Avram menatap dingin seorang pria yang kini berdiri sebagai pusat kekacauan di perusahaannya. Semua pengawal Dakasa kini sedang menahan pergerakan pria itu. Dia tak sendiri, melainkan membawa banyak anggota pula, tetapi belum tertandingin anggota pengawal Dakasa.Kekacauan yang baru saja dia perbuat dengan meledakkan sebuah bom kecil di taman utama perusahaan Dakasa sudah ditahan oleh para pengawal inti Avram. Avram masih melangkah dengan wajah datarnya menatap dingin pria di depan sana. Pria itu pun membalas tatapan Avram dengan wajah penuh amarah. Jika dipikir, baru kali ini ada orang yang berani melawan Avram secara terbuka seperti itu.“Avram Dakasa! Brengsek!”“Jaga mulut Anda, Tuan,” tegur kepala pengawal yang berada paling depan menghadapi pria itu.Pria itu menatap kepala pengawal yang ada tepat di depannya. Kepala pengawal itu selalu maju paling depan untuk melindungi Avram dan keluarnya. Setelah nanti baru diambil alih oleh Rino, berlanjut kepada Avram. Jadi begitulah tak se
Hari berganti bulan, bulan pun berganti tahun. Semakin lama pertumbuhan Alano terasa semakin cepat. Hari-hari dilewati seperti biasa, adanya perdebatan antara Avram dan Alano. Mereka berdua selalu memperebutkan Lavira. Bahkan sampai Alano kini sudah masuk TK, mereka masih tak berubah.“Papa duluan, Papa harus dipasangkan dasi lebih dulu sama Mama,” ucap Avram menahan kepala putranya.“Tidak, aku lebih dulu. Aku juga harus dipasangkan dasi sama Mama. Aku mau ke sekolah, tidak boleh terlambat,” balas Alano.“Ck, kamu pikir Papa boleh terlambat? Papa harus lebih cepat datang ke kantor.”“Tidak, Papa biasanya juga telat datang. Papa bilang, Papa ‘kan bos, jadi bebas datang telat.”“Tidak, untuk hari ini tidak boleh datang telat. Jadi harus Papa duluan yang dipasangkan dasi sama Mama.”“Tidak, harus aku duluan.”“Kamu mengalah, kamu masih anak kecil.”“Papa yang mengalah kepada anak sendiri.”“Anak durhaka.”“Papa dzolim.”Lavira menarik napas dalam sambil mengurut keningnya melihat tingka
“Bagaimana keadaan istri saya?”Seorang dokter bergerak mundur dan menatap Avram dengan kepala menunduk. “Keadaan Nyonya Dakasa baik-baik saja, Tuan. Tidak ada hal yang harus dikhawatirkan. Beliau ha ....”“Tidak ada hal yang harus dikhawatirkan kau bilang? Istriku baru saja mual ketika makan, bahkan sekarang dia terlihat lemah. Apa kau sudah tidak becus jadi dokter?” sela Avram mendesis marah menatap tajam dokter perempuan itu.Dokter perempuan yang ditatap Avram seketika dibuat ketakutan, padahal dirinya belum selesai berbicara. Mata tajam Avram seakan menjadi lakban untuk mulutnya. Kedua bibir dokter tersebut menjadi terasa begitu berat sekadar untuk melanjutkan kalimatnya.“Pa, sepertinya dokter itu belum selesai berbicara. Apa tidak bisa dengarkan dulu sampai selesai?” celetuk Alano menatap ayahnya dengan mata polos itu.Avram diam mendengar kalimat putranya. Dia memang sadar jika dokter tersebut belum menyelesaikan kalimatnya. Namun, dia yang terlalu khawatir, seakan tak tahan u
Sedari tadi Avram dan Alano tak beranjak dari tempat Lavira berada. Dokter kedua pun sudah pergi dari sana setelah selesai memeriksa. Dua laki-laki berbeda generasi tersebut masih tak bergerak menjauh dari Lavira. Mereka tentu ingin menunggu perempuan itu sampai terbangun.“Jadi adik aku sudah berumur satu bulan, Pa?” tanya Alano kepada Avram.“Iya, satu bulan di dalam perut.”“Berarti sudah besar, kenapa masih bersembunyi. Apa dia takut sama Papa?”Avram menoleh dan menatap sang putra dengan wajah tak paham. “Takut kenapa maksud kamu?” tanya Avram.“Ya takut, Papa ‘kan wajahnya menyeramkan. Suka bikin orang-orang takut, tapi tidak dengan aku. Aku tidak takut, tapi bisa saja adek aku takut.”Jawaban polos Alano membuat Avram merasa kesal. Semua orang memang merasa takut dan ngeri kepadanya. Namun, jelas bukan karena wajahnya yang jelek atau menyeramkan. Orang-orang takut karena Avram seorang psikopat nan haus darah. Sekarang sang anak malah menyimpulkan hal itu dengan logikanya sebaga
“Sayang!”Avram terus memanggil sang istri yang sedari tadi tak terlihat ketika dirinya masuk mansion. Avram heran dan bingung, pasalnya tak biasanya Lavira tak menyambut kepulangannya di siang hari seperti ini. Ini adalah jam istirahat kantor dan Avram pulang ke mansion untuk makan siang bersama sang istri tercinta. Avram juga berniat akan membawa Lavira serta Alano ke kantor seperti biasa.“Alaaan!” teriak Avram kali ini memanggil putranya.Pria itu bergerak ke arah dapur, tempat biasa Lavira berada jika tak menunggunya di depan pintu. Namun, tak ada siapa pun di sana. Perhatian Avram terfokus kepada satu piring pecah di atas lantai. Seketika mata Avram memicing, dia cemas dan mulai khawatir akan keadaan istri serta putranya. Apalagi di sana tak ada satu pun maid yang dapat ditanyai.“Laviraa! Alanoo!” teriak Avram semakin tak sabar.Pria itu berlarian ke setiap inci mansionnya. Masih tak menemukan siapa pun, padahal di depan sana ada pengawal seperti biasa. Avram awalnya berniat in
Avram terus menatap pergerakan dokter perempuan yang sedang menggunakan sebuah benda di atas perut buncit istrinya. Saat ini mereka sedang berada di salah satu rumah sakit terbaik di kota tersebut. Avram terlihat tak sabar ingin mengetahui jenis kelamin anak keduanya. Harap-harap cemas, dia terus menatap dokter perempuan itu bergerak memeriksa perut Lavira.“Apa masih lama?” tanya Avram tak sabar.Dokter itu terkejut, dia meringis dan menunduk menatap Avram dengan wajah pucat. “M-maaf, Tuan.”“Tidak masalah, Dok, lanjutkan saja. Kamu juga, Pa, sabar dulu,” balas Lavira membuat Avram menghela napas.“Aku ingin segera tahu jenis kelamin anak kedua kita, Sayang,” cetus Avram jujur.“Ah, jenis kelamin, ya, Tuan? Untuk jenis kelamin, di sini terlihat jika anak kedua Anda perempuan,” pungkas dokter perempuan tersebut.“Benarkah? Kau tak salah lihat dan tak salah periksa,’kan? Jangan sampai nanti pas keluar malah laki-laki.”“O-oh itu, saya juga tak bisa menjawab pasti. Tapi hasil dari USG d
“Ayo.” Lavira menarik jas kantor Avram yang masih diam di tempatnya.Penguasa Dakasa tersebut diam di tempatnya sambil menatap keadaan sekitar. Mereka masih berada di dalam mobil, keadaan di luar sana sangat ramai. Melihat keramaian itu malah membuat Avram semakin ngeri. Dia membayangkan bagaimana dirinya menggunakan pakaian badut di sana. Sungguh hal memalukan, tetapi Avram bisa apa? Dia tak mampu menolak dan membantah keinginan sang istri tercinta.“Astaga, bagaimana caranya aku menghindar dari keinginan ini? Masa aku harus pakai baju badut, ini ramai sekali.” Avram berbicara di dalam hati sambil menatap keadaan sekitar dengan wajah ngeri.“Kenapa masih diam sih, Pa? Ayo turun, kita liat sekitar sambil tungguh Kak Rino sama Alan datang,” tutur Lavira mengalihkan perhatian Avram.Pria tampan berambut abu-abu itu menoleh ke samping di mana istrinya berada. Lavira nampak sudah tak sabar untuk melihat aksi Avram dengan baju badut. Avram menarik napas dalam, dia menoleh dan menatap sekit
“Hufft ....”Bruk ...Lavira menatap sang suami yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Perempuan dengan perut buncit itu bergerak mendekat ke arah Avram. Penguasa Dakasa itu sedang terbaring dengan kaki terjuntai dan mata tertutup. Nampaknya pria itu sangat kelelahan.“Pa.”Suara lembut Lavira membuat Avram perlahan membuka matanya. Avram tersenyum ke arah sang istri yang sedang berdiri di samping kakinya. Perlahan Avram mengangkat tangan seakan meminta istri cantiknya itu untuk semakin mendekat. Lavira pun bergerak semakin mendekat, dia duduk tepat di samping kepala suaminya.“Aku lelah, Sayang,” bisik Avram manja.Lavira tersenyum, dia mengusap rambut Avram yang memang terlihat kelelahan. “Maaf ya, Pa.”Avram yang tadinya memejamkan mata sambil memeluk pinggang Lavira. Kini dia membuka mata dan mendongak menatap sang istri. Avram menatap Lavira dengan wajah bertanya, apalagi melihat ekspresi bersalah perempuan itu.“Kenapa? Apa yang harus aku maafkan, kamu tidak sala
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak