Avram melangkah cepat membawa tubuh Lavira ke dalam salah satu ruangan operasi rumah sakit. Dia memang langsung membawa tubuh Lavira ke rumah sakit. Sekarang lorong rumah sakti itu terdengar bising oleh suara langkah kaki Avram bersama para pengawal Dakasa yang membuat semua orang merasa ngeri. “Tangani istri saya, cepat!” teriak Avram langsung membawa tubuh Lavira ke dalam ruangan operasi. Beberapa dokter dan para perawat sempat terkejut melihat kedatangan Avram yang begitu tiba-tiba. Mereka langsung mengambil peralatan dan membiarkan Avram menidurkan tubuh Lavira di atas ranjang. Lavira sendiri sekarang sedang memejamkan matanya merasa sudah terlalu kelelahan dengan rasa sakit memenuhi sekujur tubuhnya. “M-mohon tunggu di luar dulu, Tuan,” ucap seorang dokter kepada Avram. “Kenapa saya harus menunggu di luar? Saya akan menemani istri saya di sini,” balas Avram dingin. Seluruh dokter dan perawat yang mendengar itu terdiam. Mereka saling tatap dengan wajah ragu dan bingung. Meliha
Setelah selesai dari ruangan gawat darurat. Lavira masih belum sadarkan diri, dan itu dijelaskan jika efek bius. Mendengar hal tersebut membuat Avram sudah cukup lebih tenang. Melihat bagaimana keadaan sang istri yang sudah ditangani dan diberi obat.Avram memutuskan untuk kembali ke gedung tua di mana tempat Lavira disekap tadi. Sembari menunggu Lavira sadarkan diri dari bius dokter. Avram ingin membalaskan semua hal yang didapatkan Lavira kepada si pelaku. Dia jamin sekarang Marni dan Joana masih di sana menerima pukulan atau balasan dari bawahan Avram, sesuai perintah pria itu.“Anda akan lama di sini, Tuan?” tanya Rino kepada Avram yang baru keluar dari mobil.“Tak lama, peringatkan aku dengan waktu Lavira sadar. Sebelum istriku sadar, aku sudah harus berada di sana,” jawab Avram sambil melangkah masuk ke dalam gedung tua itu.Semakin masuk, suara erangan dan teriakan minta ampun mulai menyapa indera pendengaran Avram. Pria itu menatap dingin dua manusia yang kini sedang bergelung
“Kurang ajar! Bagaimana mungkin gagal?” geram Siara setelah mendapatkan laporan dari salah satu mata-matanya.“Kenapa, Ma?” tanya Feria penasaran.“Rencana mereka gagal,” jawab Siara merasa sangat geram dan marah saat ini.“Apa? Jadi perempuan kurang ajar itu belum mati?” tanya Feria dengan mata melotot tak terima.Siara mengusap wajah sambil menghempaskan pantatnya ke atas ranjang. “Iya, mereka gagal membunuh Lavira kerena Avram sudah lebih dulu tiba di sana,” ucap Siara kesal.“Avram datang? Jadi dia keluar tadi benar-benar karena masalah ini?” geram Feria merasa marah dan tak terima mendengar berita ini.“Iya, seperti dugaan Mama. Avram bela-belakan keluar dari kandang, setelah selama ini selalu berkurung di lantai lima mansion. Dia keluar hanya untuk perempuan itu, dia turun tangan sendiri hanya untuk perempuan itu. Semakin jelas sekarang, jika Avram benar-benar menganggapnya sespesial itu. Ini tidak bisa dibiarkan, ini semakin tak aman untuk kita,” tutur Siara merasa marah dan j
“Ah, bukan, Tuan. Ini berbeda dan lain, bukan karena efek obat ataupun efek bius. Jadi sebenarnya istri Anda sedang masuk angin, Tuan. Sepertinya ini karena Nyonya tidak makan siang, bahkan sekarang sudah jam tujuh malam. Dia terlambat mengisi perut, sehingga asam lambungnya naik,” terang dokter tersebut.Avram menghela napas pelan mendengar kalimat dokter. Dia menatap Lavira yang nampak lelah karena sedari tadi merasa tak nyaman dengan perutnya. Memang, jika asam lambung naik, hal serba tak enak akan dirasakan di bagian perut, salah satunya mual, bahkan terkadang suka membuat perut terasa melilit.“Beri istri saya obat itu, dia nampak tak nyaman. Bahkan setiap ada makanan yang masuk ke dalam perutnya, selalu saja mual. Bagaimana dia bisa makan kalau begitu?” ucap Avram kepada dokter tersebut.“Iya, Tuan. Kami akan langsung menyuntikkan obatnya ke bius Nyonya Dakasa. Untuk makanan, saya sarankan jangan bawa makanan luar dulu ya, Tuan. Takutnya nanti asam lambung Nyonya semakin parah,
“Apa kamu sekarang sedang menyindirku? Kamu juga masuk rumah sakit ini karena kelalaianku dalam menjaga istri. Tidak becus, padahal selama ini aku terkenal dengan orang gila yang gila darah. Tetapi istri sendiri malah tak dijaga baik-baik, sampa harus berakhir di sini,” celoteh Avram cukup panjang, meski masih terdengar tak bernada. Lavira melotot mendengar kalimat tersebut. Dia menggeleng cepat tak sependapat dengan Avram. Dia pun merasa bersalah karena kalimatnya Avram seakan merasa tersinggung. “Maaf, Kak. Bukan maksud aku menyinggung, Kakak. Tapi ini semua bukan salah, Kakak. Sedari dulu mereka memang sudah seperti itu kepadaku, melakukan hal semena-mena. Meski tak bersama Kakak pun, mereka pasti tetap akan melakukan hal seperti ini kepadaku. Bukan salah, Kakak,” ucap Lavira merasa tak enak karena Avram seakan tersinggung dengan kalimatnya tadi. Avram menatap Lavira yang baru saja bersuara. Sejujurnya Avram tak tersinggung, dia mengatakan itu karena memang merasa sendiri sebagai
“Kenapa kalian berdua seperti orang tak bersemangat begitu? Wajah pucat, pada sakit?” ucap Fero menatap Siara dan Feria heran.Baru pulang ke mansion di malam hari, dia menemukan ibu dan adiknya di ruangan tamu dengan wajah berbeda-beda. Jika Siara nampak diam dengan wajah tegang dan terlihat berpikir keras. Berbeda dengan Feria yang terlihat cemberut, seakan menahan kesal.“What happen?” sambung Fero sok berbahasa Inggris, padahal aslinya sangat gagu dengan bahasa tersebut.“Cih, tidak usah sok-sok’an berbahasa Inggris, Bang. Nanti orang sahut pakai bahasa yang sama malah linglung,” ejek Feria.Fero menatap Feria dengan wajah santainya. Dia duduk di ruangan tamu dan menatap dua perempuan berbeda usia itu dengan wajah bertanya. “Intinya kalian kenapa?” tanya Fero lagi.“Mereka ga ....”“Feria,” tegur Siara menatap putrinya tajam.Melihat itu Fero merasa heran dan semakin penasaran. Feria pun mendengkus sambil menghentikan niatnya untuk berbicara. Sedari tadi diam dengan rasa kesal, Fe
Avram langsung keluar dari dalam mobil. Dia menahan seorang pengawal yang berniat membukakan pintu mobil untuk sang istri. Sekitar empat hari di rumah sakit, selama itu Avram tak pernah pulang. Dia menemani Lavira di dalam ruangan inap tanpa bergerak sedikit pun dari sana.Sampai sekarang mereka sudah kembali ke mansion. Avram langsung mengambil alih pintu mobil Lavira dan membukakannya untuk sang istri. Lavira tersenyum kikuk kepada Avram yang terlihat begitu memperlakukannya manis akhir-akhir ini. Entah dapat pengetahuan dan pembelajaran dari mana, sampai Avram begitu terlihat pro dalam memanjakan istri.Rino, pria itu ada pelakunya. Lebih tepatnya guru dari pada guru untuk seorang Avram Dakasa. Terbukti, sekarang Rino sedang tersenyum senang melihat sang atasan membuka pintu untuk Lavira. “Yah, setidaknya hasil kerja lemburku untuk mengumpulkan artikel hubungan romantis itu tak sia-sia. Dia semakin hari ada kemajuan, meski ... wajahnya masih datar bak tembok,” ucap Rino di dalam ha
Farhan bergerak cepat menyusuri setiap koridor rumah sakit. Baru saja dia mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan. Kabar bahwa istri dan putrinya masuk rumah sakit dengan keadaa terbilang sangat mengerikan. Farhan bergerak cepat menuju sebuah ruangan yang baru saja diberitahu oleh seorang suster.Dret ...Farhan membuka pintu ruangan itu dan terkejut melihat keadaan penghuni ruangan tersebut. Ada dua orang manusia kini sedang menatap Farhan dengan wajah bersiap menangis. Marni, perempuan paruh baya itu terbaring di atas ranjang dengan tangan kirinya yang harus digips karena patah tulang. Joana, dia juga terbaring di atas ranjang dengan keadaan rambut hampir botak. Jangan lupakan, wajah mereka lebam-lebam dan tubuh penuh luka. Satu kata untuk mereka, mengerikan.“Mas.”“Paaa!”Marni dan Joana memanggil Farhan hampir bersamaan. Pria paruh baya itu tersadar dari rasa terkejutnya. Perlahan Farhan bergerak ke arah ranjang istri dan anaknya. Dia menatap dua perempuan itu bergantian, terli
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak