Selama mengenal ibu mertuanya, sekali pun Amanda tidak pernah melihat wajah menyeramkan wanita itu. Bukan menyeramkan seperti hantu, melainkan ekspresi marah atau kesal. Berbeda dengan kali ini, wajah wanita tua itu terlihat sedikit memerah dengan ekspresi tidak menyenangkan untuk dilihat sama sekali. Saat ini Amanda hanya bisa menunduk, berpura-pura tidak bisa melihat wanita itu saking merasa bersalah.
Ia memang bersalah karena sudah dengan sengaja membuat wanita itu terkena cipratan adonan telur dan gula yang tengah dirinya campur menggunakan alat mixer, tetapi sekali lagi sungguh Amanda tidak merasa bersalah, ia justru penasaran apakah wanita tua itu sudah kehilangan respect kepadanya atau belum.
Amanda sudah kembali berpakaian rapi dan mengeringkan rambut. Gadis itu kini tengan termenung sendiri di atas sofa seraya mencoret-coret asal buku catatan miliknya, sesekali tarikan hidung terdegar di ruangan kamar tersebut. Bola mata gadis itu memerah sebab terus mengeluarkan air mata selepas pertengkaran bersama suaminya beberapa jam yang lalu.Amanda memangis bukan karena dirinya sedih, melainkan karena masih kesal kepada pria yang sudah berbuat terlalu kasar kepadanya tersebut. Amanda pikir pria itu sudah sangat keterlaluan, dirinya hanya mengacaukan kegiatan kesukaan ibu mertuanya, tidak sampai membuat wanita itu celaka, tetapi pria tersebut langsung bereaksi secara berlebihan sampai membuat tubuhnya memar-memar, Amanda bahkan masih bisa merasakan sakit yang teramat sangat pada bagian-bagian yang pria itu cengkram.Amanda pikir pria itu benar-benar gila.Sudah kesal, Amanda juga merasa sangat kebosanan mengurung diri di kamar, tetapi untuk keluar dirinya ma
Amanda sudah mandi tiga kali meski hari belum berjalan setengahnya. Ini semua karena anak-anak menyebalkan pria itu, Amanda marah sekali kepada mereka. Saat tenggelam tadi, Amanda benar-benar ketakutan, ia panik dan tidak bisa bernapas, sampai berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir dirinya hidup di dunia.Untung saja pria itu datang ke area kolam renang dengan tepat waktu kemudian menyelamatkannya. Bagaimana kalau tidak? Sudah dipastikan apa yang ada dalam pikirannya ketika tenggelam tersebut benar-benar akan terjadi.Anak-anak pria itu sungguh mengerikan. Bagaimana bisa bocah sekecil mereka sudah berani berbuat yang dapat menyebabkan nyawa orang lain melayang, padahal ia sudah memberitahukan sebelumnya bahwa dirinya tidak bisa berenang, mereka masih saja menjailinya dengan membiarkan ia jatuh ke dalam kolam.Tubuh Amanda masih bergetar ketakutan walau kini dirinya sudah kembali membersihkan diri dan mengganti pakaian, kejadian tenggelam beberapa menit yan
“Kenapa kamu tutup mata?” bisik Rendra tepat di depan wajah Amanda.Napas beraroma mint milik pria itu menerpa wajah Amanda membuat gadis itu segera membuka mata. Amanda sedikit tersentak begitu mengetahui bahwa wajahnya dan wajah pria itu begitu dekat, Amanda pikir setelah melontarkan pertanyaan pria itu menjauhkan diri, tetapi ternyata tidak sama sekali.Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Tidakkah dirinya menyadari bahwa Amanda merasa sangat malu saat ini, memejamkan mata padahal tidak terjadi apa-apa. Amanda malu sekali, ia takut pria itu akan berpikir macam-macam karena hal tersebut.“Ingin berciuman?” Pupil mata gadis itu melebar, terkejut mendengar pertanyaan frontal suaminya.Bagaimana bisa pria itu menebak dengan tepat sesuatu yang ada di pikirannya?“Ja-jangan sembarangan!” seru Amanda gugup sekaligus merutuki diri dalam hati karena telah berpikir kotor mengenai apa yang akan pria itu lakukan ketika
Rendra mengantar kedua anaknya hingga sampai di depan gerbang sekolah. Sementara Amanda hanya duduk diam di dalam mobil seraya melipat kedua tangan di dada, matanya menatap lurus ke depan memerhatikan Rendra yang tengah mencium kening Mikayla dan mengusap kepala Dean secara bergantian.Mereka berangkat menggunakan kendaraan yang sama untuk melakukan aktivitas masing-masing, Dean dan Mikayla yang ingin pergi ke sekolah, Amanda yang ingin pergi ke kampus, dan Rendra sendiri yang akan berangkat menuju tempat kerjanya.Padahal Amanda sudah menolak diantar oleh pria itu, tetapi pria itu bersikeras ingin mengantarnya, ditambah lagi ibu mertua ikut menyuruhnya ikut dengan pria itu. Amanda semakin terpaksa menurut sehingga kini dirinya berada di depan sekolah tempat kedua anak tirinya menimba ilmu.Rendra mengantar kedua anaknya lebih dahulu dengan dalih takut mereka akan telat, padahal tempat Dean dan Mikayla lebih jauh dari kampus Amanda, tetapi entah mengapa pria itu
Amanda dengan lesu berjalan ke arah gedung fakultasnya untuk kemudian masuk ke kelas yang akan dimulai setengah jam lagi. Suasana hati Amanda telanjur buruk untuk hari ini karena jadwal sialan yang dibuat oleh pria menyebalkan yang sayang adalah suaminya.Kalau sudah begini Amanda harus apa? Seluruh kegiatannya sudah dibatasi. Ia harus langsung pulang jika seluruh kelas sudah selesai, hancur sudah bayangan menyenangkan Amanda mengenai bersenang-senang bersama Francie dan Divya.Amanda merasa payah, dirinya hanya bisa benar-benar bebas seperti burung-burung yang berterbangan di langit hanya dua hari saja, selebihnya ia dimasukan ke dalam sangkar kembali.Lagi-lagi hidup tidak adil kembali dijalaninya.Amanda menemukan kelasnya, ia langsung masuk bersama mahasiswa lainnya yang sudah datang, masih banyak waktu sehingga di kelas bisa dihitung dengan jari, tetapi di antara semuanya Amanda melihat Francie dan Divya sudah duduk berdampingan dengan jarak satu ban
Alex menjatuhkan punggung pada sandaran kursi, sementara salah satu tangan memegang dada bagian kirinya seolah kaliamt yang Amanda katakan benar-benar membuatnya serangan jantung. Itu memang terlalu berlebihan, tetapi perasaannya memang terluka mendengar kekasih yang selama ini dirinya jaga kini telah disentuh oleh pria lain walau itu oleh suaminya sendiri.“Aku sangat cemburu,” ucap Alex secara terang-terangan.Amanda menatap Alex dengan bibir yang sedikit mencebik, merasa bersedih untuk laki-laki itu. Amanda yakin pasti Alex yang mendengar penjelasannya juga merasa sangat berat, tetapi itulah kenyataan yang sebenarnya.Amanda tidak tahu apakah saat ini dirinya harus merasa lega atau bagaimana. Di satu sisi ia memang lega karena sudah jujur dengan pacar yang sangat dicintainya itu, sisi lain ia juga merasa sangat sedih karena melihat reaksi Alex yang diluar dugaannya, ia pikir Alex akan langsung mengamuk, tetapi ternyata tidak sama sekali.Na
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Rendra membuka pintu mobilnya begitu berhenti di depan sebuah gerbang rumah, indra penglihatannya tertuju pada seseorang yang tengah berjongkok seraya menelangkupkan kepala di hadapan kendaraannya. Ia mengenal betul orang tersebut, tetapi pertanyaannya adalah apa yang sedang orang ini lalukan?Pria tersebut berjalan menghampiri, kemudian berhenti dan berdiri menjulang benar-benar di hadapannya.“Apa yang sedang kamu lalukan?” Rendra mengutarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Namun Amanda tidak kunjung mengangkat kepala dan menjawab pertanyaannya, gadis itu masih setia menelangkupkan kepalanya. Hal itu membuat Rendra menghela napas panjang.“Ayo pulang,” ucapnya sekali lagi.Ia ke sini memang untuk menjemput Amanda, ia pikir akan sulit mengajak istrinya ini pulang, tetapi ternyata Amanda suadah ada di luar rumah sedang melakukan hal aneh pula. Kenapa gadis itu tidak masuk ke rumah?Apakah gadis itu diusir oleh keluarganya sebab terlalu lama menginap dan tidak mau pulang ke rum
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
Amanda memunguti puing-puing ponselnya yang hancur.Sedari awal, dirinya yang berniat membuat pria itu marah, tetapi justru saat ini dirinyalah yang dibuat marah oleh pria itu. Amanda marah hinga rasanya ingin mengamuk.Tidak terbayang sebelumnya bahwa pria itu akan semarah ini. Dalam pikirannya saat ia memberitahukan kepada pria itu bahwa dirinya memiliki kekasih yang dicintai, setidaknya ia mendapat satu tamparan atau mahakarya memar seperti tempo hari, tetapi ternyata dirinya salah, pria itu justru membuat ponselnya yang berharga menjadi seenggok sampah yang tidak bermanfaat sama sekali.Amanda siap jika pria itu ingin menyakiti fisiknya, tetapi untuk ponselnya ia sangat tidak terima karena ponsel itu benar-benar berharga untuknya. Segala sesuatu yang sangat penting tersimpan rapi di sana, tetapi sekarang benda itu sudah tidak ada.Setelah kalimat terakhirnya, pria itu entah pergi ke mana meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Amanda tidak peduli, ia j
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past