Cesa masih shock dengan apa yang baru saja di dengar.
Hingga tanpa dia sadari Felicia telah keluar dari pantry dengan seringai merendahkan. Cesa dengan berat menelan salivanya. Dengan hati yang masih mengganjal, Cesa berjalan menuju ruangan Presdir. "Permisi Pak, Silahkan diminum!" ucapnya sambil menaruh secangkir kopi di meja Zevin. "Siapa yang menyuruhmu meletakkan di meja!" desis Zevin. "Maaf, Pak!" jawab Cesa kemudian kembali mengangkat kopi itu. Zevin hanya menatap Cesa, "Arga, Keluarlah! Segera cek yang saya informasikan barusan!" titahnya tanpa melihat Arga. "Baik, Pak tentang kalung atau rekan yang—" Belum sempat melanjutkan ucapannya, Zevin lebih dulu menginterupsi, "Ya, Kalung!" Arga mengangguk dan kemudian undur diri. "Letakkan!" titah Zevin setelah Arga menutup pintu. Setelah meletakMalam itu, Cesa menggandeng tangan suaminya menuju sebuah Bar terkenal kota tersebut. Jantung Cesa berdetak kencang. Kala melihat Zevin mulai mengeksekusi rekan bisnisnya. Setelah beberapa saat lalu anak buahnya berhasil mendapatkan video syur rekan bisnisnya—Sandoro Adiguna. Zevin masuk menghampiri rekannya yang tengah duduk di meja besar. "Wah, sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Presdir Zevin Atmaja!" sapa Sandoro sambil berdiri, "Surprise, ternyata kau punya mainan yang sangat cantik!" lanjutnya sambil melirik Cesa. Cesa hanya diam saja dan merasakan tangannya yang di gandeng menegang. Cesa bisa merasakan jika Zevin tengah marah dan meremas kuat tangannya. "Terima kasih atas sambutanmu, Tuan Sandoro!" ucap Zevin dingin. "Silahkan duduk, T
Cesa terpekik karena sakit di bibirnya yang luar biasa. Setelah itu, Zevin menghentikan serangannya. Darah menetes tadi bibir Cesa yang terluka, membuat Zevin menatap penuh seringai bengis. "Itu hukuman yang sepadan untuk bibirmu!" desis Zevin. Cesa dengan mata menyala menatap Zevin balik. Tak ada ketakutan, hanya kemarahan yang tersirat. Harga dirinya telah jatuh saat Zevin melecehkannya di depan Arga, tak ada lagi yang ditakuti Cesa. "Bapak seperti Binatang!" pekik Cesa marah. Bukannya mengerti, Zevin justru semakin naik pitam pada Cesa. "Kau pikir, Kau cukup menarik untukku? Kamu terlalu berfikir jauh! Jangan-jangan kamu marah karena aku tak melanjutkannya?" sarkas Zevin. Hancur lagi hati Cesa yang baru saja membuncah karena mengetahui Zevin
"Jalang! Kau benar-benar jalang cilik! Kau tidak lagi perawan!" desis Zevin di telinga Cesa. Sontak Cesa tersadar atas keterbuaiannya. Hatinya kembali remuk redam. Membiarkan Zevin memacu tubuhnya dengan cepat dengan hati tersayat bak patung porselen. Bagaimana tidak? Zevin memacunya dengan terus meracau menyebut nama Diandra— istri yang sangat dia cintai. Penghinaan yang luar biasa untuk Cesa! Tak pernah ada dalam khayalan Cesa jika suaminya akan menyentuhnya dengan membayangkan orang lain. Ekspresi wajah Cesa begitu dingin dengan tatapan mata terus mengincar Zevin yang menutup mata. Seolah, Zevin benar-benar tak sudi menatap Cesa. "Ahhh, Di! Oh Shittt ... Ssstt!" racau Zevin Air mata Cesa menetes dari ujung mata sama seperti saat kehormatannya direnggut paksa oleh Zevin. Kali ini jauh lebih s
Ucapan Zevin membuatnya menyeringai, "Lantas apa urusan, Bapak? Bukankah saya sudah melayani tamuku juga semalam!" sarkas Cesa. Zevin semakin kuat mencengkeram tangan Cesa. Perkataan Cesa benar-benar membuat Zevin merasa tak diinginkan sebagai suami. Sedang diluar sana banyak tatapan mendamba dari banyak wanita. Dan kini istrinya sendiri, menganggap melayani tamu saat disentuh Zevin. "Lalu berapa bayaran tubuhmu, untuk hari ini?" ucap Zevin dengan penuh seringai dan mulai menjalankan jari telunjuknya mengusap belahan dada Cesa naik turun. Tubuh Cesa meremang sekaligus dikuasai amarah. Cesa muak dengan kata-kata murahan, jalang, atau apapun itu! "Pasti jalang ini sangat nikmat ya, Pak! Hingga bapak menawarnya kembali? Bukankah saya tidak sexy?" ucapnya sambil berdiri. Berjalan menuju kursinya lagi, karena Cesa tidak akan membiarkan dirinya berbuai
Suara ketus Zevin membuat Cesa tersadar. Hatinya kembali tersayat. Cesa mengira setelah melakukannya berkali-kali dengan penuh ucapan mendamba, suaminya mulai menerimanya. Ah, Mengkhayal! Tidak menyebut nama Diandra bukan berarti menerima Cesa! 'Mungkin, Zevin benar-benar merasa memakai seorang pelacur' batin Cesa. Cesa bergegas karena hari mulai sore dan waktunya pulang. Mengabaikan Zevin yang masih rebahan entah sambil menatapnya atau menatap siapa, Cesa tidak peduli. Cesa kemudian keluar dari ruangan itu, dan duduk di meja sekertarisnya setelah mencuci wajahnya. Membenahi make up agar tidak menimbulkan prasangka gila para karyawan tentangnya. Walau tubuhnya terasa sangat lengket, Cesa menahan rasa itu. Setelah selesai memperbaiki, Cesa keluar dari ruangan dan pulang tanpa pamit pada Zevin. N
Diandra sontak melepaskan tangannya karena terkejut saat mendengar ucapan Zevin. Begitu juga Cesa yang sedikit tersentuh karena dibela suaminya, sekaligus diakui sebagai istri. Namun, sekali lagi Cesa membuang jauh-jauh pikirannya! Terlalu sering Zevin membuatnya tersentuh dan berharap, namun pada akhirnya dijatuhkan kembali pada rasa sakit tak bertepi. 'Dia hanya kesal pada tante Diandra, bukan benar-benar mengakuiku!' batin Cesa kemudian berlalu masuk begitu saja. Meninggalkan Diandra dan Zevin yang masih saling pandang. Tatapan nanar Diandra membuat Zevin merasa bersalah, namun dia juga terlampau kesal dengan wanita ini. Terlalu melunjak! Semua yang Diandra mau sudah Zevin berikan, namun Diandra semakin tak karuan. "Mas! Kau sudah berpaling dariku?" lirih Diandra. Zevin menghela nafas, "Kau yang berpaling dariku!"
Cesa tergeletak pingsan di kamar mandi. Beruntung, sesaat kemudian Vivian yang baru saja pulang arisan mendapati Zevin dan Diandra keluar dari kamar Cesa. Karena sangat khawatir, Vivian ingin memeriksa keadaan Cesa. Betapa terkejutnya Vivian melihat Cesa pingsan dalam keadaan yang mengenaskan. Dengan gigi geraham yang bergemeletuk menahan amarah, Vivian mengurus Cesa terlebih dahulu bersama para maid. Setelah membersihkan tubuh yang penuh tanda merah dan legam, membuat hati Vivian mencelos. Sakit! Yah, dia menyayangi Cesa seperti anaknya sendiri. Begitu dekat bahkan puluhan tahun! Jadi sakit ini juga menyakiti hati Vivian. Dipandangnya wajah cantik menantunya itu, "Maafkan Mama, Sayang! Bertahanlah sebentar lagi! Mama pastikan kau akan menjadi wanita paling bahagia di dunia!" Vivian benar-benar marah kali ini dan ingin s
Dan sudah dua bulan berjalan semenjak hari itu, Cesa menjadi semakin dingin begitu juga dengan Zevin. Keduanya tak banyak saling berinteraksi baik dikantor maupun di Mansion, karena Diandra terus mengekori Zevin. Dia tak Mau lagi kecolongan! Masa magang Cesa sudah berakhir dua minggu lalu dan dirinya mulai fokus mengurus pendaftaran wisudanya. Kebetulan Cesa hanya kurang menyelesaikan magang saja, skripsi sudah dia selesaikan sebelum magang. "Kamu haid, Sa?" tanya Vivian. Cesa mengangguk, "Iya, Mah! Ada apa?" "Tidak ada, kirain Mama tuh jadi yang waktu itu!" candanya. Cesa tersenyum, "Mama bisa aja!" "Sa, jangan didengarkan ucapan Zevin Dan Diandra, kamu jangan banyak pikiran!" ucapan Vivian. "Iya, Mah!" Yah, seperti itu selalu keluhan Vivian saat Cesa haid seperti hari ini. Cesa tak pernah menganggap serius ucapan Mama Vivian, karena bagaimana Cesa tak memikirkan jika penghinaan demi penghinaan masih kenyang dia terima. Beruntung, hati Cesa sudah
"EVE! MENYENTUH ISTRIKU SAMA SAJA MENGALI KUBURMU SENDIRI!" teriak Zevin marah. Marah, kesal, khawatir menjadi satu memenuhi dada Zevin hingga naik turun, pasalnya Eve tengah menggunakan rompi Bom. Zevin juga bisa melihat controlnya ada di genggaman tangannya. Entah dimana otak Eve dan kejahatan apa lagi yang dia rencanakan, hingga melakukan hal senekad ini. "Bahkan aku sudah menggali kuburanku sendiri, Zevin! Hingga kau tak perlu susah payah menyiapkannya untukku!" jawab Eve tanpa rasa takut. "Apa maumu?" tanya Zevin. Tidak!Apapun yang terjadi, Cesa dan anak-anak harus aman! Zevin tidak akan biarkan Eve atau siapapun menyentuh mereka. "Aku tidak ingin apa-apa! Aku hanya menjemput sepupuku untuk pulang bersama!" jawab Eve santai. "Kau gila! Kau tidak waras!" pekik Zevin kemudian menoleh sekejap, "Masuk, Sayang! Aku mohon masuklah, kau dan bayi kita harus selamat!" lirih Zevin. "Gak, Dad! Kau juga harus selamat! Ayo kita masuk bersama!" ajak Cesa. "Iya, Masuklah dulu, Saya
Cesa tiba-tiba teringat saat suaminya bermandikan darah saat tertabrak truk untuk menyelamatkannya. "Ya, kejarlah mereka dan jangan pernah lepaskan, Dad!" ucap Cesa. "Iya, Daddy harus melakukan itu! Agar tidak ada lagi korban dan juga keluarga kita aman, Sayang!" "Iya, Dad! Maafkan Mommy ya! Mommy hanya takut Daddy kenapa-napa? Semuanya bertubi-tubi dan daddy selalu terluka!" lirih Cesa. "Tapi Daddy tetap kuat dan masih bersama kamu, Sayang!" lirihnya. "Ya, Benar! Daddy sangat kuat menggendong Dares sepanjang memasuki hutan! Daddy keren! Daddy hebat!" timpal Dares. "Benar, Vista juga sangat bangga pada Daddy!" lanjut Vista. Semuanya mendukung Daddy mereka dan itu membuat Cesa tersenyum bahagia. Bersama dengan anak-anak dan suami yang sangat dia cintai adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai. "Ya, Daddy hebat!" jawab Cesa. Zevin pun demikian, tersenyum manis saat kedua buah hatinya membelanya. Hatinya menghangat saat seluruh keluarganya merasa aman dalam perlindungannya
Dengan cepat Arga menggendong Dares dan Vista, walaupun mereka berontak dan menangis. "Daddymu akan di gendong uncle Jack, Daddy harus mendapat pertolongan! Jadi jangan menangis, ayo segera keluar dari hutan ini!" ucap Arga. Sontak keduanya terdiam! Mereka mengerti dan membiarkan Daddy nya di gendong oleh seseorang berbadan kekar dan besar. Menempuh beberapa jam untuk keluar dari dalam hutan. Beruntung, kembar sangat kooperatif sekali, walaupun sesekali Vista masih menangis dipundak Arga, "Daddymu sangat kuat, tidak mungkin Daddy kalah dengan tembakan itu, Sayang!" lirih Arga. "Daddy pernah tidur lama dan tidak bangun, Uncle! Vista takut!" "Percayalah padaku!" Arga terus meyakinkan gadis kecil itu jika Daddy nya akan baik-baik saja. Empat jam lebih waktu yang digunakan untuk bisa keluar dari dalam hutan itu, dan mereka langsung menuju rumah sakit karena Zevin masih belum sadar. Hari sudah hampir petang saat mereka keluar dari dalam hutan, dan mau tidak mau, Arga harus menelp
Deg! "Kau juga bukan ayahku, Demon!" Tes! Air mata Vista tak bisa lagi ditahan saat mendengar kata-kata menyakitkan itu, sambil menatap ke atas melihat Demon. Demon pun secara reflek menatap mata tajam gadis kecilnya dulu, "Vista!" Telihat jelas jika putri kecilnya yang selama hampir lima tahun dia rawat berdua dengan Cesa.Tidak! Hatinya seperti tergerak melihat bola mata Cesa pada mata Vista. Mata itu penuh gurat kesakitan. "Kau juga bukan Ayah Zetian lagi, Kau Demon yang nakal! Kau menculikku dan akan membunuhku! Kau jahat!" ucap Vista. Dan itu membuat Demon terpaku! Bohong, jika mata itu tidak mempengaruhi Demon saat ini! Bohong, jika tidak ada rasa cinta setelah membantu Cesa merawat kembar selama empat tahun lebih. Glek! Tanpa mereka sadari, saat adegan itu membuat semua orang membeku, Zevin masuk ke dalam air pantai dan menyelam. Tujuannya adalah naik ke kapal putrinya! Zevin tidak membiarkan kesempatannya hilang begitu saja. Beruntung, kapal tak jauh dari bibir
Kemudian Dares mengambil sebuah japit warna merah muda yang cukup jauh dari jalan tempatnya, "Ini jepit, Adek, Dad!" Deg! "Kita harus ke sana!" seru Zevin menunjuk ke arah yang ditunjukan putranya. Satu yang Zevin lupakan, jika Dares dan Vista telah tumbuh di dalam rahim Cesa berdua, bersama bahkan sejak belum berbentuk. Ikatan batin antara mereka tak akan pernah berkhianat! Setidaknya, Zevin akan mempercayai itu saat ini. Disaat semua alat pelacak telah hilang dari tubuh putrinya, kini hanya Dares yang Zevin percaya akan membawanya menuju tempat Vista. Mereka kemudian terus berlari mengikuti Dares dan Zevin yang sudah memimpin rombongan. Beberapa juga sudah berpencar ke arah lain dari hutan ini sesuai instruksi dari Zevin. Hampir satu jam, mereka sudah berlari semakin masuk dan masuk lagi ke dalam hutan. Semakin dalam dan jauh. Zevin mulai mengkhawatirkan putranya yang sudah beberapa kali tersungkur. Dares tetaplah anak kecil yang belum terbiasa dengan keadaan fisik yang
"Kalau di Dusseldorf?" tanya Zevin pada Dares. "Demon yang mengajari!" Deg! "Demon?" lirih Zevin. Selain terkejut Demon mengajari anaknya yang masih tergolong kecil untuk senjata yang berbahaya itu. Zevin juga terkejut jika Dares tidak lagi memanggil Demon dengan 'Ayah Zetian' lagi. "Apa, Mommy tau jika Dares dan Ayah Zetian, belajar menggunakan senjata api itu?" tanya Zevin mencoba memancing Dares. Dares menggeleng, "Tidak, Dad! paman Demon selalu bilang untuk tidak memberitahu, Mommy!" "Paman?" tanya Zevin. "Yah, dia bukan lagi Ayahku! Dia jahat! Dia menculik Vista!" jawab Dares marah. Terlihat jelas wajah penuh kekecewaan Dares. Zevin kemudian sejenak merengkuh sang putra untuk masuk ke dalam pelukannya. Zevin tau jika putrnya sedang kecewa. Tidak bisa Zevin rubah, jika putranya memilik
Deg! "Putar Balik!" pekik Zevin, "Kembali ke sekolah anak-anak!" Ciiitttt! Suara ban yang beradu dengan aspal beserta rem membuat para pengendara lain ikut mengumpat. Ditambah manuver Arga yang sangat tiba-tiba, membuat beberapa mobil lain ikut menginjak rem. Menghindari terjadinya kecelakaan beruntun. Segala cacian keluar dari mereka yang baru saja berhasil menghindari mobil Zevin. "Kecepatan penuh, Ga!" titah Zevin. Tidak! Tidak akan pernah Zevin biarkan, Demon menyentuh kembar seujung kuku pun! Jangan harap! Jika ada yang tergores sedikitpun dari mereka, Jangan pernah berharap maaf darinya. Bukan polisi lagi yang akan bertindak! Tapi dirinya, bahkan Zevin bersedia membunuh Demon dem
"Supir truk yang menabrak kita, sudah di temukan!" Deg! "Dengan, Eve?" tanya Cesa. Ekspresi Cesa yang sedikit tegang, membuat Zevin mendekat dan memeluk sang istri dengan erat. Tidak! Zevin tidak ingin istrinya banyak pikiran, "Sayang, tenang!" lirihnya. "Apa, Eve berulah lagi, Dad? Please, jangan tutupi apapun dari, Mommy!" pinta Cesa. Zevin kemudian mengurai pelukannya dan menangkup wajah sang istri sambil mengangguk. "Tapi janji, kalau Mommy, tidak boleh banyak pikiran ya!" ucapnya. Cesa mengangguk, "Dad, kali ini, kita harus berjuang bersama untuk rumah tangga ini!" jawabnya. Sejujurnya, Cesa tak ingin suaminya berjuang sendirian, dan mengorbankan dirinya. Bagaimana, Cesa bisa hidup nantinya jika kehilangan, Zevin? Membayangkannya saja sudah sakit! "Mom yakin, kita bisa lewa
"Tidak mudah, Tuan! Eve bekerja sama dengan Demon!" ucapnya. Deg!"Apa?" pekik Cesa terkejut. Tidak!Bukan hanya Cesa, tapi juga Zevin! Zevin tidak pernah memperkirakan jika Demon akan secepat ini bangkit apalagi setelah semua miliknya, orang-orang organisasinya hancur. "Bagaimana bisa mereka bekerja sama?" tanya Zevin dengan dada yang mulai bergemuruh. "Saya juga belum tau, Tuan! Pastinya selama ini, Demon sudah mengintai dan memanfaatkan momen ini!" jawab Arga. Deg! "Anak-anak!" pekik Zevin, "Ga, perketat penjagaan anak-anak! Apapun yang terjadi, jangan biarkan anak-anak jadi korban, Demon!" ucapnya."Iya, Tuan! Sudah saya tambah dan perketat pengawalan anak-anak, Tuan!" "Dad!" lirih Cesa. "Waktunya sudah tiba, Mom! Dia pasti datang untuk mengambilmu, sekaligus menuntut balas karena, Daddy, menghancurkan organisasi mereka!" ucap Zevin. "Lalu, Bagaimana ini