“Aku jadi penasaran, kamu kalau marah seperti apa?”“Kakak ingin melihat aku marah?” tanya Lavira dengan wajah polosnya.Avram mengangguk semakin terlihat polos. Pria itu memang penasaran ingin melihat Lavira di saat marah seperti apa. Mengingat bagaimana lembut dan manisnya sang istri, membuat Avram tak bisa membayangkan bagaimana Lavira ketika marah. Seakan seorang perempuan manis nan polos itu tak bisa marah.“Aku ingin lihat,” jawab Avram jujur.“Kalau begitu, tunggu aku datang bulan dulu,” jawab Lavira dengan polosnya.Sungguh, tanpa mereka sadari jika pembahasan mereka saat ini terdengar sangat bodoh. Sepasang suami istri itu terlihat seperti dua anak kecil dengan pembahasan aneh. Jika didengar orang lain, pasti membuat mereka tak percaya apalagi melihat Avram membahas hal tak penting. Setidaknya beruntung percakapan mereka tak didengar oleh Rino, jika didengar, sudah dipastikan dia akan mengejek Avram dengan tawanya.“Tidak usah datang bulan, maunya hamil,” cetus Avram datar.“
Lavira keluar dari dalam kamar mandi dan cukup terkejut saat melihat keberadaan sang suami di tepian ranjang. Dia menatap Avram yang sedang bermain dengan benda pipih di tangannya. Pria itu pun mengangkat kepalanya dan melihat kedatangan Lavira sudah siap dengan setelan sekolahnya.“Kenapa, Kak? Bukannya pekerjaan Kakak masih banyak? Padahal aku bisa ke sana,” ucap Lavira kepada Avram.“Ayo aku antar.” Avram menyahut sambil berdiri dari duduknya dan menyimpan benda pipih di tangannya.“Antar? Antar ke bawah? Tidak usah, Kak, biasanya pagi ini pekerjaan Kakak menumpuk. Jadi Kakak lanjut kerja saja, nanti kesulitan kalau terlalu menumpuk,” balas Lavira.“Aku antar ke sekolah, pekerjaanku bisa diselesesaikan nanti. Itu masalah gampang untukku.”Lavira terkejut mendengar kalimat Avram. Dia menatap sang suami yang kini sedang merangkul bahunya. Avram mulai melangkah, dan Lavira pun ikut melangkah dengan wajah cengonya.“Maksud Kakak, mau antar aku ke sekolah bagaimana ini?” tanya Lavira di
“Aku juga mau, pulang cepat tapi tetap pintar, he he.”Avram menunduk dan mengulum bibirnya menatap gemas ke arah Lavira yang sedang terkekeh bodoh ke arahnya. Bukannya merasa lucu akan wajah sang istri. Avram selalu saja dibuat gemas akan wajah manis istri kecilnya tersebut.Cup ...“Haaah!”Suara pekikan dua perempuan di ruangan tamu itu menarik perhatian Avram yang baru saja mengecup bibir Lavira. Pria itu menatap datar Siara dan Feria yang sedang ternganga cengo di tempat mereka. Tentu saja sepasang ibu dan anak itu terkejut akan aksi tiba-tiba Avram yang mencium gemas bibir istri kecilnya. Kejadian itu tepat terjadi di depan mata Siara dan Feria.Lavira sendiri merasa malu saat ini. Dia merapatkan tubuhnya ke tubuh Avram dengan pipi merona. Avram paham apa yang dirasakan oleh sang istri. Dia menarik tubuh Lavira dan langsung menggendong istri kecilnya bak anak koalan, sungguh aksi manis di pagi hari memanjakan mata.Namun, tidak dengan Feria yang kini sudah mengepalkan tangan men
Sesuai keinginan Avram, akhirnya pria itu benar-benar mengendarai mobil dan mengantar sang istri ke sekolah. Saat ini sepasang suami istri muda itu sudah berada di perjalanan. Lavira sendiri terlihat lebih menikmati perjalanan pagi ini. Mungkin dia ikut merasa senang karena akhirnya sang suami mengantarnya langsung ke sekolah. “Hari ini kamu akan dikawal oleh dua kelompok. Kalau ada apa-apa dan mereka masih tidak becus menjaga kamu, aku akan tambahkan dua kelompok lagi,” ujar Avram. Lavira meringis, dia menatap sang suami yang fokus menatap jalanan kota. “Aku rasa mereka sudah sangat cukup, Kak. Aku juga tak akan ke mana-mana lagi tanpa mereka. Bahkan ke toilet saja Kakak memberi aku dua pengawal perempuan khusus untuk hal lebih pribadi, jadi ... sepertinya akan sangat aman,” ucap Lavira kikuk. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya mulai hari ini di sekolah. Harus ditemani oleh dua puluh orang sekaligus ke mana-mana. Memang akan terasa lebih aman, tetapi itu sangat menger
“Jadi sebenarnya untuk hubu ....”Tring ... tring ... tring ...Untuk kesekian kalinya dalam sepuluh menit ini suara ponsel berdering memekakkan telinga dan menganggu kalimat guru yang menjelaskan di depan kelas. Lavira meringis, dia melirik pengawal perempuan yang kini sudah berjalan ke arahnya sambil membawa ponsel yang baru saja berdering.“Maaf, Bu,” ringis Lavira merasa tak enak kepada guru perempuan di depan sana.Guru itu hanya bisa tersenyum kaku. “Tidak apa-apa, jawab saja,” jawab guru tersebut. “Lebih baik dari pada Tuan Dakasa ke sini,” sambung guru itu di dalam hati.Yah, Avram adalah pelaku yang sedari tadi mengganggu proses pembelajaran di kelas Lavira. Pria itu tak menghubungi ponsel Lavira, tetapi sengaja menghubungi ponsel bawahannya. Sebab ponsel Lavira diatur mode diam, sehingga dia tak bisa menghubungi setiap waktu. Pria itu dengagn tak merasa bersalahnya terus menghubungi Lavira setiap selang sepuluh menit.“H-halo, Kak,” balas Lavira setengah berbisik.Dia menole
“Pergi kalian, brengsek!” pekik Joana marah.“Cih, masih sok-sokan merasa berkuasa. Cuih,” ejek seorang siswi menatap Joana sinis.“Tau, tidak sadar diri. Berkaca, huuuu!”“Huuuu!”Joana mengepalkan tangannya mendengar kalimat dan cemoohan para siswa lain. Dia menatap mereka semua dengan wajah geram. Dulu biasa disanjung dan dipuja-puja, sok berani, sekarang dia benar-benar seakan merasakan berada di posisi Lavira dulu. Bagaimana kini perempuan itu dihina, diejek dan disoraki menjijikkan oleh siswa satu sekolah.“Cih, manusia sampah! Ternyata bertindak begitu tak punya hati kepada kakak sendiri. Padahal satu ayah, masih ada hubungan darah! Cuih, najis.”“Kalau aku jadi Lavira, pasti sekarang aku tarik-tarik rambutnya, aku buat dia seperti ondel-ondel. Dulu saja disiksa dan selalu dibully, padahal kakak seayah, bukan manusia sampai tidak punya hati, heh.”“Sekarang bukan tandingan Lavira lagi, Lavira sudah menjadi nyonya dikeluarga Dakasa. Mampus kau!”“Huuuu!”“Diam, kalian merasa ber
Joana menggeram, dia menatap Lavira yang kini sedang masuk ke dalam sebuah toilet sekolah. Ingin sekali dia menemui Lavira sekarang, tetapi itu akan sangat sulit. Pasalnya, ke toilet pun Lavira diikuti oleh para pengawal perempuan. Memang itu sudah ditegaskan oleh Avram, Lavira tak boleh lepas dari pantauan sedikit pun.“Bagaimana caranya aku harus menemuinya? Aku tak terima, Mama dan Papa bercerai, ini semua karena salahnya,” geram Joana masih menyalahkan Lavira atas semua hal yang terjadi di dalam kehidupannya.Membulatkan tekad, Joana mulai melangkah ke arah toilet sekolah. Ini masih jam pelajaran, tetapi Lavira sengaja meminta izin untuk menerima telepon dari Avram. Dia merasa tak enak jika terus mengganggu aktivitas belajar mengajar. Selain itu, Lavira nampaknya juga ingin buang air kecil, terbukti dengan keberadaan dua pengawal perempuan di depan pintu bilik kecil toilet tersebut.Joana menatap seluruh pengawal Dakasa yang berada di depan pintu toilet. Dia bergerak masuk ke dala
Lavira menatap Joana dengan pandangan penuh arti. “Sepertinya kamu masih tidak berubah, ya? Apa kejadian waktu itu masih belum menyadarkan kalian?” ucap Lavira kepada Joana.Suara Lavira masih terdengar cukup lembut. Nampaknya rasa marah dan rasa dendam itu belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat dan kebiasaan Lavira. Meski merasa marah dan ingin sekali membalas, nyatanya Lavira tak bisa bersikap angkuh ataupun sekadar tersenyum sinis ke arah Joana. Lavira tak bisa melakukan itu, sebab itulah dia seakan melimpahkan semua pembalasan dendam ini kepada sang suami.“Kau sendiri sekarang sudah sok berani karena ada mereka? Cih, seperti apa pun kau dikawal, tetap saja kau itu sampah di dunia ini,” geram Joana menatap tajam ke arah Lavira.“Jaga bicara Anda, Nona. Jangan sampai kami melakukan hal kasar,” tegas salah satu pengawal perempuan Lavira kepada Joana.“Saya tidak berbicara kepada kalian, kalian hanya seorang pengawal. Jadi tidak usah ikut campur urasan saya,” pungkas Joana membalas
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak