Rifki tidur nyenyak semalam?” tanya sang perawat yang bertugas pagi i