Amanda menatap tidak suka pada orang-orang yang berjaga di depan rumahnya, orang-orang bertubuh besar dengan pakaian serba hitam serta wajahnya yang bagi Amanda sangat menyeramkan. Orang-orang tersebut adalah orang suruhan keluarga Hartanto untuk menjaga rumahnya, lebih tepatnya adalah orang suruhan nyonya Alina, jumlahnya kalau Amanda hitung ada dua puluh orang. Mereka tersebar ke seluruh penjuru rumahnya, mulai dari halaman depan hingga halaman belakang, kemudian sisi kanan dan sisi kiri, serta setiap lekuk bentuk rumahnya.
Amanda heran mengapa kedua orang tua serta kakaknya tidak merasa risi akan keberadaan orang-orang tersebut, berbanding terbalik dengan dirinya yang benar-benar tidak nyaman juga ketakutan. Mengapa orang tuanya mau-mau saja dikirimi penjaga oleh Nyonya Alina, dan untuk apa pula Nyonya Alina mengirim penjaga sebanyak itu ke rumahnya.
Kalau Nyonya Alina tahu, tidak ada satu pun harta benda berharga yang tersisa di rumahn
Pria pemilik nama panjang Narendra Hartanto tersebut tersentak mendengar suara pintu mobil yang ditutup secara kasar, pelaku tentu adalah gadis yang beberapa hari lagi akan resmi menjadi istrinya. Seperti itu perlakuan Amanda kepadanya setiap mereka bertemu, seperti tidak ada hal baik yang dimiliki gadis itu dalam dirinya. Kalau bukan atas permintaan ibunya yang katanya ia jarang sekali mengantar dan menjemput Amanda, ia juga sangat tidak bersedia melakukan apa yang sudah dilakukannya ini. Beberapa saat lalu, Amanda bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun, kata pamit atau bahkan ucapan terima kasih karena sudah mengantar selamat sampai tujuan.Namun bukan itu yang Rendra inginkan, ia bukan pria gila hormat yang akan mengamuk bila ada seseorang yang berperilaku sedikit kurang ajar kepadanya, tetapi hanya merasa heran mengapa ibunya justru menyukai gadis yang kurang memiliki sikap sopan santun sepert
"Kita makanan dulu yuk, aku lapar belum makan apa pun dari pagi," ucap gadis manis yang mencepol rambutnya tersebut diangguki gadis yang rambutnya terurai indah berwarna marun di bagian bawahnya."Ayo Man," ucap gadis rambut marun–Divya seraya meraih tangan Amanda yang terkulai lemah di kedua sisi tubuhnya, Divya mengernyitkan kening melihat Amanda yang lesu tidak bersemangat itu.Francie yang menyadari kebingungan Divya sedikit menyikut bahunya. "Sudah dari tadi seperti itu, kita makan di apartemen kamu aja, drive thru.""Baiklah," ucap Divya dan kini bersama Francie menyeret lengan kiri dan kanan Amanda yang sepertinya tidak akan bergerak sedikit pun jika tidak dengan cara seperti itu. Seraya berjalan dengan menyeret Amanda supaya berjalan agak cepat, keduanya terus bertanya apa yang telah terjadi dengan. Na
"Aku akan menikah tanggal satu besok."Baik Francie maupun Divya langsung terbatuk sedetik setelah Amanda mengutarakan kalimatnya. Keduanya secara kompak menatap Amanda dengan tatapan horor serta mata berair karena tenggorokan mereka yang sakit akibat tersedak."Jangan bercanda!" seru keduanya secara kompak, merasa tidak percaya Amanda membicarakan soal pernikahan, padahal dulu anti sekali membicarakan hal tersebut walau sudah memiliki kekasih."Kamu sudah hamil?" tanya Divya mengutarakan apa yang terlintas di kepalanya saat ini karena pemberitahuan Amanda akan menikah itu cepat sekali, hari ini tanggal 25 untuk ke tanggal satu membutuhkan hanya waktu tujuh hari, yang benar saja. Kalau Amanda tidak bercanda, kemungkinan opsi sudah hamil adalah yang paling benar.Bukan Fr
Amanda langsung terdiam mendengar pertanyaan Divya, entah dirinya harus tertawa atau menangis sekarang, yang jelas ia ingin melakukan keduanya secara bersamaan sekarang.Keterdiaman Amanda itu mengundang pemikiran lain dari Divya dan Francie, mereka benar-benar berpikir bahwa calon suami Amanda itu pria tua nan jelek, makanya gadis itu sampai tertekan tidak mau menikah seperti ini."Serius Man?" sahut kedua gadis tersebut secara bersamaan. Amanda cepat-cepat menggeleng yang mengundang helaan napas lega dari dua sahabatnya itu."Aku kira calon suamimu benar-benar pria tua jelek!" ucap Francie."Terus siapa calon suamimu, dia tampan?" Divya menyahuti karena dirinya menjadi sangat penasaran siapa calon suami Amanda hingga membuat sahabatnya itu terlihat sangat tertekan.
Amanda pulang ke rumahnya dengan taksi online, kini dirinya sudah sampai di halaman rumah. Setelah membayar, Amanda keluar dari kendaraan yang sudah membawanya selamat sampai tujuan itu, kemudian buru-buru melangkah memasuki rumahnya karena sangat takut jika harus berlama-lama melihat orang berpakaian serba hitam yang berlalu lalang di kediamannya. Marisa sedang duduk seorang diri di ruang keluarga setelah Amanda berhasil masuk. Ini belum tengah hari, tentu ayah dan kakaknya tidak ada di rumah, saat ini mungkin mereka tengah melakukan pekerjaan masing-masing, yang dirinya curi dengar semalam justru kakaknya akan pemotretan di luar kota, mungkin saja sudah berangkat atau bagaimana. Marisa tersenyum melihat putrinya yang sudah pulang, wanita itu menepuk sofa kosong di sebelahnya menyuruh Amanda untuk duduk, tetapi Amanda menghiraukannya walau melihat kode terse
Amanda membalas dengan senyuman kaku setiap tamu undangan yang memberikannya ucapan selamat. Kalau bukan karena perintah ayahnya, Amanda sangat tidak sudi menyunggingkan kedua sudut bibirnya seperti ini, lebih baik dirinya dicap buruk daripada harus tersenyum, tetapi hatinya menolak. Namun lagi-lagi, apa pun yang dirinya lakukan harus sesuai dengan apa yang diinginkan ayahnya.Amanda kini mengenakan gaun pengantinnya berpotongan sederhana, dress putih bahu terbuka dengan terusan yang tidak terlalu mengembang hingga mata kaki, seluruh gaunnya dilapisi oleh payet-payet dan mutiara yang cantik. Gaun pernikahan yang sederhana, tetapi mampu memancarkan aura kecantikan Amanda yang luar biasa walau hiasan wajahnya tidak terlalu tebal.Amanda kini telah resmi menjadi seorang istri dari seorang Narendra Hartanto, pria yang usianya 15 tahun lebih tua dari Amanda. Sampai
“Segera bersihkan tubuhmu,” ucap seseorang yang baru masuk tersebut memporak-porandakan seluruh pemikiran bahagia yang telah disusun rapi di kepala Amanda. Senyum manis yang ditampilkannya beberapa saat lalu luntur begitu saja bersamaan dengan dirinya yang berusaha mengubah posisi tubuh menjadi terduduk, gadis itu menatap tidak suka pria bersetelan formal di hadapannya.“Kenapa tidak Anda saja yang duluan?” balas Amanda secara menantang. Alih-alih mengganggu kesenangannya, bukankah lebih baik jika kita melakukannya lebih dahulu daripada memerintah orang lain? Pria itu benar-benar menjengkelkan, gadis itu menggeram dalam hati.Mendengar kalimat yang diucapkan gadis di hadapannya, Rendra menahan napas sejenak, berusaha menenangkan dirinya agar tidak meledak detik ini juga. Maksud dirinya baik menyuruh gadis itu untuk membersihkan tubuh leb
Amanda melebarkan kedua matanya tak terima mendengar kalimat yang diungkap oleh sahabatnya tersebut. “Memangnya aku barang?!”“Ya bukan, tapi malam ini kan malam pertamamu bersama si suami tampan,” sahut Francie.Divya terlihat membekap mulutnya sendiri. “Apa kami mengganggu?”“Sebaiknya kita tutup saja dulu.” Francie kembali berbicara membuat Amanda segera mengkode supaya gadis itu tidak menghentikan kegiatan mereka.“Jangan!”“Kenapa? Kita kan takut mengganggu!”Amanda berdecak sebal. “Kalian kan tahu aku nggak bakal lakuin itu!”
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraan antara Rendra dan Alina di ruang kerja pria itu, ia masih belum memberitahukan perihal rencana bulan madu kepada Amanda karena masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang sangat banyak akibat di kantornya terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan.Namun walau begitu, Rendra masih menyempatkan diri untuk mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Amanda ke kampus. Seperti biasa, dirinya terlebih dahulu mengantar Dean dan Mikayla, kemudian mengantar Amanda.Kini mobil yang dikendarai Rendra berhenti di tempat parkir universitas tempat sang istri menimba ilmu. Ia masih belum membuka kunci benda tersebut sehingga Amanda masih bertahan, padahal biasaanya Amanda akan langsung pergi begitu saja.Amanda kembali menyentuh handle pintu, mendorongnya tetapi masih belum mau terbuka. Gadis itu berdecak di dalam hati.“Saya bisa telat!” ujarnya tegas, tetapi Rendra tidak menghiraukan sama sekali. Dirinya tahu pasti pukul berapa sang istri memulai kegiatan
Amanda tersenyum canggung mendapati telapak tangan Alina bertengger di puncuk kepalanya, mengelusnya lembut seraya kedua sudut bibirnya tidak berhenti mengungkap betapa betapa bersyukurnya ia karena Amanda sudah kembali setelah lima hari meninggalkan rumah.“Nggak ada kamu di sini suasana jadi hampa,” ungkap Alina. Lagi-lagi Amanda hanya tersenyum dan mengudarakan tawa kecil, tidak tahu harus menanggapi ucapan wanita itu bagaimana.Di dalam hati Amanda mengejek, tidak percaya akan ucapan mertuanya karena selama ini keberadaannya di sini hanya sekadarnya saja, ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus daripada di rumah, tentu kehadirannya tidak berpengaruh sama sekali.Ibu mertuanya itu pasti hanya ingin membesarkan hatinya saja.“Masa sih Ma?” Akhirnya Amanda membuka suara, tidak enak juga jika terus menanggapi setiap ucapan wanita itu dengan senyum atau tawa.Alina tertawa ringan menanggapi ucapan menantunya, ia mengangguk samar.“Iya,” jawabnya. “Kalau Rendra bikin kamu marah ata
Rendra tersenyum begitu indra penglihatannya menangkap bahwa Amanda sedang memainkan ponsel yang tempo hari dirinya berikan.Ternyata walau gadis itu berkata tidak mau, tetapi tetap benda tersebut diterima juga. Rendra senang, berarti untuk masalah ponsel ini sudah selesai. Entah apa yang sedang Amanda lakukan dengan ponsel barunya, gadis itu terlihat sangat fokus sampai kehadirannya saja tidak dihiraukan.Rendra menghampiri Amanda yang tengah duduk berselonjor kaki di ranjang, kemudian duduk di sisi kosongnya. Amanda langsung mengalihkan perhatiannya begitu merasakan tempat yang tengah didudukinya bergerak. Tatapan keduanya saling bertubrukan, Amanda langsung menurunkan ponselnya.“Kenapa?” tanya Amanda heran karena suaminya tersebut tiba-tiba saja duduk di sebelahnya.“Kamu sudah putus dengan pacarmu itu?” Amanda tersenyum lebar mendengar pertanyaan tak terduga yang dilontarkan oleh suaminya.Amanda tentu sangat senang ditanya seperti itu, itu artinya dirinya tidak perlu repot-repo
Rendra membuka pintu mobilnya begitu berhenti di depan sebuah gerbang rumah, indra penglihatannya tertuju pada seseorang yang tengah berjongkok seraya menelangkupkan kepala di hadapan kendaraannya. Ia mengenal betul orang tersebut, tetapi pertanyaannya adalah apa yang sedang orang ini lalukan?Pria tersebut berjalan menghampiri, kemudian berhenti dan berdiri menjulang benar-benar di hadapannya.“Apa yang sedang kamu lalukan?” Rendra mengutarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Namun Amanda tidak kunjung mengangkat kepala dan menjawab pertanyaannya, gadis itu masih setia menelangkupkan kepalanya. Hal itu membuat Rendra menghela napas panjang.“Ayo pulang,” ucapnya sekali lagi.Ia ke sini memang untuk menjemput Amanda, ia pikir akan sulit mengajak istrinya ini pulang, tetapi ternyata Amanda suadah ada di luar rumah sedang melakukan hal aneh pula. Kenapa gadis itu tidak masuk ke rumah?Apakah gadis itu diusir oleh keluarganya sebab terlalu lama menginap dan tidak mau pulang ke rum
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
Amanda memunguti puing-puing ponselnya yang hancur.Sedari awal, dirinya yang berniat membuat pria itu marah, tetapi justru saat ini dirinyalah yang dibuat marah oleh pria itu. Amanda marah hinga rasanya ingin mengamuk.Tidak terbayang sebelumnya bahwa pria itu akan semarah ini. Dalam pikirannya saat ia memberitahukan kepada pria itu bahwa dirinya memiliki kekasih yang dicintai, setidaknya ia mendapat satu tamparan atau mahakarya memar seperti tempo hari, tetapi ternyata dirinya salah, pria itu justru membuat ponselnya yang berharga menjadi seenggok sampah yang tidak bermanfaat sama sekali.Amanda siap jika pria itu ingin menyakiti fisiknya, tetapi untuk ponselnya ia sangat tidak terima karena ponsel itu benar-benar berharga untuknya. Segala sesuatu yang sangat penting tersimpan rapi di sana, tetapi sekarang benda itu sudah tidak ada.Setelah kalimat terakhirnya, pria itu entah pergi ke mana meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Amanda tidak peduli, ia j
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past